itu bukan hanya sekedar peringatan ato ujian, tapi demikianlah kehendak
Alloh yg berlaku.
mungkin Alloh akan menuntaskan kenikmatan para penjahat/koruptor di dunia
ini, tapi di akhirat azab telah menanti.
Al Quran-pun telah menjabarkannya dgn jelas.

Jadi, nikmat Tuhan manakah yg kita dustakan ?

thx

> ----------
> From:         Evi Eryani[SMTP:[EMAIL PROTECTED]
> Reply To:     balita-anda@balita-anda.com
> Sent:         Friday, January 07, 2005 8:49 AM
> To:   balita-anda@balita-anda.com
> Subject:      Re: [balita-anda] 2.000 Peserta 10 K Belum Ditemukan
> 
> Semua itu kan peringatan bagi yang masih hidup, para koruptor jika sadar 
> bahwa harta itu tidak ada artinya saat mati tentu mereka tobat dan kembali
> 
> ke jalan yang benar. Mudah-mudahan dengan adanya bencana seperti ini kita 
> semakin sadar bahwa harta bukan segalanya didunia ini, mobil yang kita 
> sayang-sayang kalau Tuhan mau ambil ya diambil begitu saja, rumah megah 
> yang kita bangun dan kita banggakan kalau Tuhan mau hancurkan ya sedetik 
> saja sudah hancur. Semoga menjadi hikmah bagi kita yang masih hidup.
> 
> Best Regards,
> 
> Evi Eryani
> Tax Planning & Control
> 
> 
> 
> Harnofen <[EMAIL PROTECTED]> 
> 07-01-2005 08:40
> Please respond to
> balita-anda@balita-anda.com
> 
> 
> To
> balita-anda@balita-anda.com
> cc
> 
> Subject
> Re: [balita-anda] 2.000 Peserta 10 K Belum Ditemukan
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Nanti lawyer ,  mass media , dan bodyguard kehilangan  lahan penghasilan 
> pak.  Gitu juga Hakim dan Jaksa dapat tambahan dari siapa , karena kalau 
> cuma nangani kasus kriminal kan ga ada duitnya
> 
> [EMAIL PROTECTED] wrote:
> 
> > Kenapa bukan koruptor aja yg kena tsunami.............
> >
> >
> >
> >
> >
> >  BANDA ACEH - Banyak cerita tragis saat "monster" bernama tsunami 
> menggulung kota dan penghuni
> >  Banda Aceh. Pada Minggu kelam itu, digelar lomba gerak jalan 10 
> Kilometer (10 K) Aceh Open 2004
> >  yang diikuti 2.000 peserta. Wali Kota Banda Aceh Syarif Abdul Latif 
> yang sedianya membagikan
> >  piala untuk pemenang juga ikut hilang bersama ribuan peserta lomba 
> tersebut.
> >
> >  Firdaus, 52, pegawai Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora Provinsi NAD) 
> yang juga salah seorang
> >  panitia 10 K tersebut, menjadi saksi ganasnya tsunami yang membuat 
> ribuan peserta lomba itu
> >  lenyap. Dia juga merupakan orang terakhir yang berbincang dengan Syarif
> 
> sebelum wali kota itu
> >  hilang dan hingga kini belum ditemukan.
> >
> >  Saat petaka Minggu pagi tersebut, Firdaus bersama wali kota berbincang 
> di Lapangan Blang Padang,
> >  tempat lomba lari itu digelar. Keduanya sedang berbincang santai sambil
> 
> menunggu lomba berakhir.
> >  "Jarum jam saat itu menunjukkan pukul 08.20," jelas Firdaus kepada 
> wartawan koran ini, Armydian
> >  Kurniawan.
> >
> >  Sebagian besar peserta lomba yang dimulai setengah jam sebelumnya 
> tersebut sudah kembali memasuki
> >  lapangan setelah mengitari rute jalan-jalan utama di tengah kota. 
> Beberapa di antaranya memang
> >  ada yang sengaja memotong kompas dan segera kembali ke lapangan ketika 
> merasakan gempa yang
> >  sangat hebat sekitar sepuluh menit setelah mereka dilepas di garis 
> start.
> >
> >  Lomba rutin setahun sekali yang terbuka untuk masyarakat luas tersebut 
> kali ini dimulai lebih
> >  awal dari jadwal. Seharusnya start dimulai tepat pukul 08.00. Namun, 
> karena sudah banyak peserta
> >  yang berkumpul dan meminta segera diberangkatkan, lomba dimajukan 15 
> menit. Sehingga, sekitar 30
> >  menit setelahnya, peserta yang benar-benar ikut rute sudah banyak yang 
> tiba.
> >
> >  Obrolan Firdaus dan wali kota tentang gempa yang baru terjadi terhenti 
> begitu mereka mendengar
> >  suara gemuruh hebat di kejauhan dan melihat orang-orang berlarian 
> kocar-kacir sambil berteriak
> >  penuh kepanikan.
