Iya setuju. Membuat kita sebagai orang tua tetep belajar bagaimanan mendidik anak jadi gak hanya anak aja yang disuruh belajar ya.
Rachma -----Original Message----- From: Icho Ahmad [mailto:icho2...@gmail.com] Sent: 05 Februari 2009 9:05 To: balita-anda@balita-anda.com Subject: Re: [balita-anda] Memarahi Tindakan Anak ataukah Memarahi Orangnya? Terima kasih artikelnya... sangat bermanfaat. SOL On 2/5/09, Any Puspita <any...@yahoo.com> wrote: > > Artikel ini bagus untuk dibaca > Buat masukan kita untuk dalam mendidik anak > Semoga bermanfaat ya... > > Any > kamarcantiknabila.blogspot.com > > Memarahi Tindakan Anak ataukah Memarahi Orangnya? Jarak Itu Adanya di > Dalam > Kalau melihat ke teorinya, jika kita ingin mengajarkan anak tentang > sesuatu yang baik, maka kita tidak bisa hanya mengajarkan tindakannya > dengan menyuruh si anak untuk menghafalkan tip-tip singkat. Yang perlu > diajari bukan tindakannya, melainkan orangnya. Kalau orang yang kita > ajari, maka tindakan itu akan ia ciptakan sendiri berdasarkan keadaan > tertentu yang ia alami. Mengajari orang inilah yang disebut education > (pendidikan) . Pendidikan, karena itu, mahal nilainya. > > Tetapi, kata berbagai teori juga, jika kita menghukum anak (termasuk > memarahi), maka janganlah yang dihukum itu orangnya. Cukuplah kita > menghukum tindakannya saja. Kenapa dan untuk apa kita hanya perlu > mengukum tindakannya saja, ini semua sudah sering dibahas di sini dan > di lain tempat. Yang akan kita bahas di sini adalah, bagaimana > membedakan antara memarahi orangnya atau memarahi tindakannya. > > Orangtua A tidak sabar melihat anaknya keasyikan nonton program > kesayangannya di televisi. Tanpa bertanya, televisi itu langsung > dimatikan. Kepada si anak, orangtua ini mengatakan: "Hei, ini jam > berapa? Bukankah kamu ada PR? Kenapa kamu nonton aja? Ayo belajar!" > Karena si anak tidak bisa terima diperlakukan seperti itu, anak > langsung ke luar menuju kamar lain dengan membanting pintu. > > Melihat perilaku anak yang seperti itu, si orangtua makin terbakar, > panas, panas, dan panas. Terjadilah percekcokan mulut. Si anak ngambek > tidak mau belajar. Orangtua yang kesal akhirnya ngomel merembet > kemana-mana hingga sampai pada ucapan, misalnya begini: dasar anak > nakal, bandel, suka ngelawan orangtua, anak bodoh, dan lain-lain. > Meskipun televisi sudah dimatikan, tetapi belajar urung dikerjakan. > > Masalah yang sama dialami oleh orangtua B. Sama-sama jengkel juga > melihat si anak yang sudah mulai maniak menonton acara televisi pada > jam-jam yang mestinya dia harus belajar. Bedanya, orangtua B ini > mengajarkan tawaran dulu. "Kapan mau belajar?" Karena si anak sedang > keasyikan, acuh saja dia. Si ayah masih menawarkan kesepakatan lagi. > "Mana yang akan dipilih: TV ini dimatikan ayah atau belajar dulu, baru > nanti nonton lagi." > > Karena merasa risih keasyikannya diganggu ayahnya, si anak keluar > membanting pintu juga. Sambil kesal si anak mengatakan: "Ya udah > matiin aja tivinya. Emang gue pikiran." Si ayah menghindari > konfrontasi mulut secara langsung. Setelah mematikan televisi, si ayah > kembali ke aktivitasnya dan memanggil ibunya agar mendampingi atau > membujuk anak agar belajar. Si Ibu yang saat itu posisinya netral > lebih mudah mengarahkan anak. Tindakan belajar akhirnya tercapai > dengan mematikan televisi dan berkat bantuan ibu. > > Dari dua contoh di atas, apa yang membedakan antara orangtua yang > marah ke orangnya dan yang marah ke tindakannya? Memang, dalam praktek > nyatanya, yang terjadi pasti tidak sesimpel seperti itu. Cuma, pasti > ada benang merah yang akhirnya membedakan antara orangtua yang > marahnya merempet kemana-mana sehingga targetnya tidak tercapai dan > orangtua yang focused on action and target, dengan berbabagai cara > yang mungkin. > > Secara teori, memang tidak sulit untuk membedakan antara marah pada > orangnya dan marah pada tindakannya. Tetapi dalam prakteknya, mungkin > hanya sedikit orang yang berani mengatakan bahwa itu bisa dilakukan > setelah latihan yang tidak sebentar. Kenapa tidak mudah? Alasannya > adalah, pertama, perbedaan orang dan tindakan itu tidak kelihatan > fisiknya, secara as it is. Kalau kita melihat si anak tidak