ikutan sedih deh baca ceritanya...mudah2an keluarganya tabah ya...
  Anehnya kog katanya anaknya dilahirkan pertengahan Juni 2005, sedangkan
sekarang masih April???Apa salah tulis ya???

Ami




[EMAIL PROTECTED] on 2005/04/28 01:14:57 PM

Please respond to balita-anda@balita-anda.com

To:    balita-anda@balita-anda.com
cc:

Subject:    [balita-anda] SHARING PENGALAMAN/KISAH NYATA


dari millis sebelah....
Netter's...terharu sekali saat aku membaca ceritanya, kasian sekali bayi
ini..
hik..hik...jadi ngga bisa nulis kata2 lagi...

Turut Berduka,
Ummi Nayla
www.babiesonline.com/babies/n/naylaauraalshafa

Sent: Tuesday, April 26, 2005 4:29 PM

Subject: SHARING PENGALAMAN/KISAH NYATA

Ini kisah nyata yang saya alami, sebagai informasi / pelajaran bagi
Rekan-rekan jika suatu saat ada yang menghadapi cobaan seperti yang saya
alami.

Saya salah satu karyawan Kantor Pusat di Perusahaan kita, saya menikah
pada pertengahan tahun 2001, saya mempunyai Istri "I" yang dulunya juga
adalah karyawan di Perusahaan kita (Cab. Fatmawati), dan karena untuk
mematuhi peraturan di perusahaan (tidak boleh menikah antar sesama
Karyawan), Istri saya mengundurkan diri dari Perusahaan.

Sejak Menikah (th.2001), Istri saya telah mengalami dua kali keguguran,
yang pertama +/- pada kehamilan berumur 2,5 bulan, dan yang kedua sempat
di Operasi "Kuretase" karena usia kehamilannya telah berumur 3,5 bulan.

Penyebab keguguran, menurut dokter "K" di RS "A" Panglima Polim/Jakarta ,
karena Istri saya "kecapaian" (Istri saya bekerja di Perusahaan lain
setelah pengunduran dirinya) dan kandungannya "agak lemah". Dokter
memeriksa hasil Lab. komplit hasilnya " negatif ", tidak terdapat penyakit
yang menyebabkan Istri saya keguguran. Jadi secara medis memang
penyebabnya hanya "Kecapaian" dan "Kandungannya lemah". Jadi jika suatu
saat Istri saya hamil lagi, dokter menyarankan harus extra hati-hati dalam
merawatnya.

Bulan Sept 2004, Pada saat Istri saya periksa (karena sudah terlambat
bulan) ke dokter kandungan dr. "K" di RS "A", istri saya kembali
dinyatakan Hamil, keluarga kami begitu bahagia mendengar berita ini. Lalu
saya dan Istri dengan sangat hati-hati merawat kehamilan ini. Segala
saran-saran dokter kami laksanakan dengan baik, minum penguat janin,
vitamin-vitamin, susu ibu hamil, menjaga kesehatan makanan, makan makanan
bergizi, menjaga pantangan-pantangan ketika Hamil, dan bahkan untuk
menjaga kehamilannya (pada saat itu berumur 5 bulan), Istri saya rela
kembali keluar dari tempat kerjanya (saat itu masih bekerja pada Bank "B")
dengan tujuan ingin benar-benar konsentrasi dalam merawat/menyusui anak.

Pada pertengahan bulan Juni 2005, Istri saya melahirkan dengan baik (walau
dengan operasi caesar), bayi kami sehat tidak kurang suatu apapun,
beratnya 3.150 Kg dengan panjang 49 Cm. Sekali lagi Kami sangat bahagia
atas peristiwa ini. Kembali Segala saran-saran dokter (Dokter Anak: Prof.
"R" di RS "A") kami laksanakan dengan baik, minum vitamin-vitamin, susu
ibu menyusui, menjaga kesehatan makanan/perlengkapan makan, makan makanan
bergizi, menjaga pantangan-pantangan dalam merawat bayi. dan rutin
melakukan Imunisasi.

