FW: [daarut-tauhiid] Marah dengan Kasih Sayang"Ferry Hadary" <[EMAIL PROTECTED]> 
,wrote: 


PETIKAN ARTIKEL: 


- Bayangkan, betapa wajah lugu dengan sorot mata 
berbinar itu meredup cahayanya karena api kemarahan 
yang tidak hanya membakar Anda, tetapi juga jiwa tunas 
muda yang sedang tumbuh tersebut. 
- Ingatlah mereka hanyalah seorang kanak-kanak, bukan 
orang dewasa dalam tubuh yang kecil! 
- Mereka bukan anak ikan, yang begitu lahir langsung 
bisa berenang. 
- Mereka juga bukan anak ayam, yang begitu menetas 
langsung bisa jalan. 
- Mereka adalah anak manusia, yang memerlukan proses 
untuk setiap tahap perkembangannya. 
- Hilangkan rasa marah bila anak membuat kotor, atau 
bersikap "nakal", yang mereka butuhkan adalah 
bimbingan dengan kasih sayang. Bukankah selain sebagai 
"penyejuk mata orang tuanya" anak juga sebuah "amanah" 
yang dititipkan Allah kepada Anda, orang tuanya. 
************************************************ 
MARAH DENGAN KASIH SAYANG 

Marah dan kasih sayang adalah dua hal yang berbeda. 
Ibarat api dengan air, kondisi ini memberikan efek 
yang berlawanan kepada orang yang menerima. Istilah 
dakwah dengan kasih sayang mungkin sudah biasa Anda 
dengar, namun marah disertai kasih sayang, sudahkah 
Anda lakukan? 

Didie, balita gendut berusia 2 tahun itu menangis 
menggerung-gerung di tanah. Baju putih bersihnya penuh 
berlepotan tanah, suara tangisnya pun membahana. 
Dengan mata melotot si ibu menarik tangan anaknya agar 
bangun, dan sebuah cubitan dengan spontan membuat si 
bocah berdiri diiringi tangis yang semakin tinggi 
nadanya. Begitu ancaman cubitan kedua terlihat dari 
tangan sang ibu, suara tangisnya ditahan menjadi 
sedu-sedan. 

Apa yang telah dilakukan bocah itu? Ternyata sepele 
saja. Ia menginginkan mobilan kecil yang dibawa 
sebayanya, anak tetangga sebelah. Keinginan yang 
lumrah buat seorang anak yang belum mengerti definisi 
kepemilikan. Pantaskah ibu memarahinya secara 
berlebihan? 

Umumnya seseorang akan melampiaskan amarahnya dengan 
disertai emosi, tidak hanya kepada orang dewasa namun 
juga kepada anak-anaknya. Padahal emosi ini berkaitan 
erat dengan tingkah laku yang akan muncul. Baik berupa 
ekspresi wajah maupun tindakan seperti, pelototan 
mata, cubitan, umpatan, membanting benda, maupun 
pemukulan. 

Apa yang sering membuat orang tua marah secara 
berlebihan? Stres acapkali menjadi pemicu kemarahan 
orang tua. Beban kerja sebagai ibu rumah tangga dengan 
pekerjaan yang tidak pernah selesai dan cenderung 
monoton, juga salah satu penyebab stres. Atau beban 
kerja di kantor juga bisa menyebabkan stres semakin 
menumpuk. Tanpa sadar, ketika di rumah luapan stres 
ini dilampiaskan dalam bentuk marah dan sikap keras 
kepada anak-anaknya sendiri. 

Betapa menyedihkan melihat anak yang seharusnya 
mendapatkan kasih sayang tetapi justru menerima 
tindakan kekerasan hanya karena orang tua mengalami 
stres dan tidak tahu harus berbuat apa. Bayangkan, 
betapa wajah lugu dengan sorot mata berbinar itu 
meredup cahayanya karena api kemarahan yang tidak 
hanya membakar Anda, tetapi juga jiwa tunas muda yang 
sedang tumbuh tersebut. 

Mungkin Anda pernah mendengar kisah seorang ayah yang 
memberikan sekantong paku kepada anaknya yang 
berkelakuan buruk. Kisah ini semoga memberikan Anda 
ruang untuk berpikir, sebelum meluapkan marah kepada 
buah hati tercinta. Kisahnya demikian, setiap kali si 
anak marah atau tidak bisa mengendalikan diri, Sang 
Ayah menyuruhnya memaku sebatang paku di pagar. Hari 
pertama, banyak paku yang tertancap di pagar. Tetapi 
dengan berlalunya waktu, si anak sampai pada hari di 
mana tidak sebatang paku pun perlu ia tancapkan. Maka 
datanglah ia kepada Ayahnya. 

