Republika Online edisi:
26 Jan 1999

Anak-anak Ber-IQ Rendah Biasanya Jadi Penonton Berat Televisi
http://www.republika.co.id/9901/26/4521.htm

Masyarakat Amerika sudah lama menyadari pengaruh film pada anak-anak, bahkan
sejak televisi muncul tahun 1950-an. Riset TV tahun 1960-an menunjukkan
bahwa anak-anak ternyata bukan penonton pasif tapi juga pemirsa aktif karena
menyeleksi program yang mereka sukai. Anak-anak memanfaatkan TV untuk
kepuasan dan mengibaratkan TV sebagai kafetaria, tempat untuk memilih
program apa saja.

Orang tua selalu kebingungan menjawab pertanyaan mendadak yang diajukan
anak-anak mereka setelah melihat televisi, mendengar radio dan membaca surat
kabar, majalah dan internet. Guru-guru kewalahan menghadapi murid yang suka
mengantuk di kelas dan rendah prestasinya, karena bergadang nonton TV.
Anak-anak tampaknya mudah sekali mendapat kosa kata baru dan langsung
mengartikannya sendiri.

Riset Schramm, Lyle, Parker (1958-1960) tentang penggunaan TV oleh anak-anak
dengan pendekatan fungsionalis-- setiap budaya hadir karena berguna bagi
masyarakat budaya itu--, mengungkapkan bahwa anak-anak menonton TV karena
''bisa lari'' sejenak dari masalah hidup, rasa bosan, selain dapat menikmati
penampilan orang yang menarik. Nonton TV benar-benar membuat anak pasif,
karena mereka tidak perlu kerja atau memikirkan sesuatu.

Seorang anak akan kecewa berat ketika diajak orangtuanya bepergian, pada
saat ada program favorit mereka di TV. ''TV benar-benar seperti teman atau
saudara saya. Saya akan kehilangan dia jika tidak melihatnya,'' kata seorang
anak perempuan.

Ada tiga model anak-anak itu dalam menikmati tayangan TV, yakni hanya
menikmatinya sebagai hiburan, melihat acara itu sebagai dunia sendiri,
terdorong membahasnya pada hari berikutnya dan belajar bagaimana
mengatasinya.

Penerimaan pesan-pesan yang diterima anak menunjukkan bahwa itu semua bukan
bergantung pada apa yang diberikan TV, tapi pada personal, karakteristik
psikologis dan sosial serta kepribadian anak.

Dengan demikian, anak-anak pencandu TV bukan semata karena kebutuhan
khayalan sesuai dengan dunia anak, tapi karena ada latar belakang kehidupan
mereka, yakni tingkat kecerdasan (IQ), hubungannya dengan orangtua, teman
sebaya.

Menurut Schramm, anak-anak ber IQ rendah biasanya menjadi penonton berat.
Sementara anak-anak cemerlang dengan mudah menyetop kesenangannya, karena
acara TV tidak menantang mereka, dan mendapat ''reward'' yang lebih besar
pada media cetak.

Anak-anak dari keluarga berpendidikan juga cenderung kurang menonton TV
dibanding anak-anak dari kelas pekerja.

Tampaklah di sini, jika ada elemen-elemen yang hilang dalam hubungan sosial
anak, maka anak akan terpengaruh oleh isi media.

Dengan demikian, jika ada kelakuan yang aneh-aneh pada anak-anak, jangan
buru-buru menyalahkan media, karena faktor-faktor kecerdasan anak serta
hubungan sosialnya dengan lingkungannya merupakan faktor yang sangat
berpengaruh. (*)




http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet

--------------------------------------------------------------------------
"Milis Bagi Orangtua Yang Menyayangi Balitanya"
To subscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
HI-Reliability low cost web hosting service - http://www.IndoGlobal.com

Kirim email ke