> >
> >  Tak lama, dari atas Paviliun Seulawah yang berjarak sekitar 100 meter 
> arah barat dari tempat
> >  mereka berdiri, tampak air laut berwarna hitam pekat setinggi enam 
> meter bergulung-gulung deras
> >  mendekat dengan sangat cepat seperti tangan-tangan besar yang siap 
> menerkam. Angin yang sangat
> >  kencang disertai debu menerjang mereka.
> >
> >  Firdaus sempat melihat jelas berbagai benda seperti lempengan seng, 
> balok-balok kayu, bahkan
> >  sepeda motor beterbangan di atas gelombang. Ombak raksasa yang jatuh 
> dan pecah di daratan
> >  mengeluarkan putaran asap yang membubung tinggi. Entah itu debu atau 
> memang air laut yang panas
> >  bergolak. Air juga datang dari ujung Jalan Iskandar Muda, tepatnya dari
> 
> belakang rumah dinas
> >  Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Endang Suwarya.
> >
> >  Kalau tidak segera pergi, air pasti akan mengurung. Mencium bahaya 
> sudah di depan mata, spontan
> >  Firdaus menarik tangan wali kota untuk ikut berlari bersama dirinya 
> menjauhi Lapangan Blang
> >  Padang. Keduanya berlari beriringan secepat-cepatnya ke arah simpang 
> empat Taman Sari yang
> >  berjarak sekitar 400 meter dari lapangan tersebut.
> >
> >  Firdaus sempat menoleh ke belakang. Dia melihat ratusan orang yang 
> sedang berlarian di jalan dari
> >  arah Punge, Lam Paseh, hilang dalam sekejap ditelan gelombang air yang 
> bergulung-gulung itu.
> >  Bapak tujuh anak tersebut ingat betul, jalanan yang dilaluinya saat 
> berlari masih kering tanpa
> >  genangan sedikit pun. Sedangkan tak lebih dari 100 meter di 
> belakangnya, air deras sudah melumat
> >  segala yang dilewati. Termasuk, jalanan yang beberapa detik sebelumnya 
> dia lintasi untuk menjauh
> >  menyelamatkan diri.
> >
> >  Ketika menengok ke samping, dia tidak melihat lagi Wali Kota Syarif 
> Abdul Latif. Mungkin wali
> >  kota tertinggal di belakang. Situasi yang penuh kepanikan dan sangat 
> menegangkan membuat dirinya
> >  tidak lagi berpikir untuk mencari sosok wali kota tersebut. Gemuruh air
> 
> di belakangnya terdengar
> >  semakin besar dan mendekat. Firdaus pun berhasil mencapai simpang 
> empat. Dia tidak berhenti dan
> >  dengan cepat memutuskan menuju pendapa gubernuran yang berjarak sekitar
> 
> 500 meter dari situ.
> >
> >  Firdaus pun berhasil mencapai Simpang Empat. Ayah crosser nasional 
> Zulfikar itu tidak berhenti
> >  dan dengan cepat memutuskan untuk menuju pendapa gubernuran yang 
> berjarak sekitar 500 meter dari
> >  situ. Genangan air dan lumpur ternyata sudah merendam halaman pendapa 
> kira-kira setinggi lutut.
> >  Kemungkinan datang dari arah lain. Dia langsung naik ke bangunan yang 
> paling tinggi bersama
> >  orang-orang yang juga sudah lebih dahulu mencapai tempat itu. Di sana 
> mereka berdiam dan
> >  berdebar-debar menunggu apa yang akan terjadi.
> >
> >  "Syukurlah, ternyata air berhenti tepat di depan pendapa. Barangkali 
> sudah terpecah menghantam
> >  ratusan bangunan lain sebelum tiba di sana. Hanya genangan air dan 
> lumpur yang masih merembes
> >  pelan. Saya tidak terluka sedikit pun," ujar penduduk Ulee Kareng (3 km
> 
> dari pusat Kota Banda
> >  Aceh) itu.
> >
> >  Setelah satu jam berada di pendapa, Firdaus yang baru setahun bertugas 
> di Dispora NAD memutuskan
> >  untuk kembali ke Lapangan Balang Padang untuk menengok keadaan para 
> peserta lomba. Ketika itu,
> >  air sudah surut. Di sepanjang jalan kondisi sudah porak-poranda. 
> Tumpukan kayu, sampah, dan
> >  timbunan lumpur di mana-mana. Mobil saling bertumpuk. Mayat-mayat 
> berserakan. Kondisinya sudah
> >  tak keruan. Banyak juga korban yang masih hidup dan ditolong beberapa 
> orang yang juga berhasil
> >  selamat.