Disinilah mulai timbul bencana pada keluarga kami, pada saat anak/bayi
kami berusia +/- 7 bulan, untuk kesekian kalinya kami datang untuk
imunisasi, pada saat itu kami datang ke dr Anak kami Prof. "R" di RS "A" ,
namun pada saat itu beliau tidak masuk, diganti oleh dokter
pengganti/wanita yang masih muda/mungkin dokter baru (namun saya lupa
namanya). Begitu melihat jadwal pada buku RS anak saya, dokter tersebut
langsung siap melakukan imunisasi terhadap anak saya, "hari ini imunisasi
HIB ya ?!" , saya & istri tahu bahwa imunisasi HIB tersebut salah satunya
untuk mencegah radang Otak, makanya Istri saya sempat bertanya, "dok,
seandainya imunisasi ini tidak dilakukan bagaimana ya ?!", lalu dokter
pengganti tersebut menjawab dengan nada agak ketus, "apakah ibu mau, anak
ibu jadi Idiot?! (sambil memperagakan tampang muka orang yang idiot dengan
lidah dijulurkan keluar)" . Karena begitu sayangnya kami dengan anak kami,
sudah barang tentu kami tidak mau anak kami idiot, lagi pula saya saat itu
berfikir demi kesehatan anak kami tentulah kami menuruti apa kata dokter
yang lebih tahu/berpengalaman dengan imunisasi tersebut. Lalu tanpa
memeriksa dengan seksama kondisi anak kami dalam keadaan fit/tidak, dan
perlu tidaknya imunisasi tersebut kembali diberikan kepada anak saya
(karena sebelumnya pada saat berumur +/- 5 bulan anak kami telah pernah
diberikan imunisasi HIB I) dokter pengganti tersebut langsung memberikan
suntikan imunisasi HIB II kepada anak saya.

Dua hari setelah pemberian imunisasi HIB yang kedua tersebut anak kami
mengalami panas, lalu turun, panas lagi lalu turun ( 2 atau 3 hari sekali
pasti mengalami panas ) dan anehnya panasnya hanya dikepala dan di
pundak/leher serta di ketiak saja, badan/tangan dan kakinya tidak. Hal ini
berlangsung +/- selama dua minggu, jika sedang panas, panasnya pernah
sampai 40,6 derajat C.

Sewaktu di kantor saya sempat bertanya kepada rekan-rekan yang
masih/pernah punya anak kecil mengenai panas anak saya, banyak diantara
mereka yang bilang panas setinggi itu berbahaya, malah sebagian teman
bilang anaknya panas "cuma" 38 derajat C saja sudah Step/kejang-kejang,
namun sampai hari itu anak saya belum pernah Step/kejang-kejang, padahal
panasnya beberapa kali sampai 40 derajat C, dan biasanya akan turun dengan
sendirinya, paling-paling hanya rewel, susah tidur. Saya mulai Panik dan
khawatir, takut jika anak saya tiba-tiba kejang/step di rumah.

Dan Saya mulai ke dokter, kebetulan di dekat rumah ada dokter Umum di RS.
"D" ( Berhubung waktu itu hari minggu tidak ada dokter Spesialis anak yang
Buka ). Dokter tersebut memberikan beberapa macam obat, ada yang syrup,
ada yang serbuk. Setelah memakan obat-obatan tersebut selama 3 hari, anak
kami masih belum membaik ( panasnya masih naik turun ), lalu kami ke RS
"A" tempat dokter anak saya Prof. "R" dimana selain diberi obat-obatn juga
disarankan untuk memeriksakan darah anak saya ke Lab. (waktu itu saya
langsung periksakan anak saya ke Lab. "P" yang sudah berpengalaman),
Karena setelah kami ketahui hasilnya "negatif/tidak ada penyakit" dan obat
dari Prof. "R" di RS "A" juga belum efektif menyembuhkan panas anak saya,
akhirnya saya membawa anak saya ke RS "B" Cikini ( karena saya tahu di RS
"B" ada ruang perawatan anak, jika memang anak saya perlu di rawat).