mau > belajar, maka secara fisiknya yang kita lihat adalah orangnya dan > tindakannya menyatu. > > Kedua, perbedaan itu adannya bukan pada apa yang kita lihat di luar > diri kita, melainkan pada apa yang kita ciptakan di dalam diri kita. > Jika saat itu kita sedang 'terbawa emosi', kemungkinan besar kita lupa > menciptakan perbedaan itu. Faktor lupa itulah yang memberikan > kontribusi besar pada munculnya temuan bahwa ternyata kekerasaan pada > anak itu sebagian besarnya dilakukan oleh orangtuanya sendiri. > > "Kemarahan yang positif adalah kemarahan yang kita ketahui > (well-controlled) sebabnya, sasaranya, tujuannya, kapan mulainya dan > kapan berhentinya. " > > Beberapa Alat Bantu > Memang tidak ada orangtua yang sempurna atau tak pernah tersandung > ketika menjalankan fungsi-fungsi parenting. Karena itu, sumber yang > paling bagus untuk memperbaiki kemampuan parenting kita adalah > memperbaiki kesalahan atau belajar dari kesalahan orang lain. Di bawah > ini ada beberapa alat bantu (tool) yang bisa kita gunakan untuk > memperbaiki itu bagi yang belum terlatih membedakan orang dan tindakan: > > Pertama, memiliki target riil dan spesifik. Supaya target itu dipahami > bersama, memang harus ada kesepakatan dulu atau disiplin tertentu yang > sudah diterapkan. Misalnya saja disiplin waktu belajar. Dengan target > berarti kita dan dia tahu kenapa kita marah, apa sasarannya, dan kapan > berhentiya. Begitu target sudah dijalankan berarti kita sudah harus > berhenti mengeluarkan berbagai ungkapan dan penyikapan yang bernada marah. > > Target akan menghindarkan kita dari marah yang kebablasan atau marah > yang sasarannya terlalu umum sehingga anak sulit memahami apa yang > harus dilakukan. Tentu saja, namanya juga anak, pasti ada pelanggaran > atau pengabaian. Tetapi, dengan target riil atau disiplin akan > memudahkan kita dan dia untuk mengetahui apa yang segera harus dilakukan. > > Kedua, mempersiapkan skenario mental. Kenapa skenario mental ini > penting? Ini terkait dengan komunikasi kita. Komunikasi di sini yang > saya maksudkan adalah isi pesan dan bagaimana pesan itu disampaikan. > Isi pesan yang baik apabila disampaikan dengan cara, gaya, dan nada > yang tidak mendukung, bisa-bisa isinya gagal. Karena itu butuh > dirancang dalam skenario mental. Ini agar kita bisa menyampaikan pesan > secara asertif, konstruktif, dan clear: punya wibawa, bisa diterima, > dan mengarah kepada tindakan. > > Kalau kita sudah siap dengan skenario tentang apa yang akan kita > ucapkan, alternatif yang akan kita ambil jika gagal, anggota keluarga > yang akan kita ajak bekerjasama, dan lain-lain, maka kita akan > terbantu untuk menyadari apa saja yang harus kita hindari dan apa saja > yang perlu kita lakukan. Tapi kalau skenario ini tidak kita siapkan, > mungkin kita akan mudah terbawa emosi ketika melihat reaksi anak yang > tidak kita harapkan. > > Ketiga, lebih baik diam dan memikirkan alternatif lain jika cara yang > kita tempuh menemui jalan buntu atau penolakan atau mendapatkan > penyerangan kata-kata. Diam terkadang punya wibawa yang lebih besar > ketimbang ngomel. Minimalnya, dengan diam berarti kita telah > menghindarkan diri dari praktek pemberian label negatif pada diri > anak. Kalau belum ketemu, kita bisa minta bantu ayahnya, ibunya, > neneknya atau siapa saja yang di rumah untuk menyampaikan maksud kita > atau membujuknya. Yang penting, target atau tujuannya tercapai. > > Keempat, segera memunculkan emosi kedua yang positif guna menghapus > emosi pertama yang negatif. Atau minimalnya kita tetap bisa menjaga > jarak antara kita dengan kemarahan kita. Menjaga jarak artinya > marahnya kita itu bukan marah emosional, melainkan kemarahan yang > hanya kita gunakan sebagai strategi saja. Yang penting si anak paham > bahwa kita tidak sedang bercanda atau tidak serius menyuruhnya belajar. > > Kalau kita marah melihat nilainya jeblok lalu kemarahan itu kita > lanjutkan pada kejengkelan, kekecewaan, dan seterusnya dan seterusnya, > biasanya ini malah memperburuk hubungan dan berpotensi menyerang ke > orangnya. Akan lebih positif dan produktif kalau kita menghentikannya > dengan memunculkan emosi kedua yang positif. Misalnya saja kita > berniat akan lebih care