Hi mbak Vinty,

Thanks a lot for sharing your story :) ... mengingatkan saya dengan
'pasukan' di rumah :)

Saya pikir ... hanya saya yang kalau pulang kantor selalu dapat "tarian
selamat datang" dari 4 anak kecil, berikut kegaduhan yang bisa buat tetangga
di blok seberang sampai lihat dari jendela

Saya pikir ... 'duuhh ... capek banget deh!!'  kalau baru saja masuk rumah,
harus berhadapan dengan 3 anak kecil yang bertanya plus bercerita dalam
waktu bersamaan tanpa tanda2 ada yang mau mengalah untuk diam sebentar kasih
giliran untuk yang lain ... ditambah 1 baby yang sudah pengen turun aja dari
gendongan pengasuhnya and 'loncat' ke badan saya :)
Tapi baca cerita mbak, saya bisa membayangkannya jadi kelucuan yang
'langka', yang nggak tahu lagi kapan saya alami kalau nanti anak2 sudah
besar :)

Kalau weekend and lagi jalan2 dengan 'rombongan', ketemu orang2 yang setelah
tahu jumlah anak saya, sebagian besar berkomentar, "wah ... enak nanti, mbak
kalau sudah pada besar2, sekarang sekalian capeknya" (of course sebagian
kecil tetap berkomentar, "lha ... mbak, yang bontot 'kesundulan' ya?' ;))
... kadang terpikir, "iya sih, cuma nunggu besarnya lamaaaa banget ya
hehehe)

So, mungkin nambahin tips untuk semua moms yang kadang 'gerah' and kadang
terpaksa berubah jadi 'mama singa' : ajak papanya anak2 untuk kerja sama :)


Mulai dari bagi tugas untuk taking care the kids atau minta dia ajak 'kabur'
salah satu anak entah ke mana supaya mamanya bisa santai sejenak.
Untuk anak yang sudah sekolah, minta papanya untuk bantuin/temani ngerjain
PR atau ulangan waktu weekend (karena di 5 hari kerja biasanya mama yang
dapat 'tugas' ini) atau bisa juga minta anak diajarin papanya dengan mata
pelajaran yang di'klaim' papanya that he's very good at it :)
... sampai ke tahap: tahu banget kondisi sang mama sehingga selalu siap
dengan ajakan langsung 'ngabur' berdua saja walau hanya dalam beberapa jam.
Khusus untuk option terakhir, dari pengalaman pribadi, setelah 'ngabur'
berdua ... pulang ke rumah lebih seringnya (nggak selalu juga sih ;)) punya
point of view yang agak berbeda waktu lihat anak2 dengan segala
kenakalannya. ....

... walaupun nanti 'bertaring dan bertanduk'  or harus tingkatkan nada suara
sekian desibel lagi dengan salah satu anak (atau salah 'tiga' anak untuk
kasus saya) ... I love them to bits and pieces ... and hopefully they know I
honestly do! :)

cheers,
Sylvia - mum to Jovan (6 y.o), Rena (4 y.o), Aleta (2 y.o) & Luigi (7 m.o)