Di sinilah ketabahan/kesabaran kami di uji. Saya datang pertama kali ke RS
"B" cikini, Kamis 17 Maret 2005 pagi +/- jam 7.00 Wib, dan setelah
bertanya kesana-kemari saya langsung membawa anak saya ke UGD (Unit Gawat
Darurat) karena masih pagi, dan disana ada dokter jaga, setelah dilakukan
beberapa tindakan lalu +/- jam 08.30 saya bawa anak saya ke dokter
Spesialis anak dr. "N", baru kemudian diminta untuk di bawa ke ruang
perawatan untuk di rawat.

Pintarnya RS, setiap mereka akan melakukan tindakan medis terhadap anak
kami, kami/orang tua harus menyetujui terlebih dahulu tindakan tersebut,
dengan catatan apabila orang tua pasien tidak menyetujui suatu tindakan
medis, kami juga disodorkan surat penolakan tindakan medis, yang
didalamnya tertera apabila terjadi apa-apa terhadap anak saya, maka pihak
RS tidak bertanggung jawab karena tindakan medis yang akan mereka lakukan
tidak disetujui. Itu artinya kami/pasien bagai memakan buah simalakama,
dan tentunya harus mengikuti semua langkah-langkah medis yang dilakukan
oleh pihak RS, karena memang tidak ada pilihan lain.

Anak saya langsung di infus dan diambil darahnya untuk pengecekan (karena
hasil cek darah yang saya bawa dari Lab "P" sebelumnya menurut pihak RS
bisa berubah) walaupun akhirnya hasilnya juga masih "negatif" tidak
diketahui penyebab/penyakit panas anak saya. Kemudian atas anjuran dokter
anak saya harus puasa dari jam 15.00 (tiga sore) sampai dengan 21.00
(sembilan malam) kerena akan diambil darahnya lagi untuk pemeriksaan.
Selama waktu tersebut kami sedih melihat anak saya, walaupun ada infus di
kakinya, namun anak saya tampak ingin makan/minum, namun kami tidak
berikan walau mulutnya seperti orang yang kehausan. Kami sangat
mengkhawatirkan fisik anak saya.

Benar saja apa yang Saya dan Istri saya khawatirkan terjadi, esokan
hari/Jum'at subuh begitu panas anak saya kembali tinggi sampai lebih dari
40 derajat C, anak saya langsung kejang/Step (padahal sewaktu di rumah
belum pernah sekalipun anak saya kejang/Step seperti saat itu),
suster-suster RS mulai memberikan anak saya Oksigen melalui selang ke
hidung, dan karena panas/Kejangnya lebih dari 1/2 jam, maka anak saya pagi
itu juga langsung di bawa ke ruang ICU/PICU (Pedriatic Intensive Care
Unit). Anak saya di diagnosa awal "kemungkinan" terkena Radang Otak yang
disebabkan oleh Virus/bakteri, sehingga mengganggu fungsi pengaturan suhu
tubuh. Dan dokter bilang kemungkinan sembuhnya hampir tidak ada, kalaupun
sembuh akan ada efek sisa, misalnya jadi Idiot, Lumpuh, dsb. (Pihak RS
langsung Pesimistis untuk penyembuhan anak saya).

Di ICU anak saya di rawat oleh Tim Dokter, dengan ketua Timnya yaitu dr.
"Y" (dokter spesialis anak senior RS "B"), dengan anggota beberapa dokter
Spesialis THT, Syaraf, Urologi, Bedah, dsb. Ditambah dengan
dr.Konsulen/semacam penasihat, yaitu Prof. "A" dari RS "C", selain dokter
tim tersebut dibantu oleh beberapa orang suster yang dalam sehari
bekerjanya dibagi menjadi 3 shift, suster-suster inilah yang memonitor
perkembangan kesehatan anak kami tiap saat. Suster juga sama seperti
karyawan di kantor kita, ada yang teliti, ada yang rajin, ada yang
baru/belum berpengalaman, ada yang text book, ada yang kurang berani
bertindak, dsb.

