Madu, Sumber Gizi Balita

Publikasi: 09/02/2002 14:48


eramuslim - Balita Anda susah makan? Sebelum menderita kurang
gizi, beri dia madu setiap hari. Dari penelitian terbukti, madu
bisa menambah nafsu makan, menurunkan tingkat morbiditas terhadap
panas dan pilek, di samping itu lengkap kandungan gizinya.

Memberi makan anak-anak usia di bawah lima tahun (balita) memang
gampang-gampang susah. Kalau si anak punya nafsu makan tinggi,
orang tua tidak bakal repot. Diberi makan apa saja balita itu
akan menyantapnya dengan lahap. Sebaliknya, anak balita yang
bernafsu makan rendah atau susah makan, membuat orang tua sering
kewalahan, bahkan hampir kehilangan akal untuk membujuknya makan.

Berbagai jenis makanan dicobakan. Reaksi si anak cuma membuang
kembali makanan di mulutnya bila tidak sesuai kesukaannya.
Celakanya, makanan kesukaannya justru kurang bergizi. Padahal,
variasi makanan sangat perlu. Kalau keadaan ini berlanjut
bisa-bisa si anak menderita kurang makan dan kurang gizi,
sehingga mudah sakit. Akibat semua itu proses tumbuh kembangnya
menjadi tidak normal. Yang paling merisaukan, bila ia menjadi
bagian dari generasi tanpa masa depan (lost generation).

Meningkatkan nafsu makan
Untunglah ada hasil penelitian Y. Widodo. Peneliti pada Pusat
Penelitian dan Pengembangan Gizi di Bogor ini, tahun lalu membawa
kabar gembira bagi para orang tua yang memiliki anak kurang
energi protein (KEP). Ia melaporkan bahwa pemberian madu secara
teratur setiap hari dapat menurunkan tingkat morbiditas (panas
dan pilek) dan memperbaiki nafsu makan anak balita.

Penelitian dilakukan terhadap balita pasien Klinik Gizi,
Puslitbang Gizi, yang menderita kurang energi protein (KEP)
akibat krismon. Ada 51 balita usia 13 - 36 bulan yang terlibat
dalam penelitian. Mereka dibagi menjadi dua kelompok, pertama
Kelompok Madu (25 orang) sebagai sampel, dan kedua Kelompok Sirop
(26 orang) sebagai kontrol. Kedua kelompok sama-sama diberi
tambahan vitamin B-kompleks dan vitamin C (50 mg).

Indikator yang diamati antara lain data antropometri (umur, bobot
badan, tinggi/panjang badan), sosial-ekonomi, recall konsumsi,
riwayat kesehatan anak pada saat sebelum, selama, dan sesudah
perlakuan sekitar dua bulan.

Hasil penelitian menunjukkan, tingkat morbiditas terhadap panas
dan pilek kelompok madu atau sampel menurun, nafsu makan
meningkat, porsi dan frekuensi makan bertambah, sehingga konsumsi
energi dan protein mereka juga meningkat dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang mendapat sirop. Sebagian data hasil
penelitian dapat dilihat pada tabel 1..

Manfaat kesehatan pemberian madu yang tampak dalam penelitian
tersebut antara lain disebabkan oleh dua hal. Pertama, madu
merupakan makanan yang mengandung aneka zat gizi sedangkan gula
hanya mengandung energi atau kalori. Kedua, madu ternyata juga
mengandung senyawa yang bersifat antibiotik.

Mengandung faktor pertumbuhan
Kandungan gizi utama madu adalah aneka senyawa karbohidrat
seperti gula fruktosa (41,0%), glukosa (35%), sukrosa (1,9%), dan
dekstrin (1,5%). Karbohidrat madu ikut menambah pasokan sebagian
energi yang diperlukan balita.

Kadar protein dalam madu relatif kecil, sekitar 2,6%. Namun
kandungan asam aminonya cukup beragam, baik asam amino esensial
maupun non-esensial. Asam amino tersebut turut pula memasok
sebagian keperluan protein tubuh balita.