2009/11/3 vinty novitasari <vinty_nov...@yahoo.com>

> Sharing aja. Anak saya cowo 9 th, dan cewe 4 th. Menurut saya sih anak saya
> cukup cerdas, dan kritis. Ini saya tandai selain dari nilai sekolah,juga
> dari cara mereka berkomunikasi. Masalahnya mungkin karena mereka cerdas,
> kami berdua harus selalu siap menjawab pertanyaan mereka, dan kadang mati
> gaya, karena mereka pandai sekali membalikkan kata kata atau jawaban yang
> dulu mungkin pernah saya pakai untuk menjawab mereka.
> kalau kami pulang kerja jam 8 malam, mereka "menarikan tarian selamat
> datang" istilah kami untuk expresi teriak teriak, lari lari, mukulin
> adiknya, geplak kakaknya, teriak teriak, ngebalikn kursi dll,dll. Dalam
> kondisi cape luar biasa. lapar dan ngantuk rasanya pingin teriak aja, nyuruh
> mereka diam.dan inilah yang dulu kami lakukan.
> Ternyata ini gak mempan mereka malah tambah gila gilaan dan biasanya
> berakhir dengan salah satu pihak ngamuk dan yang lainnya nangis. Kebetulan
> ada adik saya yang lagi nginep di rumah, dan dia bilang, coba cara lain.
> mereka cuma ingin diperhatikan. Jadi pulang kerja, saya minta suami untuk
> tidak melakukan kebiasaaanya nonton tv dan santai atau malah langsung tidur.
> tapi kami belajar berbagi tugas.
> Di jalan, saya usahakan saya istirahat, dan kami makan dulu. sampai di
> rumah, kami akan menggendong mereka satu satu. dan mukanya saya liatin. saya
> tidak mandi, tidak nonton tv, hanya ngeliatin muka mereka aja, dan kalau ada
> "celah" buat masuk di tengah teriakan mereka, saya akan tanya kegiatan
> mereka hari itu. kalau sudah agak tenang, suami baru mandi, dan saya yang
> handle mereka dulu. biasanya rebutan mau ngomong. nah kalau gitu, saya minta
> mereka mengacungkan tangan dulu, baru saya tentukan siapa yang bicara
> dulluan. selama ini sih cukup berhasil, mereka dah ngerti kalau ngomong gak
> usah rebutan, karena mama papa pasti mendengarkan. Kalau belajar untuk
> ulangan misalnya, kan dari sekolah biasanya ada pemberitahuan jadwal
> ulangan, saya akan minta si kakak untuk bikin jadwal itu sebagus mungkin di
> komputer (dia suka banget main komputer) setelah jadi, kita tempel di
> dinding kamarnya, dan kita sama sama bikin jadwal belajar. menurut dia
> papanya jago
>  matimatika, maka dia bikin jadwal, bahwa papanya harus standby pada
> tanggal berapa. Nah kalau dah gini, dia yang galak nelpon
> papanya, mengingatkan kalau hari ini papa harus pulang cepat karena jadwal
> matimatika. Mungkin ini memberikan rasa kekuasaan sama dia, jadi dia sih
> seneng kalau bikin jadwal belajar sendiri. biasanya pas papanya pulang, dia
> dah standby di depan papan tulisnya, bikin soal banyak banyak buat papanya
> (kebalik ya ? siapa yang belajar coba, anak apa papanya)
> Sebelum tidur, saya kasih "me" time buat mereka. adiknya jam 9, kakaknya
> jam 9.30. Dari jam 9 sampai jam 9.30, adik pelukan sama mama, baca cerita,
> ngobrol atau apa aja. kakak nunggu jadwalnya sambil baca buku. Jam 9.30 adik
> sudah harus tidur, karena sekarang giliran kakak mau ngobrol sampai jam 10.
> Memang kadang gak berjalan lancar, karena saya pulang kemalaman atau harus
> keluar kota. tapi kami berbagi tugas saja dan memaksakan diri untuk
> konsisten tiap hari begitu. awalnya susah, tapi sekarang sudah menikmati
> hasil.. kadang kalau saya cape dan pusing banget sementara papanya lagi
> lembur, saya yang minta pengertian anak anak, minta ijin tidur dulu setengah
> jam boleh ? nanti kalian bangunin mama pas jarum panjang di angka 6, dan
> kita lanjutkan baca dongengnya. mereka dah mau ngerti.
>
> Mudah-mudahan bisa berguna, yang penting jangan main tangan, karena makin
> lama mereka makin besar, kita makin tua dan lemah, mereka bisa membalas
> suatu hari nanti.
> Patokannya gini aja. untuk anak 0-3 th, berikan kasih sayang tanpa syarat..
> 3-6 th, berikan pembiasaan harian yang baik 6-9 berikan contoh tanggung
> jawab (orang tua gak boleh berjanji tapi gak ditepati) dan mulai mengenalkan
> pada peraturan peraturan sederhana reward dan punishment sudah bisa masuk.
> umur 9-12 ajarkan tanggung jawab dan pastikan mereka mengikuti aturan yang
> berlaku.
>
> Maaf jadi kepanjangan, smg bisa membantu. oh satu lagi, tips buat mbak
> hesti, kalau anak dibilangin terus malah ngeledek, nye nye nye gitu, mbak
> diem dulu pasang wajah tanpa ekspresi, coba pakai gerakan tangan, seolah
> olah tangan kita itu sedang ngomong, ikutin nada ngeledek mereka, tapi gak
> usah ngomong apa -apa. kalau anak saya digituin, dia akan berusaha menangkap
> tangan saya dan membuatnya gak bergerak. intinya makin dia ngeledek dan
> melihat tangan kita, dia jadi minta saya menghentikan gerakan tangan itu,
> dan saya minta dia berhenti ngeledekin saya. impas kan.
>
> kalau omongan mama galak, papa penipu dan sejenisnya, saya juga lagi
> mencari cara buat mendeletenya dari perbendaharaan kata kata si kakak. yang
> lagi di uji coba nih, tiap kali ada kesempatan, saya perjelas kata kata
> mereka. misalanya si kakak ngomong dasar papa penipu. saya bilang ke si
> kakak, oke kak, penipu.  penipu adalah orang yang tidak melakukan hal yang
> diperjanjikan dengan sengaja, untuk merugikan orang lain. Nah dengan begitu,
> coba kakak pikirkan apakah menurut kakak papa penipu ? abis itu dia mikir,
> mungkin menganalisa kali ya, trus dia bilang, ya gak gitu gitu amat sih ma.
> nah loh jadi bukan penipu tohhhhh ? hiks....cape deh.
>
> rgds
> vinty
> --- Pada Sen, 2/11/09, Mama 2D <mam...@gmail.com> menulis:
>
> <deleted>

Kirim email ke