Sabtu subuh (hari ke dua perawatan) anak saya kembali panas tinggi dan
kembali kejang, kali ini suster jaga pada saat itu terlihat kurang
tanggap/cekatan dalam memberi tindakan terhadap anak saya, malahan pada
saat kejang, karena tenaga medis tidak begitu "care", Istri saya sendiri
yang harus mengganjal mulut anak saya dengan alat pengganjal agar lidahnya
tidak tergigit, dan karena terlalu lama tidak ditangani dengan baik
akibatnya anak saya semakin lemah, terlihat pada mesin yang memonitor
Oksigen dan Jantung anak saya saturasinya (istilah mesin tsb) terus
menurun. Pada saat tim Dokter datang kondisi anak saya sudah memburuk,
bahkan pada layar monitor mesin saturasi sempat terlihat "Flat", artinya
paru-paru/oksigen dan jantung anak saya telah berhenti bergerak. Saya dan
Istri langsung Shock dan lemas tangis pun tak terbendung. Beberapa tenaga
medis terus berusaha memompa secara manual nafas anak saya, lalu mereka
segera memasang mesin Ventilator/alat bantu pernafasan (mesin yang sama
dengan yang digunakan Almh. Sukma Ayu) dan menyalakannya. Seperti biasa
pihak RS menyodorkan surat persetujuan tindakan pemasangan mesin tsb. Pada
saat itu saya & istri sangat Shock, sehingga konsentrasi kami hanya kepada
anak kami tersebut, oleh karena saya tidak begitu memperdulikan surat
persetujuan melakukan tindakan yang disodorkan RS, akibatnya pihak RS
langsung mencopot kembali selang-selang yang terpasang dan mematikan
mesin/listrik Ventilator tsb. Kami kesal dan marah (walau hanya di dalam
hati), lalu segera meraih surat persetujuan tindakan tsb dan
menandatanganinya, barulah alat tersebut kembali dipasang/dinyalakan, dan
selamatlah nyawa anak saya ketika itu (padahal menurut hemat saya
hitungannya hanya detik untuk mengambil keputusan tersebut/terlambat
sedikit mungkin akan berbeda ceritanya).

Kurang lebih dua minggu alat Ventilator itu terpasang, dan dua minggu itu
pula kami mengalami pengalaman yang sangat pahit dalam kehidupan kami,
kami menyaksikan betapa tersiksanya anak yang kami sayangi yang terus
menerus dilakukan tindakan medis, diantaranya :

1. Diambil darahnya yang hampir setiap hari (dengan cara disedot dengan
alat suntik), walaupun hasil Lab.-nya selalu negatif dengan jumlah
pengambilan dalam sehari bisa 3X, dan dalam sekali ambil antara 5 - 10 CC
darah, padahal kondisi anak saya ketika itu sangat lemah/terlihat kuning
seperti kurang darah. Diambil sampel Urine, sampel cairan dari perut,
Bahkan sampai diambil contoh cairan otaknya (melalui penyedotan pada ruas
tulang belakang) walaupun hasilnya juga negatif.

2. Berganti-ganti tempat untuk memasukan jarum Infus, dari vena-vena di
kepala, tangan, kaki, selangkangan, malah karena Tim medis sudah kesulitan
memasukan jarum infus, tim medis melakukan tindakan Vena Sectio (operasi
kecil/merobek kulit/daging terluar) untuk dicari pembuluh vena yang berada
agak ke dalam agar jarum infus dapat memasukan cairan infus ke tubuh anak
saya. Kedua pergelangan tangan dan kaki anak saya telah di-Vena Sectio.

3. Bius Total, dengan alasan takut mesin Ventilator tidak berfungsi dengan
baik apabila anak saya dalam keadaan sadar.

4. Diberi obat-obatan/anti biotik berganti-ganti sesuai
indikasi/kemungkinan (Baru kemungkinan/seperti coba-coba) penyakitnya yang
kadarnya tergolong keras, yang sudah pasti banyak efek sampingnya.