Vitamin yang terdapat dalam madu antara lain vitamin B1, vitamin
B2, B3, B6, dan vitamin C. Sementara mineral yang terkandung
dalam madu antara lain kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi,
tembaga, fosfor, dan sulfur. Meskipun jumlahnya relatif sedikit,
mineral madu merupakan sumber ideal bagi tubuh manusia karena
imbangan dan jumlah mineral madu mendekati yang terdapat dalam
darah manusia.

Penelitian menunjukkan, madu juga mengandung faktor pertumbuhan.
Dilaporkan, stek batang pohon yang dicelupkan dalam madu akan
lebih cepat berakar dan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan
stek yang ditanam tanpa perlakuan madu.

Madu juga mengandung zat antibiotik. Kandungan ini merupakan
salah satu keunikan madu. Penelitian Peter C. Molan (1992),
peneliti dari Departement of Biological Sciences, University of
Waikoto, di Hamilton, Selandia Baru membuktikan, madu mengandung
zat antibiotik yang aktif melawan serangan berbagai patogen
penyebab penyakit.

Beberapa penyakit infeksi berbagai patogen yang dapat
"disembuhkan" dan dihambat dengan (minum) madu secara teratur
antara lain penyakit lambung dan saluran pencernaan; penyakit
kulit, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), batuk dan demam;
penyakit jantung, hati, dan paru; penyakit-penyakit yang dapat
mengganggu mata, telinga, dan syaraf.

Berdasarkan hasil penelitian Kamaruddin (1997), peneliti dari
Departement of Biochemistry, Faculty of Medicine, Universiti of
Malaya, di Kualalumpur, paling tidak ada empat faktor yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakteri pada madu.
Pertama, kadar gula madu yang tinggi akan menghambat pertumbuhan
bakteri sehingga bakteri tersebut tidak dapat hidup dan
berkembang.

Kedua, tingkat keasaman madu yang tinggi (pH 3.65) akan
mengurangi pertumbuhan dan daya hidupnya sehingga bakteri
tersebut merana atau mati. Ketiga, adanya senyawa radikal
hidrogen peroksida yang bersifat dapat membunuh mikroorganisme
patogen. Dan faktor keempat, adanya senyawa organik yang bersifat
antibakteri. Senyawa organik tersebut tipenya bermacam-macam.
Yang telah teridentifikasi antara lain seperti polyphenol,
flavonoid, dan glikosida.

Takaran minum madu
Untuk mendapatkan manfaat kesehatan dari madu, cairan manis yang
menjadi cadangan makanan koloni lebah ini harus dikonsumsi secara
teratur. Dalam penelitian Widodo tersebut balita sampel diberi
madu sebanyak 20 gram setiap hari. Madu tersebut tidak dianjurkan
untuk bayi usia 0 - 4 bulan, karena makanan pertama dan yang
utama untuk mereka adalah air susu ibunya (ASI). Setelah usia 4
bulan baru boleh diberi madu seiring dengan pemberian makanan
tambahan sesuai anjuran.

Menurut Muhilal, 2-3 sendok makan madu 2 X sehari sudah cukup
memadai untuk menjaga stamina dan kesehatan tubuh. Namun untuk
penyembuhan atau pengobatan, madu lebih baik dikonsumsi dalam
bentuk larutan dalam air karena akan memudahkan penyerapannya di
dalam tubuh. Madu tersebut sebaiknya dikonsumsi dua jam sebelum
makan atau tiga jam sesudah makan.

Selain menambahkan madu pada menu makanan balita secara teratur,
tentu saja berbagai upaya kesehatan lainnya seperti pengobatan
medis, pemberian makanan tambahan, dan imunisasi umum, harus pula
dilakukan. Upaya tersebut akan lebih mempercepat upaya pemulihan
kesehatan dan perbaikan gizi balita, terutama yang susah makan,
sehingga mereka terhidar kemungkinan menjadi generasi tanpa masa
depan (Mohamad Harli, Sarjana Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, IPB)






>> Kirim bunga ke kota2 di Indonesia dan mancanegara? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]


Kirim email ke