lagi terhadap perkembangannya, lebih "hadir" > lagi, lebih dekat lagi, lebih commit lagi, dan lain-lain. > > Kelima, tetap memiliki harapan yang positif atas kemajuan anak. Apa > ada orangtua yang tidak memiliki harapan positif? Kalau harapan dalam > arti yang "kulit", pasti tidak ada. Tetapi, harapan yang pengertiannya > lebih ke "esensi", belum tentu semua dan mungkin hanya sedikit. > Seperti apa harapan yang pengertiannya agak ke esensi itu? Harapan di > sini pengertiannya adalah, kita tidak berhenti menyuarakan, mengajak, > menemukan berbagai cara untuk mengembangkan / memperbaiki si anak agar > anak menjadi orang positif. > > Jadi, harapan di sini bukanlah harapan yang sebatas harapan, melainkan > tindakan / program nyata yang dilandasi harapan itu. Harapan yang > terakhir inilah yang terbukti sanggup membimbing para orangtua yang > menjadi pahlawan pembebasan putra-putri kesayangannya dari jeratan > narkoba. Di dunia ini pasti tidak ada orangtua yang secara mental siap > menghadapi musibah semacam itu. Yang membedakan bukan siap atau tidak > siap (karena pasti tidak ada yang siap). Yang membedakan adalah level > harapannya. > > "Harapan positif hanya akan berguna bagi orang yang sedang menjalankan > agenda positif." > > Kenapa Perlu Membedakan? > Kenapa kita perlu membedakan antara tindakan dan orangnya? Sekedar > sebagai tambahan atau pengulangan dari yang sudah kita ketahui, > sedikitnya ada tiga hal yang terkait di sini. Pertama, ketika kita > mengarahkan kemarahan itu kepada tindakannya yang spesifik, berarti > patokannya jelas dan ini akan relatif lebih bisa menutup pintu > pembelaan-diri, penyangkalan, atau pembatahan dari si anak. > > Tetapi kalau yang kita serang itu orangnya, misalnya memberikan label > dengan sifat-sifat tertentu, lebih-lebih itu umum pengertiannya, atau > mengomel karena reaksi sesaat, ya akhirnya kembali ke hukum dasar yang > berlaku di dunia ini: "Semua orang punya kepentingan untuk membela > dirinya" Sudah banyak bukti bahwa kita ini sering kalah bermain silat > lidah dengan anak kita karena kelihaian mereka "ngeles". Orangtua yang > tidak siap dengan kekalahannya akan gampang menggunakan senjata > kemarahan yang lebih besar. > > Lalu yang kedua, dengan mengarahkan kemarahan hanya pada tindakannya > akan membuat kita lebih selamat dari upaya penanaman konsep-diri > negatif (negative self-concept) . Tentang hal ini sudah sering kita > bahas di sini. Untuk anak-anak, self-concept yang terbentuk di dirinya > lebih banyak disumbang oleh orangtua / luar (Cooley: 1991). Sayangnya, > untuk sumbangan satu self-concept yang positif, orangtua telah > mendahuluinya degan menyumbangan enam self-concept yang negatif (Jack > Canfield: 1982). Padahal, self-concept ini terkait dengan > kepercayaan- diri, motivasi-diri, dan harga-diri (Harter: 1991) > > Dan yang ketiga adalah benteng antisipasi dari penyimpangan pola asuh. > Kalau melihat teori idealnya, baik itu ke agama atau ke psikologi, > pola asuh yang ideal adalah pola asuh yang tidak ekstrim kerasnya atau > ekstrim lunaknya. Menurut teorinya Adler (Allpsych & Heffner, 2003), > pola asuh yang mendatangkan problem adalah antara terlalu pampering > (terlalu protektif) atau terlalu neglecting (kurang peduli). Begitu > juga dengan berbagai konsep parenting lain. > > Cuma memang kita sendiri sudah tahu bahwa acuan ideal itu kan tidak > mungkin bisa kita terapkan secara sempurna di lapangan. Dengan > berkonsentrasi pada tindakan, meskipun kita tidak bisa menerapkan > secara sempurna, tetapi akan terjadi penyempurnaan terus-menerus. Ini > karena tindakan itu dinamik. Mudahan-mudahan kita termasuk orangtua > yang bisa mendampingi anak-anak kita dalam mengembangkan dirinya > dengan kualitas yang lebih bagus dari kita dulu. > > Semoga bermanfaat. > > Oleh : Ubaydillah, AN > > > __________ NOD32 3820 (20090203) Information __________ This message was checked by NOD32 antivirus system. http://www.eset.com -------------------------------------------------------------- Info tanaman hias: http://www.toekangkeboen.com Info balita: http://www.balita-anda.com Peraturan milis, email ke: peraturan_mi...@balita-anda.com menghubungi admin, email ke: balita-anda-ow...@balita-anda.com