5. Karena sudah tidak ada tempat untuk Infus dan pengambilan darah (semua
titik venanya telah habis), beberapa kali tindakan infus/pengambilan darah
tidak berhasil dilakukan, lalu dicoba lagi dan di coba lagi sehingga
menimbulkan bekas luka lebam/biru/bekas-bekas jarum suntik yang sangat
banyak.

6. Dilakukan foto Thorax (Rongent) beberapa kali, Padahal sekali saja
dilakukan di yakini dapat membunuh banyak sel tubuh )

7. Timbul efek samping, Paru-paru anak saya meradang/infeksi sehingga di
penuhi banyak cairan, dan kepala belakang dan samping kiri
memar/luka/lecet/bengkak. Karena terlalu lama dalam posisi tidur/di bius
(hal ini seharusnya tidak perlu terjadi kalau tim medis sering merubah
posisi tidur anak saya/setelah kami Complain baru hal ini dilakukan).

8. Masalah Biaya. Sering kali pihak RS (dokter/suster), menanyakan masalah
biaya, walaupun berkali-kali saya katakan ada surat jaminan pembayaran
dari Kantor. ( Coba bayangkan seandainya memang kami tidak punya biaya).

9. Diagnosa penyakit yang tidak didukung bukti yang pasti, tim Medis hanya
selalu mengatakan "Kemungkinan". Dari +/- satu bulan di rawat, anak saya
sudah beberapa kali dikatakan kemungkinan penyakitnya bersumber dari
Radang Otak karena penyakit/Virus/bakteri: Herpes, berubah Toxoplasma,
berubah Maningitis, berubah Ensevalitis, sampai kesimpulan terakhir/dari
sampel darah terakhir anak saya masih belum mengetahui pasti penyebab
penyakitnya (bukti lab. adanya virus/bakteri tersebut tidak pernah ada).

Pada masa itu juga kami sempat beberapa kali bersitegang dengan beberapa
Tim Medis anak saya, namun kami selalu kalah (mengalah) karena posisi kami
sangat lemah, Ketua tim dokternya "dr.Y" sempat berujar bahwa mereka
dokter-dokter ahli, " kalau di RS "C" bapak boleh bilang "begitu", karena
banyak dokter muda yang sedang belajar disana" (maksudnya menanggapi guman
saya dengan istri saya, "kok anak kita seperti kelinci percobaan ya!? dan
kata-kata tersebut didengar Suster, yang lalu melaporkannya ke ketua Tim
dokternya) , bahkan dokter itu juga sempat berkata " kalau bapak tidak
puas, silahkan angkat anak bapak sekarang !!" . Padahal saat itu, hal
tersebut tidak mungkin kami lakukan karena seluruh tubuh anak saya
terpasang mesin (Ada mesin ventilator, ada mesin saturasi Oksigen/Jantung,
ada infus, ada selang Sonde/makanan, dsb)

Pernah seorang anggota Tim dokter yang didatangkan dari RS "C", yaitu dr.
"I" ahli syaraf, setelah memeriksa anak saya mengatakan, "Penyakitnya
malah dari RS ini semua, ya !!", Setelah masa perawatan 2 minggu tersebut
timbul berbagai komplikasi; mata anak saya buta/tidak bisa melihat
(menurutnya mungkin bisa sembuh karena anak saya masih bayi), Infeksi
paru, memar di kepala, badan kaku/keras, padahal pertama kali masuk RS
anak saya "hanya" sakit Panas. Kemudian dr "I" juga bilang " tadi saya
coba lepas alat Ventilatornya agak lama, anak bapak bagus kok, dia sudah
bisa bernafas sendiri ". Saya bersyukur berarti ada kemajuan pikir saya
ketika itu.

Awal minggu ke tiga beberapa orang tim medis (ada beberapa dokter dan
beberapa suster), mencoba melepas alat bantu nafas/Ventilator (mungkin
setelah diberi masukan oleh dr. "I" dari RS "C"), di coba 1 jam, 2 jam, 3
jam dan seterusnya .... rupanya anak saya sudah bisa kembali bernafas
sendiri/normal. Namun karena Sumber penyakitnya belum diketahui maka Tim
medis beberapa kali melakukan penggantian Obat/anti biotik, diantaranya
Acyclovir, Delantin, Tegatrol, TieNam, Meronem (dua jenis yang tertulis
dibelakang katanya merupakan anti Biotik yang paling Ampuh/Mahal/Impor
dari Amerika).

Minggu ketiga dan selanjutnya Panas kepala anak saya relatif stabil
(antara 36 - 38 derajat C), dan kondisinya relatif membaik "hanya" tinggal
matanya yang Buta dan badannya yang kaku (sendi-sendinya tidak bisa
ditekuk), namun pengambilan darah masih dilakukan secara berkala, dan
hampir setiap hari dilakukan Terapi Fisioteraphy (Penyinaran dan
pemijatan). Sehingga akhir minggu ke tiga semua Infus telah dicopot,
oksigen dicopot, hanya tinggal selang Sonde (Selang makanan/di mulut) yang
masih terpasang.

Saya dan Istri (serta keluarga besar kami), terus berdoa setiap hari untuk
kesehatan anak kami satu-satunya, sampai pada pertengahan minggu ke empat,
dr. "I" (Specialis syaraf dari RS "C") bilang anak kami boleh di bawa
pulang, namun minimal harus sehari masuk ke ruang perawatan biasa dahulu
(sesuai prosedur RS "B"). Dan menurut dokter "I" juga, anak kami hanya
cukup rawat jalan ke RS "C", untuk berobat ke dr. "I" dan dr. "L"
(specialis tumbuh kembang/penyembuhan tubuh anak saya yang masih
kaku-kaku). Setelah sehari berada di ruang perawatan biasa, dan tidak ada
masalah kami membawa anak kami pulang dengan membawa dua macam obat (Anti
kejang dan anti Virus), dan sebelum pulang, lagi-lagi anak kami diambil
kembali darahnya oleh RS untuk pemeriksaan penyebab penyakit anak kami,
setelah itu barulah kami diperbolehkan pulang.

Namun tidak sampai 2 hari anak kami di Rumah, kami/keluarga lupa akan luka
dibelakang kepalanya (akibat perawatan yang lalai sebelumnya) yang masih
belum sembuh total, lukanya terlihat memar/merah/agak bengkak/dan mungkin
infeksi, yang mungkin juga membuat anak kami panas lagi/karena infeksinya,
Panasnya kembali naik sampai 40 derajat C lebih, bahkan ketika akan kami
beri obat (yang kami bawa dari RS), anak kami muntah hingga lemas, lalu
tanpa banyak pikir lagi walaupun pada saat itu jam 02 pagi, kami kembali
membawa anak kami ke RS "B" Cikini dan kembali kami mengalami kekesalan,
anak kami diperlakukan layaknya seperti pasien yang baru masuk RS. Anak
kami kembali masuk ICU, kembali harus Infus, puasa, diambil darahnya lagi
(meskipun titik venanya sudah habis/tidak ada tempat lagi untuk
infus/periksa darah, dan saya juga telah sampaikan mungkin panasnya akibat
luka dibelakang kepalanya yang belum sembuh/infeksi), padahal saya sudah
protes terhadap dr. jaga pada saat itu bahwa anak saya sebelumnya sudah
dirawat hampir sebulan di RS tersebut, dan hasil lab. terakhirnya juga
baru kemarin saya ambil dengan hasil "negatif", juga saya kemukakan
mengenai luka dibelakang kepalanya yang harus diprioritaskan
pengobatannya. Namun karena dr. terus mengemukakan argumennya, akhirnya
kami mengalah dan menyerahkan sepenuhnya apapun yang akan dilakukan oleh
dr. Dan kembali anak saya dipakaikan selang Oksigen ke hidungnya , lalu
dengan alasan "saturasi" nafasnya terus menurun, Tim medis berencana untuk
memasang kembali mesin Ventilator pada anak saya, dengan sebelumnya
meminta persetujuan saya lagi untuk diambil darahnya sebelum pemasangan
mesin tersebut (padahal ketika itu kondisinya terlihat pucat/kuning
seperti telah kehabisan darah). Kembali dengan berat hati dan berharap Tim
Medis melakukan tindakan yang "benar" untuk anak saya, saya kembali
menyetujuinya. Namun belum sempat mesin itu dipasang, belum sempat hasil
lab I dan ke II (pengambilan darah pada pada hari itu) ada hasilnya,
akhirnya anak saya dipanggil oleh yang Maha Kuasa ...... anak saya
mengalami Gagal Nafas dan dinyatakan Meninggal oleh pihak RS, walau saat
itu saya pegang denyut Nadi di leher/bawah dagunya masih ada (walau
lemah), sewaktu kami minta untuk terus memompa alat bantu nafas manualnya,
Dokter/suster yang ada pada saat itu sudah lepas tangan dan tidak
melakukan tindakan apapun juga. Akhirnya dengan Ikhlas, didepan mata
kepala saya dan istri saya, anak kami melepaskan nyawanya tanpa kami bisa
berbuat apapun juga ( Selasa 12 April 2005 Jam 23.25 wib). Akhirnya Anak
kami meninggal dengan sebab bukan karena penyakitnya (Panas), menurut kami
"kemungkinan" karena gagal nafas/Infeksi paru atau malah "mungkin" karena
terlalu lemah kehabisan darah.

Innalillahi Wa inna illaihi roji'un selamat jalan Permata hatiku, ........
doa kami 'kan selalu menyertaimu...Amin

Dan tidak lupa saya & keluarga mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada rekan-rekan yang telah memberikan suport baik
moril, materil maupun spirituil kepada saya dan keluarga, semoga segala
kebaikan rekan-rekan akan dibalas dengan pahala yang berlipat-lipat oleh
Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.

Salam,

Istriyanto & Keluarga

Note :

Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada Ilmu Kedokteran dan tenaga medis,
sesuai dengan pengalaman berharga dan mahal yang telah saya alami, maka
kami mencoba mengambil kesimpulan (Setelah kami juga mendengar dari sesama
Pasien RS, rekan/sahabat, tetangga, saudara yang sempat bezuk dan
mengatakan pada saya, selama dalam perawatan sampai saat Meninggalnya anak
saya) sbb:

1. Banyak kasus penyakit bayi/balita yang timbul setelah mereka disuntik
imunisasi.

- Pasien lain di RS yang sama mengatakan pada saya, anak saudaranya sampai
dengan usia 2 tahun belum pernah suntik Imunisasi Hepatitis namun, setelah
ada dokter (spesialis anak) yang tahu, lalu disarankan di imunisasi
Hepatitis, kemudian tidak lama setelah itu akhirnya anak saudaranya
positif terkena Hepatitis akut, dan harus bolak-balik berobat ke dokter.

- Tetangga saya, sehabis Imunisasi campak, dua hari kemudian malah terkena
campak.

- Tetangga kami yang lain, anak pertamanya rutin diimunisasi, namun
fhisiknya malah lemah sering sakit-sakitan, sedangkan anak keduanya sama
sekali tidak pernah imunisasi namun malah sehat, hampir tidak pernah sakit
(kalaupun sakit cepat sembuh/ringan)

- Teman sekolah saya anaknya tidak pernah Imunisasi malah sehat, umur 10
bulan sudah lincah berjalan, dan juga boleh dibilang tidak pernah sakit
(kalaupun sakit hanya ringan saja).

- dan banyak lagi kasus-kasus serupa yang tidak mungkin saya tulis satu
persatu.

2. Menurut saya, Jika bisa Hindari Imunisasi, kalaupun perlu/terpaksa
pilihlah imunisasi yang pokok saja (bukan imunisasi lanjutan/yang
aneh-aneh) alasannya :

- Kita "Mendzolimi", anak kita sendiri yang memang sedang masa pertumbuhan
dan pertahanan tubuhnya masih lemah, malah kita suntikan penyakit
(walaupun sudah dilemahkan) ke tubuhnya.

- Kita tidak pernah tahu kondisi anak kita sedang benar-benar sehat atau
tidak, karena terutama anak yang masih di bawah 1 tahun biasanya belum
bisa bicara mengenai kondisi badannya, sedangkan imunisasi harus dilakukan
pada bayi/balita yang sehat (tidak sedang lemah fisiknya/sakit).

