Salam Dari lubuk hati yang paling dalam, saya merasa ikut berduka cita untuk Ibu Maimun Utami dan Keluarga Semoga Ibu tetap tabah. Saya ingin juga ber-curhat, karena membaca curhat Ibu Maimun, terasa ada sesuatu yang hilang, yaitu beberpa hal yang sebaiknya Ibu Maimun laukan tetapi tidak dilakukan. Pertama: karena anak Sitti Fadilla Dwi Bachri, menurut Ibu Maimun meninggal dunia pada tanggal 9 Maret 2001, dan ibu bercurhat setelah 12 hari kemudian. Kedua: Ibu Maimun tidak mengemukakan bagaimana sikap ibu terhadap RS tersebut dan dokternya pada saat ketika anak ibu meninggal dunia, apakah ibu sudah mempermasalahkannya seketika atau keesokan harinya atau dua hari setelahnya. Ini tidak ibu ceritakan. Ketiga: kalau sudah ibu Maimun lakukan, apa yang dikemukakan oleh RS MMC terhadap keluhan ibu ? kemudian apakah Ibu Maimun puas, atau setengah puas atau tidak ditanggapi sama sekali sehingga Ibu Maimun harus melakukan curhat - yang walaupun menurut Ibu Maimun agar dapat diambil pelajaran bagi kita semua, tetapi juga berdampak menyebarkan cerita dari sudut pandang Ibu Maimun yang kebenarannya haruslah terlebih dahulu dikaji secara berimbang dengan keterangan dari dokter (dan Rumah Sakit) yang menanganinya ? Dari pengalaman saya sebagai mantan perawat dibeberapa rumah sakit lebih dari 25 tahun mengabdi, banyak kejadian-kejadian yang dinilai oleh awam salam, tetapi dari segi keperawatan dan kedokteran adalah tidaklah persis demikan oleh karena itu apabila ibu Maimun merasa tidak puas dalam pelayanan rumah sakit tersebut, sebaiknya yang harus menilai adalah pihak ketiga yang berkaitan dengan profesi keperawatan ataupun kedokteran atau perumahsakitan seperti DepKes atau IDI atau apabila ibu Maimun yakin ada malpraktek pada rumah sakit tersebut, sebaiknya ibu Maimun melaporkan kepada pihak kepolisian sehingga permasalahannya bisa berjalan atas dasar Hukum dan bukan penghukuman sebelum dimulainya pengusutan. Dari curhat yang dikemukakan oleh Ibu Maimun, terdapat banyak tanggapan juga yang tidak proporsional sehingga berkesan bukan memberikan pencerahan seperti yang ibu Maimun maksudkan dalam curhatnya - yang menginginkan agar kita semua tertib dalam memperjuagkan hak-hak kita, berubah menjadi suatu tindakan mengipas bara api agar terjadi 'kebakaran' yang lebih besar Ibu Maimun sudah kehilangan buah hati yang sangat dicintainya, Ibu Maimun bercurhat dengan mengemukakan tidak menyalahkan siapa-siapa. Itu hak Ibu Maimun, tetapi apakah hak itu dipergunakan dengan tepat ? Rasa-rasanya itu tidak benar karena dengan curhat Ibu Maimun yang telah diposting di list-ini dan mungkin juga telah di forward oleh anggota list ini ke m-list yang lain, maka Ibu Maimun dengan tidak sengaja sudah menghukum dokter dan rumah sakit tersebut kecuali apabila Ibu Maimun tidka menyebutkan mana dokter dan nama RS yang dimaksud. Entah Ibu Maimun sadar atau tidak bahwa tentu di RS manapun bekerja banyak dokter yang juga memiliki keluarga yang harus dihidupinya dan juga beratus perawat serta karyawan yang juga memiliki keluarga yang bergantung kepadanya, juga di RS MMC, sedangkan menurut cerita Ibu Maimun, sebelumnya tidak pernah mengklain RS dan dokter dimaksud untuk mendapatkan penjelasan yang pantas, bahkan menuntut tanggung jawab mereka. Sekarang banyak LSM atau LBH atau lembaga perlindungan konsumen yang siap membantu ibu Maimun - yang kalau memang ibu Maimun bersungguh hati merasa tidak puas atas pelayanan yang diberikan sehingga menyebabkan ibu Maimun kehilangan buah hati yang sangat dicintainya. Langkah ini tidak dilakukan Ibu Maimun karena menurut beliau, tidak hendak menyalahkan siapaun, tetapi kalau dibaca dengan seksama curhat Ibu Maimun, rasanya tidak menyalahkan siapa-siapa ini kurang benar. Atau apakah Ibu Maimun ini sudah tahu kalau untuk maksud tersebut nantinya harus ada otopsi ? Saya sangat setuju agar dilakukan tindakan terhadap dokter siapaun dan rumah sakit manapun yang tidak menjalankan profesinya dnegan semestinya sehingga merugikan pasien, tetapi hendaknya ini dilakukan penyelidikan secara profesional bukan atas dasar curhat semata. Dari tanggapan RS MMC, ternyata dikemukakan bahwa curhat ibu Maimun tidaklah tepat demikian, untuk itu harus ada pihak ketiga yang obyektif untuk menilainya. Saya merasa heran juga, mengapa ada pendapat terhadap sikap RS MMC yang tidak bersedia menyerahkan audit medis kepada ibu Lita Agustian yang bukan dari pihak berkepentingan, dengan disertai permohonan pengertian dari RS MMC agar dapat memakluminya. Saya pikir 'pemelesetan' makna bahwa 'harap anda maklum karena anda bukan pihak yang berhak untuk mendapatkan audit medis' menjadi 'harap maklum atas kematian anak Ibu Maimun' sangatlah tidak bermoral. Saya melihat sikap diam RS MMC dapat dimengerti karena ibu Maimun sendiri tidak pernah datang dan mengajukan komplain, tetapi dengan sikap ibu Maimun yang tidak mau mengeluh secara langsung, hendaknya RS MMC lebih proaktif untuk mengundang ibu Maimun untuk mengkaji masalah ini dan apabila perlu dimoderatori oleh IDI atau DepKes. Akhir kata, apakah karena memeng sekarang sedang jaman tidak tertib hukum maka 'trial by internet' juga kita terima sebagai 'harap maklum' ? Lalu mau kemana bangsa kita ? Salam, Ike Sriatie - yang tetap mencintai profesi perawat. __________________________________________________ Do You Yahoo!? Get email at your own domain with Yahoo! Mail. http://personal.mail.yahoo.com/ >> kirim bunga ke negara2 di Asia? klik, http://www.indokado.com >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED] Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]