Si Ayah menyuruhnya mencabut kembali satu batang paku 
setiap kali ia berhasil sabar dan menahan marah. 
Ternyata pekerjaan mencabut ini, lebih sulit daripada 
memaku. Ada lubang yang ditinggalkan begitu paku 
berhasil dicabut. Setelah semua paku berhasil dicabut, 
ia dapati pagar tidak kembali utuh seperti semula, ada 
banyak bekas lubang-lubang paku. Apa komentar Ayah 
yang bijak ini? 

"Kau bisa menancapkan pisau di punggung orang dan 
mencabutnya kembali, tetapi itu akan meninggalkan 
luka. Tidak peduli berapa kali kau meminta maaf atau 
menyesal, lukanya tetap tinggal. Ketahuilah luka 
melalui ucapan sama perihnya dengan luka fisik." 

Mari kita ambil hikmah dari nasehat ini, kalau Anda 
memarahi anak dan kemudian meminta maaf atas 
kekhilafan tersebut. Mungkin suasana kedamaian rumah 
akan kembali normal, tapi tahukah Anda bahwa 
perasaannya yang tergores karena amarah Anda tidak 
akan hilang begitu saja? Bahkan bisa jadi kemarahan 
Anda atas kesalahan yang ia perbuat justru menjadikan 
anak pasif, takut mencoba dan takut melakukan 
kesalahan kembali. 

Sekarang bandingkan dengan Iklan deterjen ini, yang 
pasti akrab ditelinga orang tua. "Bagi saya, kotor itu 
tidak masalah, karena di balik kotor ada belajar!" 
demikian ujar si ibu menanggapi tingkah anaknya yang 
menyebabkan bajunya kotor semua. Tidak ada rasa marah 
meskipun aktivitas anak tersebut akan merepotkan ibu. 
Menambah beban kerjanya karena harus membereskan, 
membersihkan rumah dan menambah cucian kotor. 

Memang, menjadi orang tua yang baik adalah "proyek" 
yang tidak pernah selesai dilakukan orang tua. Bahwa 
betapa sulitnya menjadi orang tua yang baik, betul 
adanya. Salah satu yang paling sulit adalah bagaimana 
orang tua bisa mengendalikan emosi dalam mengasuh 
anak-anaknya. Umumnya yang terjadi adalah ketika 
menghadapi kenakalan anaknya, orang tua kehilangan 
semua teori yang telah mereka peroleh dari buku-buku 
ataupun seminar mengenai pola asuh anak. Seberapa 
efektif marah yang diekspresikan orang tua mampu 
meredakan kenakalan anak? Dari literatur diperoleh 
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa anak balita 
masih belum bisa memahami hubungan antara tindakannya 
yang 'nakal' menurut kacamata orang tua dengan pukulan 
yang diterimanya. Anak hanya merasakan sakit karena 
dipukul, tanpa tahu kenapa dipukul. Kalaupun ia tidak 
lagi melakukan tindakan 'nakal'-nya, itu bukan karena 
dia menyadari kenakalannya, tetapi lebih pada rasa 
takut akan dipukul lagi. 

Oleh sebab itu, kenapa Anda tidak marah dengan sepenuh 
kasih sayang? Bukan berarti Anda meniadakan "marah" 
dalam mendidik anak. Ketika Anda marah, haruslah dalam 
kondisi bahwa kesalahan tersebut memang pantas untuk 
dimarahi. Jangan campurkan kesalahan kecil dengan yang 
besar, sehingga ketika saat Anda memang harus marah 
itu akan berdampak efektif terhadap anak. 

Biarkan anak menikmati setiap tahap kehidupannya. 
Jangan tergesa-gesa membentuk dirinya. Apalagi 
disertai emosi untuk mengaturnya sesuai dengan standar 
Anda. Ingatlah mereka hanyalah seorang kanak-kanak, 
bukan orang dewasa dalam tubuh yang kecil! Jadi 
bersabar dalam menghadapi tingkah pola anak, adalah 
sikap yang terbaik. Mereka bukan anak ikan, yang 
begitu lahir langsung bisa berenang. Mereka juga bukan 
anak ayam, yang begitu menetas langsung bisa jalan. 
Mereka adalah anak manusia, yang memerlukan proses 
untuk setiap tahap perkembangannya. 

Perhatikan, betapa menggemaskan cara mereka belajar 
merangkak, belajar berjalan, memasukkan makanan yang 
berlepotan di lantai, atau ketika latah meniru satu 
kata, tanpa mengerti makna. Hilangkan rasa marah bila 
anak membuat kotor, atau bersikap "nakal", yang mereka 
butuhkan adalah bimbingan dengan kasih sayang. 
Bukankah selain sebagai "penyejuk mata orang tuanya" 
anak juga sebuah "amanah" yang dititipkan Allah kepada 
Anda, orang tuanya. 

Kirim email ke