Dear Bundanya Alvarizq,

ini kebetulan saya masih menyimpan file campak, semoga informasi ini berguna
untuk netters sekalian.

salam
Mamanya Adit


Campak dan Seluk-beluknya

Walau sama-sama bercak merah, campak tidaklah 'seringan' biang keringat.
Penyakit yang gejalanya juga menyerupai flu ini bisa menimbulkan hal serius
pada anak. Karena itu, jangan terlambat memberi imunisasi!



Lho, kulit punggung Koko gosong! Maka gegerlah suasana pagi di hari Minggu
yang tenang itu. Erna dan Tito -- pasangan muda berputra satu -- itu pun
jadi tak habis pikir. Sekujur punggung bayi usia 9 bulan itu bak kulit orang
bule yang habis mandi berjemur sinar matahari tropis. Cokelat kehitaman dan
kasar. Kenapa bisa begini? 

        Erna pun mengingat-ingat. Dua hari yang lalu, kulit Koko memang
menampakkan bercak-bercak kemerahan. Tapi itu kan biasa, pikir Erna. Koko
yang senantiasa 'keringatan' itu cukup sering kena biang keringat. Sebentar
dibedaki pun sudah mulus kembali. Jadi tak usah dicemaskan. "Eh, tunggu
dulu," kata Tito. "Bukannya Koko juga kena pilek hari-hari belakangan ini?
Sekalian saja kita periksakan ke dokter. Jangan-jangan ada hubungannya!"
Erna pun setuju.

Tak salah tindakan Tito dan Erna. Koko memang tak sekadar biang keringat dan
pilek. Ia terkena campak, yang gejalanya mencakup keduanya. "Ini salah
saya," sesal Erna. "Saya memang sengaja menunda imunisasi campaknya. Habis
di buku yang saya baca, imunisasi itu hanya diberikan untuk bayi 15 bulan,
sih. Saya jadi ragu...."

Bukan Sekadar Bercak Merah

Di tahun 60-an, campak merupakan salah satu penyakit yang bertanggung jawab
pada kematian 400 anak setiap tahunnya di AS. Namun masih saja ada orang tua
yang malas memberikan anaknya imunisasi. Menurut Dr. H. Hindra Irawan
Satari, dokter spesialis anak yang juga //master of tropical paediatrics//
dari FKUI-RSCM, dalam jangka 3 bulan saja (Juni-Agustus) di RSCM terdapat 6
orang anak penderita campak. Itu belum termasuk pasien yang masuk di rumah
sakit lain atau di daerah-daerah lainnya di Indonesia.

Gejala campak sebenarnya jarang sekali dapat dideteksi secara dini.  Hal
ini, menurut Hindra, karena gejala penyakit campak -- seperti batuk, pilek
dan demam -- hampir sama dengan penyakit flu biasa. Namun sebenarnya, campak
adalah penyakit infeksi berbahaya. Penyakit ini disebabkan oleh virus
campak, dan pada umumnya ditularkan melalui pernapasan, yakni percikan ludah
dari hidung, tenggorokan, atau mulut. 

Karena penularannya terjadi secara langsung, campak menular begitu cepat.
Metode penularannya adalah 1 atau 2 hari sebelum bercak-bercak kemerahan
timbul pada kulit. Bercak-bercak ini disebut juga //rash// atau ruam. Dengan
masa penularan 2-4 hari sebelum timbul bercak,  penyakit campak akan
menampilkan perubahan warna bercak selama anak sakit, yakni dari kemerahan
menjadi cokelat kehitaman. Pada saat itu, campak sudah tidak menular lagi.
Sementara bercak yang berwarna cokelat kehitaman itu akan menetap paling
tidak selama 1 minggu. Inilah gejala khas campak.

Ruam campak beda dengan ruam biang keringat. Biasanya, biang keringat tidak
disertai demam, melainkan hanya diiringi rasa gatal. Lokasinya pun di
tempat-tempat umum yang banyak berkeringat, seperti lipatan leher, ketiak,
tubuh, atau lipatan paha. Sedangkan gejala campak biasanya diawali dengan
batuk terlebih dulu. Kemudian demam, pilek, lesu dan rewel karena panasnya
makin tinggi. Setelah itu barulah timbul bercak kemerahan. Lokasinya pun
'khusus'. Biasanya di sekitar muka, atau di belakang telinga. Lalu menyusul
ke depan telinga, muka, dan kemudian menjalar ke leher. 

Ketika ruam campak sampai ke bagian wajah anak, kedua mata si anak bisa ikut
terkena, sehingga berwarna merah, banyak kotorannya, serta mengeluarkan air.
Sering kali bibir pun menjadi pecah-pecah. Setelah itu, ruam pun menjalar
sampai ke dada. Bercak merah di bagian wajah dan dada ini biasanya sifatnya
mengumpul. Baru ketika sudah menjalar ke tungkai kaki, bercak merahnya jadi
menyebar. Ketika ruam campak sudah keluar semua, panas anak pun mulai turun.
Keluarlah bercak kecokelatan. Dan itu berarti, anak sudah masuk ke fase
penyembuhan.  

Secara detail, proses perkembangan gejala anak yang terkena campak adalah
sebagai berikut. Biasanya, anak akan batuk-batuk terlebih dulu. Lalu pada
hari 1-2, anak ia akan mengalami demam yang makin lama makin tinggi. Matanya
pun mulai merah dan berair. 

Pada hari ke-2 si anak demam, timbul bintik putih yang disebut //Koplik's
Spot// di sebelah dalam mulut, biasanya di depan gigi geraham. Bintik putih
ini akan tetap ada sampai 3-6 hari setelah demam timbul. Artinya, bintik itu
bertahan sekitar 3-4 hari. sayangnya, gejala ini jarang sekali diperhatikan.


Di hari ke-3, timbul bercak-bercak merah. Sementara pada hari ke-4 dan ke-5,
demam anak semakin tinggi. Biasanya hingga mencapai 39-40 derajat Celsius.
Bila anak mempunyai keturunan kejang-demam, pada saat itu umumnya ia sudah
mengalami kejang-kejang. Barulah setelah 3-8 hari mengalami demam, bercak
merah ini berubah warna. Dengan demikian, ruam campak biasanya bertahan
selama 5-6 hari. 

Habis bercak merah ini, terbitlah bercak-bercak berwarna cokelat kehitaman,
yang akan menetap selama 1 minggu. Saat itu, si anak sudah 'menjalani' masa
sakit campak sekitar 10 hari.

Pada gejala awal, yakni batuk dan demam,  campak memang agak sulit dibedakan
dengan flu. Akibatnya, banyak ibu-ibu yang menyangka anaknya terkena flu
biasa. Namun 3 hari kemudian (biasanya 1-2 hari pertama), mulailah kelihatan
ada bercak kemerahan. Karena tidak ketahuan inilah, biasanya ibu-ibu hanya
memberikan obat flu biasa. Namun setelah bercaknya timbul, barulah dibawa ke
dokter. Pada tahap ini, biasanya anak langsung diberi pengobatan.
         
Imunisasi di Usia 9 Bulan

Biasanya, campak akan banyak menular ketika terjadi pergantian musim
(pancaroba) seperti bulan Agustus ini. Namun sebenarnya, penyakit ini dapat
dicegah dengan imunisasi, yakni ketika anak berusia 9 bulan. Apalagi
sekarang ini pemerintah sedang menggalakkan program imunisasi campak secara
gratis. Bisa di puskesmas atau di posyandu (pos pelayanan terpadu). 

Kalau sudah divaksinasi, anak biasanya terbebas dari campak. Meski demikian,
ada juga yang sudah divaksinasi namun tetap saja terkena campak. Ini
disebabkan, misalnya, oleh daya (kekuatan) vaksinasi yang hanya 99%.
Maksudnya, di antara 100 anak, masih ada 1 orang yang terkena. 

Ada beberapa faktor yang menyebabkan daya vaksin campak melemah. Yang
terutama adalah karena vaksin campak harus dibawa dari pabrik ke pusat-pusat
pelayanan kesehatan yang letaknya berjauhan. Agar kekebalan yang dapat
diberikan  tetap optimal, vaksin campak harus selalu berada dalam 'rantai
dingin' (//coolstage//). Dengan sendirinya, agar rantai dingin itu tidak
putus, vaksin campak harus selalu disimpan di dalam lemari pendingin. Bila
tidak, kekebalan vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh anak pun jadi tidak
maksimal. 

Kondisi tubuh anak juga mempengaruhi kekuatan vaksin. Kalau tubuh anak itu
tidak merespons (menanggapi) virus yang dimasukkan, kekebalan yang diberikan
juga tidak optimal. Biasanya anak yang tidak mampu merespons adalah mereka
yang mempunyai penyakit bawaan. Sehingga, kekebalannya pun lemah. 

Lain lagi halnya bila anak yang menderita campak sedang menjalani pengobatan
penyakit tertentu, misalnya kanker. Pada saat itu, daya tahan tubuhnya
sedang lemah dan dengan sendirinya, daya tahannya terhadap vaksin campak pun
akan menurun. Dalam kondisi ini, kadang ia tidak dapat diberi imunisasi
campak. Karena hal ini justru akan mengganggu efektivitas obat penyakit lain
yang sedang bekerja di dalam tubuhnya.  

Seorang anak akan mendapatkan imunisasi campak pada usia 9 bulan. ini
dikarenakan pada usia tersebut, kekebalan tubuh anak yang diturunkan dari
ibunya akan menurun. Pada saat itulah, ia perlu diberi tambahan kekebalan
terhadap penyakit campak. Namun ada indikasi bahwa anak di bawah usia 9
bulan pun ada yang terkena campak. Entah karena gizinya yang buruk, atau
karena apa. Karena itulah, pemerintah Indonesia juga memberikan imunisasi
khusus campak pada anak usia 6-7 bulan.

Hal ini berbeda dengan kondisi di negara-negara maju. Di sana, imunisasi
campak diberikan pada anak yang berusia lebih dari 1 tahun. Ini karena
kemungkinan penularan penyakit campak pada anak-anak di bawah usia tersebut
sangat kecil. Campak memang mudah mengenai anak-anak dari tingkatan ekonomi
menengah sampai rendah, tanpa mengenal jenis kelamin. Selain akibat gizi
yang buruk, rumah yang tidak sesuai dengan kesehatan, serta jumlah anak yang
begitu banyak pada ruangan yang sempit, dapat mempercepat penularan virus
campak kepada anak-anak yang lain. Lebih gawat lagi, karena virus campak
sebenarnya mengurangi kekebalan tubuh //seluler// (salah satu bentuk
kekebalan jaringan). Tubuh anak pun jadi rentan terhadap penyakit yang lain.
Seperti misalnya radang paru-paru, dan sebagainya.

Belum Ada Obatnya

Sebenarnya, bila anak telah mendapatkan imunisasi campak, tubuhnya akan
'mengobati sendiri' penyakitnya. Sebab, obat untuk mengobati campak
sebenarnya belum ada. Karenanya, bila anak telah mendapatkan imunisasi
campak, ia tidak mesti dirawat di rumah sakit sekalipun akhirnya terserang
campak. Kecuali bila ia sampai kejang-demam atau mencret-mencret, hingga
tubuhnya mengalami dehidrasi (kekurangan cairan). Dalam kondisi demikian,
sebaiknya ia segera di bawa ke rumah sakit. 

Anak yang menderita campak harus diisolasi, hingga tidak menularkan
penyakitnya kepada anak yang lain. Ia pun harus mendapatkan makan, minum,
dan istirahat yang cukup, di samping diberi obat penurun panas. Biasanya,
dokter pun akan memberikan vitamin A untuk membantu kekebalan seluler yang
diserang oleh virus campak. Andai pun terjadi komplikasi, umumnya dokter
akan memberi antibiotik. 

Komplikasi -- biasanya karena anak yang menderita campak tidak cepat-cepat
ditangani --  dapat menyebabkan terjadinya kematian. Radang paru-paru
(//pneumonia//) adalah salah satu komplikasi campak yang sering
mengakibatkan berakhirnya hidup seorang anak. Radang otak (//enchepalitis//)
juga bisa, tapi biasanya hanya terjadi pada 1 dari 1.000 atau 2.000
penderita. Itu pun biasanya berhubungan dengan penyakit //Sub akut Sklelosin
Pan Encephalitis// (SSPE), yang terjadi pada 1 dari 100.000 kasus.
Komplikasi model ini lantaran virus campak menimbulkan efek //sitopatik//.
Yakni berkumpulnya sel-sel darah menjadi satu karena  terserang virus
campak. Selain itu, komplikasi campak juga bisa mengakibatkan radang telinga
tengah. Adakalanya, beberapa tahun setelah terkena campak, anak menurun
kecerdasannya, lumpuh, atau kejang-kejang tubuhnya.  b Rahmi Hastari
------------
BOKS:

Tips Merawat Anak Campak

1. Lakukan isolasi. Putuskan kontak langsung maupun tak langsung (melalui
peralatan sehar-hari seperti alat makan-minum, baju, alas tidur, dll)
penderita dengan orang lain.
2. Berikan makan dan minum yang cukup. Biasanya makanan yang disarankan
adalah yang banyak mengandung vitamin A.
3. Berikan istirahat yang cukup.
4. Berikan obat penurun demam.
5. Jangan memandikan anak saat masih demam.
6. Bila anak kejang-kejang, berikan obat antibiotik sesuai petunjuk dokter.
b Rahmi


Risiko Menunda Imunisasi MMR

Campak (//measles//) dapat dicegah dengan pemberian imunisasi MMR (//Mumps,
Measles, Rubella//). Imunisasi ini sebenarnya diberikan pada bayi berusia 9
bulan, yakni  ketika anak mulai belajar jalan. Namun karena di Indonesia
banyak bayi yang berusia di bawah 9 bulan sudah terkena campak, sebaiknya
pada usia 6-7 bulan anak sudah diberikan imunisasi campak. 

Setelah mendapatkan imunisasi MMR di usia 9 bulan, anak harus diimunisasi
kembali 6 bulan kemudian, yakni ketika usianya 15 bulan. Kekebalan dari
imunisasi kedua ini akan bertahan sampai ia berumur 6-7 tahun (masuk SD).
Bahkan, ia hanya perlu diimunisasi kembali ketika lulus SD. 

Kondisi ini mungkin agak berbeda dengan yang dijumpai di buku-buku atau
panduan kesehatan luar negeri. Menurut Dr. H. Hindra Irawan Satari, batasan
waktu pemberian imunisasi memang berbeda-beda untuk berbagai negara. Di
negara-negara maju, kemungkinan bayi terserang campak pada usia di bawah 1
tahun amat jarang. Ini mungkin lantaran tingkat kesejahteraan dan
pengetahuan penduduknya yang lebih baik dibandingkan negara-negara
berkembang. Maka, imunisasi campak hanya diberikan pada bayi berusia di atas
1 tahun (biasanya 15 bulan). 

Dengan perbedaan kondisi seperti ini, secara sadar atau tidak kadang ibu-ibu
menunda pemberian imunisasi campak atau MMR pertama untuk bayinya. Tindakan
ini sebenarnya sangat tidak dianjurkan lantaran berbahaya. Anak tidak bisa
mendapatkan kekebalan tubuh terhadap virus campak. Padahal virus ini juga
menyerang kekebalan seluler, sehingga anak mudah terkomplikasi dengan
penyakit lainnya. 

Meski demikian, penundaan imunisasi MMR dapat dilakukan. Yakni bila anak
memiliki penyakit tertentu. Misalnya, seorang anak terserang penyakit
paru-paru saat berusia 13 bulan. Ada dokter yang lebih suka mendahulukan
imunisasi HIB (//Haemophilus influenzae tipe B//) ketimbang MMR. Alasannya,
imunisasi HIB adalah pencegahan terhadap penyakit //meningitis// (radang
selaput otak) sekaligus radang paru-paru. Sementara, imunisasi MMR harus
ditunda lantaran tidak boleh diberikan pada anak yang sedang berpenyakit
paru-paru. 

Sikap menunda imunisasi MMR dan mendahulukan HIB untuk kasus di atas dapat
dibenarkan. Menurut  Hindra, pada anak yang mengidap penyakit paru-paru,
imunisasi HIB memang sebaiknya diberikan terlebih dulu ketimbang imunisasi
MMR. Ini karena vaksinasi sebaiknya diberikan sesuai dengan batas waktunya
(batas waktu imunisasi MMR adalah 15 bulan). Lagipula, pemberian vaksinasi
HIB maupun MMR tidak akan mengganggu jalannya pengobatan penyakit paru-paru
pada anak.

Meski demikian, kemungkinan ada juga dokter yang menganggap hal itu kurang
tepat. Alasannya, mendahulukan imunisasi HIB adalah percuma, lantaran anak
sudah telanjur menderita penyakit paru-paru. Justru sebaiknya yang diberikan
lebih dulu adalah imunisasi MMR. b Rahmi Hastari
-----------

Bila Menunda Imunisasi MMR

1. Anak mudah terserang campak, gondongan, dan campak Jerman (//rubella//).
2. Kekebalan tubuh berkurang karena penyakit tersebut, sehingga dapat
menyebabkan komplikasi penyakit lain, bahkan dapat mengakibatkan kematian.
3. Anak harus dirawat di rumah sakit bila mengalami dehidrasi. Dan itu
berarti mengeluarkan biaya rumah sakit yang mahal.
4. Anak dapat menjadi penular bagi anak-anak yang lain. b Rahmi








> ----------
> From:         Nova Avia[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
> Reply To:     [EMAIL PROTECTED]
> Sent:         15 Februari 2000 8:28
> To:   [EMAIL PROTECTED]
> Subject:      [balita-anda] CAMPAK
> Importance:   High
> 
> Dear Netters,
> 
> Ada yang bisa memberikan informasi mengenai penyakit Campak ( Tampek )
> antara lain
> 1. Pada usia berapa anak bisa terkena campak ?
> 2. Sejauh mana bahayanya penyakit tersebut ?
> 3. Bagaimana cara pengobatannya/ perawatan anak yg terkena campak seperti,
> makannya, mandinya dll.
> 4. Apakah bisa menular ?
> 5. Apa dampak dari penyakit tersebut ?
> 6. Dan bagaimana mengetahuinya apabila anak tersebut postif terkena Campak
> ?
> 
> Terima kasih,
> Bundanya ALVARIZQ
> Jakarta Pusat
> 
> 
> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
> Kirim bunga untuk handaitaulan & relasi di jakarta http://www.indokado.com
> 
> Situs sulap pertama di Indonesia http://www.impact.or.id/dmc-sulap/
> Etika berinternet, kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
> Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 

Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Kirim bunga untuk handaitaulan & relasi di jakarta http://www.indokado.com 
Situs sulap pertama di Indonesia http://www.impact.or.id/dmc-sulap/
Etika berinternet, kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]









Kirim email ke