> >
> >  Karena kondisi jalan yang rusak berat dan penuh timbunan barang, 
> Firdaus terpaksa merangkak
> >  ratusan meter untuk mencapai Blang Padang. Di tengah perjalanan dia 
> bertemu dengan Saiful dan
> >  Nuruddin, dua temannya yang selamat, sama-sama panitia lomba lari dan 
> gerak jalan. Tiba di
> >  lapangan, kondisinya sudah berbalik 180 derajat. Tidak ada lagi 
> keramaian dan spanduk-spanduk
> >  acara. Tidak ditemukan lagi satu pun peserta lomba maupun panitia 
> lainnya. Semuanya sudah rata
> >  dengan tanah, tertutup lumpur, dan tertimbun barang-barang yang 
> diempaskan ombak tsunami. Hanya
> >  monumen pesawat pertama milik RI yang masih terpajang kukuh sebagai 
> saksi bisu tragedi yang
> >  terjadi di lapangan di depannya.
> >
> >  Tepat di trotoar di bawah pesawat, ketiga orang itu melihat seorang ibu
> 
> yang siap melahirkan
> >  ditunggui suaminya yang panik. Perempuan itu sudah telentang tak 
> berdaya, penuh kotoran, dan
> >  menjerit-jerit kesakitan. Karena tak tahan membayangkan penderitaan si 
> ibu, Firdaus berjalan
> >  mendekat dan dengan kemampuan seadanya membantu proses persalinan di 
> pinggir jalan.
> >
> >  Untunglah, ibu tadi dan bayi perempuannya berhasil diselamatkan. 
> Spontan Firdaus membuka baju
> >  yang dikenakannya dan dibalutkan ke tubuh si bayi. Tidak berapa lama, 
> datang bantuan. Ibu itu dan
> >  bayinya langsung dipindahkan ke ambulans. Sampai kemarin, saat ditemui 
> koran ini ketika sedang
> >  merapikan gedung Dispora NAD bersama rekan-rekannya, Firdaus tidak tahu
> 
> lagi kabar keluarga itu.
> >
> >  Kepala Dispora NAD Teuku Pribadi mengisahkan, dirinya yang mengibarkan 
> bendera start sebagai
> >  tanda lomba dimulai. Ketika gempa hebat terjadi, semua yang beada di 
> lapangan tiarap. Tak lama
> >  kemudian, Hotel Kuala Tripa dan Balai Gading yang berada di seberang 
> lapangan ambruk dengan suara
> >  yang luar biasa kerasnya.
> >
> >  Karena itu, Teuku Pribadi langsung berinisiatif mengecek kondisi asrama
> 
> atlet binaan dan SMU Plus
> >  Olahraga di Kawasan Stadion Long Raya. Lokasinya sekitar 10 menit 
> perjalanan dengan mobil. Jadi,
> >  saat musibah terjadi, Teuku Pribadi sudah berada di asrama. Untunglah, 
> semua atlet binaan selamat
> >  karena sedang berada di luar gedung untuk sarapan.
> >
> >  Dia memperkirakan, saat tsunami menghantam lapangan Blang Padang dan 
> menenggelamkan orang-orang
> >  yang berada di sana, masih cukup banyak peserta yang di tengah 
> perjalanan. Paling tidak, mereka
> >  yang berada di lintasan Kampung Neuseu atau di Jalan Diponegoro depan 
> Masjid Raya Baiturrahman.
> >  Dia menuturkan, dirinya pernah mendengar kabar ada peserta lomba yang 
> naik ke atap-atap rumah
> >  maupun pohon-pohon asam di pinggir jalan.
> >
> >
> >
> > DISCLAIMER :
> >
> > The information contained in this communication (including any 
> attachments) is privileged and confidential, and may be legally exempt 
> from disclosure under applicable law. It is intended only for the specific
> 
> purpose of being used by the individual or entity to whom it is addressed.
> 
> If you are not the addressee indicated in this message (or are responsible
> 
> for delivery of the message to such person), you must not disclose, 
> disseminate, distribute, deliver, copy, circulate, rely on or use any of 
> the information contained in this transmission.
> >
> > We apologize if you have received this communication in error; kindly 
> inform the sender accordingly. Please also ensure that this original 
> message and any record of it is permanently deleted from your computer 
> system. We do not give or endorse any opinions, conclusions and other 
> information in this message that do not relate to our official business.
> >
> > AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN 
> SUMATERA UTARA !!!
> > ================
> > Kirim bunga, http://www.indokado.com
> > Info balita: http://www.balita-anda.com
> > Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: 
> [EMAIL PROTECTED]
> > Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
> 
> 
> AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN 
> SUMATERA UTARA !!!
> ================
> Kirim bunga, http://www.indokado.com
> Info balita: http://www.balita-anda.com
> Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: 
> [EMAIL PROTECTED]
> Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
> 
> 
> 

AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA 
UTARA !!!
================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke