Mohon Maaf bila saya sisipkan kisah & artikel dibawah ini. Saya juga tidak mengetahui sumber penulis awal karena dapat dari Teman. Cuman saya berharap semoga anak-anak kita mempunyai sosok idola pada orangtuanya sendiri dan semoga segala pengorbanan ikhlas kita (baca :ayah & ibu yg bekerja) menjadi tidak sia-sia seperti kisah2 tragis yg telah disampaikan sebelumnya.
Salam, Mama Vinny & Vidya ======================================================================= "WHERE HAS THE FATHER GONE ?" Dalam sebuah dialog antara pemerhati pecandu Narkoba, seorang ibu bercerita. Katanya, tak ada kesakitan yang lebih mencekam ketimbang cengkraman Narkoba pada anaknya. Dengan menahan tangis dan sedikit dendam, ia mengatakan anaknya adalah korban dari hilangnya lelaki dewasa (ayah) dalam putaran kehidupan rumah tangganya. "Where has the father gone?" Dimana sih ayah-ayah mereka? Anak-anak yang ditakdirkan menjadi pelaku sejarah di atas hanyalah sebagian kecil di antara berjuta anak yang sebenarnya tidak membutuhkan konseling psikologi. Apa yang mereka butuhkan, namun seringkali tidak mereka miliki adalah ayah yang peduli padanya dan punya waktu untuk bersama. Anak-anak itu tidak butuh tenaga psikiater tapi dia butuh seseorang yang bisa dipercaya. Lalu dimanakah ayah-ayah mereka ? Ada dua jawaban: PERTAMA: AYAH YANG ADA, TAPI SUKA MEMBOLOS Tipe ini kita temukan dimana-mana. Di lapangan golf, tenis, bulu tangkis, kantor dan tempat lainnya. Ada ayah yang dinas luar (tugas kantor atau dakwah) ke daerah daerah hampir setiap bulan. Ada ayah yang bekerja, berangkat sesudah subuh dan pulang larut malam. Ada juga ayah yang nongkrong, tidur-tiduran di tempat tertentu hanya untuk melegitimasi bahwa ia sibuk sepanjang hari. Sehingga seolah-olah hanya ada waktu sisa buat anak-anaknya. Kesimpulannya, ayah-ayah ini ada dimana-mana,tapi mereka sering membolos dari waktu bersama anaknya. Mereka (ayah-ayah ini) sulit ditemukan di rapat-rapat POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru), karena ada peninggalan purba yang menyatakan bahwa urusan sekolah adalah hak mutlak sang ibu. Kita jarang menemukan ayah di tempat praktek dokter menggendong anaknya yang sakit. Kita juga tidak melihatnya di kantor kepolisian mengurus anaknya yang melakukan tindakan kriminal. Ayah-ayah ini apabila ditanyakan pada mereka: apakah yang penting dalam hidupmu? Biasanya mereka menjawab: keluarga dan anak-anak. Naifnya, jawaban ini sering tidak tercermin dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagaimana mereka mengatur waktu dan tenaga mereka sehari-hari antara pekerjaan dan anak. Simaklah dialog berikut ini: Sang Anak:"Ayah, Yah main bola yuk?" Sang Ayah: "O, ya. Ayah baca koran dulu!" "O, ya. Ayah nonton berita dulu !" "O, ya. Ayah janji main bola hari Sabtu!" "O, ya. Ayah ada acara nih" "O, ya. Ayah lagi cape ? " "O, ya. Ayah lagi banyak kerjaan" "O, ya. Ayah mau tapi ? " Mungkin ayah seperti inilah yang dimaksudkan oleh hasil need assesment dari Lembaga Demografi salah satu universitas negeri di Jakarta. Jajak pendapat itu menerangkan empat ciri menonjol ayah tipe pertama ini. Cepat marah, jarang ada waktu ngobrol dengan anak, ditakuti anak dan selalu menakar seluruh pekerjaan dengan uang. KEDUA: AYAH YANG ADA (FISIK) DAN RAJIN TAPI TIDAK TAHU HARUS BERBUAT APA