- Sesudah kita memasukan penyakit ke tubuh anak kita, biasanya kita juga
harus mengeluarkan banyak biaya. (Jasa dokter/RS, harga imunisasi, dsb),

- Tidak ada jaminan (Dokter/RS/puskesmas) apabila setelah imunisasi anak
kita bebas dari penyakit yang telah dimasukan ketubuhnya. Contoh nyata
yang terjadi pada anak saya, padahal anak saya sudah 2 kali imunisasi HIB
( ketika berusia +/- 5 dan 7 bulan ), padahal sebelumnya dokter bilang
imunisasi HIB untuk menghindari penyakit Radang Otak, namun nyatanya anak
saya malah meninggal akibat penyakit Radang Otak.

- Menurut seorang rekan yang pernah membaca Literatur terbitan Prancis,
justru Imunisasi sudah tidak populer di Amerika Serikat, dan terus
berusaha dihilangkan dan tidak dipergunakan lagi, bahkan di Israel
Imunisasi telah di STOP samasekali, padahal kita tahu negara-negara itu
merupakan pelopor "industri", imunisasi.

- Menurut pengalaman saya jumlah kadar/isi setiap pipet/tabung imunisasi
semua sama, jadi imunisasi tidak melihat berdasarkan berat tubuh/perbedaan
Ras/warna kulit, padahal kalau Obat/Imunisasi itu Impor, tentulah kadarnya
disesuaikan dengan berat/fisik orang Luar (Barat) yang jelas lebih basar
dan kuat fisiknya dibanding orang Asia, namun kita malah sama-sama
menggunakan dengan takaran yang sama. (akibatnya overdosis).

3. Jika tidak "urgent" sekali, hindari rawat inap di RS, karena banyak
prosedur/step-step pengobatan yang akhirnya akan melemahkan tubuh
pasiennya. (Contoh: keharusan berpuasa, pemasangan infus, pengambilan
darah yang terus menerus, foto Rontgen, operasi, kemoteraphy, dsb).
Jikalau perlu coba dulu dengan cara pengobatan alternatif/tradisional.

4. Jika perlu dengan tegas untuk menolak suatu tindakan medis yang akan
dilakukan RS, jika kita yakini manfaatnya tidak benar-benar berpengaruh
terhadap kesembuhan pasien.

5. Jika perlu lakukan 2nd opinion pada RS/dokter lain yang setara/lebih
baik.

6. Banyak tanya, biarlah kita dibilang "bawel", tanyalah setiap tindakan
medis yang akan dilakukan, mengapa akan di lakukan, akibat-akibatnya, ada
tidak cara-cara lain/alternatif lain yang lebih baik/tidak terlalu
menyakiti pasien.

7. Terus temani pasien (bisa bergantian dengan keluarga yang lain), karena
setiap saat bisa ada tindakan medis yang memerlukan persetujuan, dan
cermati semua pekerjaan perawatannya, jika ada yang habis/kurang jangan
sungkan melaporkan ke tenaga medis yang ada segera.

8. Terus berdoa, karena segala sesuatunya telah ditetapkan oleh "Yang Maha
Kuasa", manusia hanya bisa ikhtiar dan berusaha.



DISCLAIMER :

The information contained in this communication (including any attachments) is 
privileged and confidential, and may be legally exempt from disclosure under 
applicable law. It is intended only for the specific purpose of being used by 
the individual or entity to whom it is addressed. If you are not the addressee 
indicated in this message (or are responsible for delivery of the message to 
such person), you must not disclose, disseminate, distribute, deliver, copy, 
circulate, rely on or use any of the information contained in this transmission.

We apologize if you have received this communication in error; kindly inform 
the sender accordingly. Please also ensure that this original message and any 
record of it is permanently deleted from your computer system. We do not give 
or endorse any opinions, conclusions and other information in this message that 
do not relate to our official business.



AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA 
UTARA !!!
================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke