Maaf jika sudah pernah terima.....



Benarkah Vaksin MMR Bukan Pemicu Autisme?
     Publikasi: 07/04/2005 09:15 WIB


     eramuslim - Debat vaksin MMR ini menjadi suatu kontroversial karena
     dinilai sebagai pemicu autisme pada anak. Kendati penelitian terakhir
     menyatakan vaksin ini aman. Tapi, masalah kehalalan kandungannya pun
     terus dipertanyakan.


     Pada tahun 1993, suntikan MMR (measles, mumps and rubella) di kota
     Jepang telah ditarik dan tidak boleh diberikan pada anak lagi. Tapi
     kenyataannya, sampai saat ini insiden terjadinya autisme tetap
     meningkat.


     Autisme merupakan sekumpulan gangguan perkembangan syaraf yang muncul
     dalam tiga tahun pertama kehidupan manusia, Autisme biasanya ditandai
     dengan gangguan keterlambatan dalam hal kesadaran, bahasa, perilaku,
     komunikasi dan interaksi sosial.


     Di Jepang, suntikan MMR diberikan pada anak usia 1 tahun. Di tahun
     1988, sebanyak 69,8% anak mendapat suntikan anak, di tahun 1990
     menurun hingga menjadi 33,6% dan di tahun 1992 hanya tinggal 1,8%. 
Dan
     akhirnya di tahun 1993, vaksinasi ini ditarik oleh pemerintah.


     Kejadian MMR sendiri adalah 48 kasus dari 10.000 anak yang dilahirkan
     di tahun 1988. Dan tetap terjadi peningkatan walaupun vaksinasi MMR
     telah ditarik yaitu terdapat 117,2 kasus autisme dari 10.000 anak 
yang
     dilahirkan pada tahun 1996.


     Tapi para peneliti tetap dituntut melakukan suatu penelitian untuk
     membuktikan bahwa vaksin MMR ini benar-benar aman digunakan dan tidak
     menyebabkan autisme pada anak.


     Kekhawatiran ini muncul sejak tahun 1998 dimana suatu penyelidikan
     seorang ahli yang dituangkan dalam jurnal the Lancet, mengklaim bahwa
     vaksin MMR mungkin merupakan pencetus dari terjadinya autisme pada
     anak. Sebenarnya belum ada penelitian yang membuktikan hal tersebut
     dan kebanyakan peneliti percaya bahwa vaksin ini aman untuk diberikan
     pada anak. Tapi hal ini telah membuat semakin sedikit anak yang
     mendapat vaksinasi MMR.


     Vaksinasi MMR adalah vaksin yang diberikan untuk meningkatkan
     ketahanan tubuh anak terhadap penyakit Mumps (gondongan), Measles
     (campak) dan Rubella (campak jerman). Diberikan dua kali yaitu pada
     usia 15 bulan dan 6 tahun: Vaksin MMR-1 diberikan pada saat usia si
     kecil 15 bulan. Tapi bila sampai usia 12 bulan si kecil belum
     mendapatkan vaksin campak, maka MMR dapat diberikan pada saat usianya
     12 bulan; Vaksin MMR-2 diberikan pada saat usianya 6 tahun atau mulai
     masuk SD.


     Benang merah yang ada pada vaksin untuk anak-anak sudah lama 
diektahui
     mengandung sejumlah zat kimia. Dalam vaksin DPT dan Hepatitis B
     misalnya, terkandung alumunium dan etilen glikol. Sedangkan, dalam
     vaksin cacar air dan MMR, terdapat gelatin dan thimerosal yang
     mengandung merkuri.


     Zat thimerosal merupakan senyawa merkuri organik yang dikenal sebagai
     bentuk sodium etilmerkuri thiosalisilat yang mengandung 49,6 persen
     merkuri. Zat ini digunakan sejak 1930 sebagai bahan pengawet dan
     stabilisator dalam vaksin, produk biologis atau produk farmasi
     lainnya. Padahal, dalam dosis tinggi merkuri bisa meracuni saraf
     manusia. Senyawanya mudah menembus sawar darah otak dan dapat merusak
     otak.


     Di Amerika, lembaga Pengawasan Makanan dan Obat (FDA), sejak 1997
     mereka berpendapat bayi yang menerima beberapa vaksin yang mengandung
     thimerosal mungkin menerima asupan merkuri ke dalam tubuh mereka
     melebihi batas yang direkomendasi pemerintah. FDA sendiri menetapkan
     0,4,g/kg/hari. Sementara WHO, menetapkan batas asupan merkuri yang
     aman adalah 0,47 mg/kg/hari.


     Lalu, dua tahun berikutnya, 1999, FDA mulai berkampanye untuk
     menghilangkan segala bentuk vaksin yang mengandung thimerosal.
     Usahanya itu berhasil. Sekarang, penggunaan vaksin pada banyak vaksin
     sudah dihilangkan dari negeri Paman Sam tersebut.


     Bagaimana dengan Indonesia? Bila Amerika sudah melarang, tapi di
     Indonesia masih tetap marak dipakai. Seorang pakar autisme 
berpendapat
     bahwa secara epidemologis, pemberian vaksin tidak ada pengaruhnya 
pada
     autisme. Sebab, ada dua faktor yang menentukan seseorang itu autisme
     atau tidak, yaitu faktor bakat dan faktor dari luar tubuh.


     Faktor eksternal itu bisa dari protein yang tidak bisa diterima 
tubuh,
     susu sapi ataupun tepung. Sedangkan thimerosal yang terkandung dalam
     vaksin tidak akan menjadi masalah terhadap anak-anak yang tidak
     berbakat autisme.


     "Tapi, yang berbakat autis, ini bisa menjadi pemicu," kata Dokter
     Handoyo seperti dikutip Tempo.


     Jika pun thimerosal itu benar-benar aman seperti diklaim oleh para
     peneliti, tapi dari segi kehalalanya pun perlu dipertanyakan. Karena
     ada beberapa bahan yang bisa digunakan untuk vaksin. Misalnya
     bagian-bagian yang berasal dari tubuh hewan atau manusia yang
     diperlukan untuk mengembangkan virus dalam vaksin. Contohnya, tisu 
sel
     otak arnab, buah pinggang anjing, buah pinggang monyet, protein telor
     ayam dan itik, embiro anak ayam, serum anak lembu, darah babi atau
     kuda, nanah cacar lembu, janin manusia dan lain-lain.


     Contoh vaksin dan organ hewan yang digunakan misalnya; virus campak
     mengunakan embrio anak ayam; virus polio memakai buah pinggang 
monyet;
     virus rubella sel diploid (sel janin manusia yang digugurkan atau
     dibedah; vaksin hepatitis B mengandung 12 mcg raksa, yang berarti
     lebih 30 kali lebih berbahaya dan mematikan. (to/berbagai sumber)

Kirim email ke