Kita menemukan ayah-ayah ini sering berada di rumah. Mereka mengerjakan banyak hal, tapi tidak terlalu mengerti apa yang dikerjakannya. Sebuah gelombang rutinitas menjebak dan membawanya berputar-putar ke dalam pekerjaan yang memiliki kualitas rendah. Anak-anak menjumpai tokoh ini sepanjang waktu di rumah, namun sayangnya lambat laun sang tokoh menjadi tidak berarti dalam kehidupan mereka. Tidak ada lagi kejutan-kejutan psikologis yang biasa ditunggu-tunggu anak dari seorang ayah yang normal. Ritme komunikasi berjalan tanpa greget dan hambar. Sebagian besar korban Narkoba dan pelecehan seksual di kalangan remaja memiliki ayah tipe kedua ini. Bukan Superman tapi Superstar Benar, ayah bukanlah superman, tapi ia adalah superstar. Ia bintang di tengah keluarga. Ia pembawa dan penentu model sekaligus agen sosial. Lewat aksi panggungnya yang memikat, ia menggemuruhkan keceriaan keluarga. Tapi,sebagai seorang bintang, ia tidak lahir dengan sendirinya. Ia membutuhkan dukungan. Norma Tarazi dalam bukunya The Child menerangkan ini dengan baik, katanya: peran ayah itu digambarkan dengan jelas. Bahkan lebih jelas dari peran ibu, karena bagi lelaki peran ayah bukanlah peran instinktif. Peran ini lebih embutuhkan bimbingan sosial daripada wanita dengan perannya sebagai ibu. Sebelum dukungan datang dari luar, maka sang ayah harus mencari dukungan dari dirinya sendiri. Mereka haruslah secara kontinyu merangsang dialog dengan hati nurani secara intens dan apresiatif. Dialog-dialog ini harus mampu meyakinkan bahwa ia tidaklah satu-satunya ayah yang sedang belajar menjadi superstar. Bahwa anak-anak membutuhkan cinta, dukungan, dorongan dan perlindungannya. Bahwa melalui anak-anak para orang tua diajarkan makna hidup, cinta, kesucian, kesabaran dan sebagainya. Bahwa anak-anak melihat dunia luar dengan perantara jendela sang superstar. Dukungan dalam diri tidak akan berarti tanpa tekun dan sabar berlatih. Sampai suatu saat hilangnya kekakuan dalam berhadapan dengan anak-anak. Muncullah ayah yang dengan ikhlas membantu anaknya mengerjakan PR, memandikan anak, mencuci baju dan belanja. Ayah yang membacakan buku cerita untuk anaknya, mengantar anak les komputer. Ayah-ayah inilah yang akan membuat dunia ini berputar dan menjawab pertanyaan "where have all the fathers gone?" dengan "Here I am. Now and forever!" -----Original Message----- From: Chandra [mailto:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Thursday, May 30, 2002 8:40 AM To: Balita Anda Subject: [balita-anda] FW: < OOT > RENUNGAN UNTUK KAUM AYAH SEKALI LAGI.....BAHAN RENUNGAN (BUKAN BAHAN PERDEBATAN) (",) Gantian....sekarang giliran kaum pria. Cerita fiktif ini saya dapat dari teman, entah sumbernya dari mana. ---------------------------------------------------------------------------- ---- Ada seorang Ayah dalam sebuah keluarga. Ia adalah seorang pekerja keras yg mencukupi seluruh kebutuhan hidup bagi istri dan ketiga anaknya. Ia menghabiskan malam2 sesudah bekerja dengan menghadiri kursus2, untuk mengembangkan dirinya dengan harapan suatu hari nanti dia bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yg lebih baik. Kecuali hari2 Minggu, Sang Ayah sangat susah untuk bisa makan ber-sama2 keluarganya. Dia bekerja dan belajar sangat keras karena dia ingin menyediakan keluarganya apa saja