Wah saya tergelitik juga dengan pancingan diskusi rekan Cemara.
Secara singkat kami hanya ingin mengungkapkan pengalaman sbb:
Ketika putri kami  berumur 2,5 tahun, kami selalu membiarkan dia
menirukan baby sitter kami bersembahyang, mengenakan rukuh dlsb. Baru ketika
berumur 3 tahun, saat kami sering mengajaknya ke gereja, kami mulai
mengajarkan padanya bahwa gereja adalah tempat beribadah untuk orang
Kristiani, masjid adalah tempat beribadah untuk umat islam, dst. Dia rupanya
sangat hapal, sehingga ketika di televisi muncul gambar masjid, dia
mengatakan bahwa itu tempat sembahyang orang Islam. Dia juga tahu agamanya
apa, bahkan dia juga sudah  tahu bahwa teman-temannya ada yang beragama
Katolik, Kristen, dan Islam.
Kami kira, saat ini, putri kami sudah mulai belajar melihat
perbedaan-perbedaan di sekitarnya. Dan kami sadar betul, jika pada saat ini
kami memberi keterangan-keterangan yang salah tentang perbedaan itu, bisa
celaka.
Kami justru selalu menekankan padanya, bahwa semua orang itu baik meski
berbeda-beda.
Sekali lagi, ini hanya sekadar pengalaman kami.

salam damai,
sali


At 11:13 AM 12/1/98 +0700, you wrote:
>Rekan2 orangtua dari para balita yang baik2,
>
>Sambil kita diskusi soal balita kita, saya mau mau mengajak  berdiskusi
>sehat tentang pendidikan anak-anak balita kita dalam soal hidup
berbhinneka.
>
>Kata banyak pakar, kasus2 SARA selama ini tak bisa dipisahkan dari
>pendidikan anak (balita) di dalam keluarga. YAitu akibat orangtua selalu
>secara nggak sadar mengari bahwa perbedaan yang ada di sekitarnya, sebagai
>sebuah pertentangan. Misalnya (ini misal, lho bukan berprasangka), anak2
>dari keluarga Muslim 'diajari' bahwa orang Kristen itu ...., anak2 dari
>keluarga Nasrani dicekoki bahwa orang Islam itu ...., anak2 dari keluarga
>Jawa 'diajari'....  anak-anak dari keluarga Minang 'diajari' bahwa orang
>Batak......
>Lihat saja, meski baru berumur 3-5 tahun (masih balita kan?), anak-anak di
>kampung, sudah bisa ngata-ngatain Cina jika kebetulan mereka melihat ada
>orang Tionghoa. Sementara itu, saya lihat ada anak kenalan, seorang
>non-Muslim, yang enggak mau berteman dengan anak-anak sebayanya yang
Muslim.
>(Ngeri nggak tuh)
>Pertanyaan saya: kenapa hal itu bisa terjadi, mengingat mereka masih anak2
>balita?
>Bukankah mustahil hal ini terjadi karena membaca koran, nonton televisi,
>atau dikompori provokator, kalau bukan karena pengaruh ortunya ?  (Atau
>hal-hal itu juga berperanan?)
>Ayo rekan2, kasih saran dong, pendidikan apa dan bagaimana yang sebaiknya
>kita lakukan di rumah, agar di kemudian hari anak-anak balita kita kelak
>ketika  dewasa bisa hidup toleran dengan lain suku/ras/etnis dan lain agama
>? Bukankah indah sekali jika di suatu hari kelak kita betul2 punya
Indonesia
>yang baru sama sekali, yang orang-orang dewasanya bisa hidup rukun
>berdampingan dalam pluralisme?
>
>salam sejahtera
>Cemara
>
>
>
>
>
>
>
>
>---------------------------------------------------------------------
>"Milis Bagi Orangtua Yang Menyayangi Balitanya"
>To subscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
>To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
>HI-Reliability low cost web hosting service - http://www.IndoGlobal.com
>
>




---------------------------------------------------------------------
"Milis Bagi Orangtua Yang Menyayangi Balitanya"
To subscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
HI-Reliability low cost web hosting service - http://www.IndoGlobal.com 

Kirim email ke