yg bisa dibeli dengan uang. Setiap kali keluarganya mengeluh kalau dia tidak punya cukup waktu dengan mereka, dia selalu beralasan bahwa semuanya ini dilakukan untuk mereka. Tetapi seringkali dia sangat berkeinginan untuk menghabiskan waktu bersama keluarganya. Suatu hari tibalah saatnya hasil ujian diumumkan. Dengan sangat gembira, Sang Ayah ini lulus, dengan prestasi gemilang pula! Segera sesudah itu,dia ditawarkan posisi yg baik sebagai Senior Supervisor dengan gaji yang menarik. Seperti mimpi yang menjadi kenyataan, sekarang Sang Ayah mampu memberikan keluarganya kehidupan yang lebih mewah, seperti pakaian yang indah2, makanan2 enak dan juga liburan ke luar negeri. Namun, keluarganya masih saja tidak bisa bertemu dengan Sang Ayah hampir dalam seluruh minggu. Dia terus berkerja sangat keras, dengan harapan bisa dipromosikan ke jabatan Manager. Nyatanya, untuk membuat dirinya calon yg cocok untuk jabatan itu, dia mendaftarkan diri pada kursus lain di Universitas Terbuka. Lagi, setiap saat keluarganya mengeluh kalau Sang Ayah tidak menghabiskan cukup waktu untuk mereka, dia beralasan bahwa dia melakukan semua ini demi mereka. Tetapi, seringkali lagi dia sangat berkeinginan untuk menghabiskan lebih banyak waktu lagi dengan keluarganya. Kerja keras Sang Ayah berhasil dan dia dipromosikan. Dengan penuh sukacita, dia memutuskan untuk memperkerjakan seorang pembantu untuk membebaskan istrinya dari tugas2 rutinnya. Dia juga merasa kalau flat dengan tiga kamar sudah tidak cukup besar lagi, akan sangat baik untuk keluarganya bisa menikmati fasilitas dan kenyamanan sebuah kondominium. Setelah merasakan jerih payah kerja kerasnya selama ini, Sang Ayah memutuskan untuk lebih jauh lagi belajar dan bekerja supaya bisa dipromosikan lagi. Keluarganya masih tidak bisa sering bertemu dengan dia. Kenyataannya, kadang2 Sang Ayah harus bekerja di hari2 Minggu untuk menemani tamu2nya. Lagi, setiap kali keluarganya mengeluh kalau dia tidak menghabiskan cukup waktu dengan mereka, dia beralasan kalau semua ini dilakukan demi mereka. Tetapi, seringkali lagi dia sangat berkeinginan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarganya. Seperti yang diharapkan, kerja keras Sang Ayah berhasil lagi dan dia membeli sebuah kondominium yg indah yg menghadap ke pantai Singapura. Pada malam pertama di rumah baru mereka, Sang Ayah mengatakan kepada keluarganya bahwa dia memutuskan untuk tidak mau mengambil kursus dan mengejar promosi2 lagi. Sejak saat itu dia ingin memberikan lebih banyak waktu lagi untuk keluarganya. Namun........., Sang Ayah tidak bangun2 lagi keesokan harinya..... Pertanyaan untuk Refleksi: Apakah anda bekerja untuk hidup atau hidup untuk bekerja? ADA DUA HAL YANG HARUS DICAPAI DALAM KEHIDUPAN INI: PERTAMA, UNTUK MENDAPATKAN APA YANG ANDA INGINKAN; DAN SESUDAH ITU, UNTUK MENIKMATINYA. HANYA ORANG YG SANGAT BIJAKSANA YANG DAPAT MENCAPAI YANG KEDUA. Kekuatiran tidak bisa menghilangkan penderitaan hari esok, hanya bisa menghilangkan Kekuatan hari ini. Kebahagiaan tidak tergantung dari berapa banyak yang harus anda nikmati, tetapi bagaimana anda menikmati apa yang anda miliki. Regards, Chandra Budiman http://special.for-kids.com >> Kirim bunga ke kota2 di Indonesia dan mancanegara? Klik, http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]