Moal aya media (naon bae jenisna) anu midangkeun acara (naon bae jenisna jeung sifatna) lamun sakirana taya konsumenna. Undang-undang tinggal Undang-Undang, hukum tinggal Hukum, ari butuh mah pasti pada neangan...... Nya kitu oge pidangan pornaografi jeung pornoaksi...
Undang-Undang pornaografi jeung pornoaksi kiwari geun lain projek moral tapi kiwari geus jadi projek politisi pikeun ngarebut simpati masyarakat..... AG/bdg --- In Baraya_Sunda@yahoogroups.com, Waluya <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Baraya, ieu aya artikel perkawis RUU "Porosot Nonghol" kenging Franz > Magnis-Suseno, Rohaniawan Katholik, nu asalna urang Jerman. Keun we > kenging urang Katholik oge, da eusi artikel ieu teu nyabit-nyabit agama > ..... > > Nyanggakeun! > > > Suara Pembaruan, 20 Februari 2006 > > "Sekitar RUU Antipornografi" > > Oleh: Franz Magnis-Suseno > > > BANYAK pengamat menolak sebuah RUU antipornografi. > Dengan argumen-argumen yang cukup kuat. Akan tetapi, > di sini diandaikan bahwa dalam masyarakat seperti > Indonesia UU tersebut masih diperlukan. > > Namun, RUU yang sekarang sedang dibahas menurut saya > tidak memenuhi syarat minimum kompetensi yang harus > dituntut. Pertama, RUU ini tidak membedakan antara > porno dan indecent (tak sopan) dan bahkan > mencampuraduk dua-duanya dengan erotis. Porno adalah > segala apa yang merendahkan manusia menjadi objek > nafsu seksual saja. Tetapi dalam sebuah UU pengertian > filosofis ini harus diterjemahkan ke dalam definisi > yang operasional yang dapat dipertanggungjawabkan. > Paham indecent malah tidak muncul di RUU ini. Istilah > yang dipakai, "bagian tubuh tertentu yang sen- sual", > menunjukkan inkompetensi para konseptor RUU ini. Yang > dimaksud (penjelasan pasal 4) adalah "antara lain alat > kelamin, paha, pinggul, pantat, pusar, dan payudara > perempuan, baik terlihat sebagian maupun seluruhnya." > Dan itu semuanya porno? Astaga! > > Bedanya porno dan indecent adalah bahwa porno di mana > pun tidak diperbolehkan, sedangkan indecent tergantung > situasi. Alat-alat kelamin primer memang di masyarakat > mana pun ditutup. Tetapi bagian tengah tubuh perempuan > di India misalnya tidak ditutup. Tak ada pornonya > sedikit pun (dan perut bagian tengah terbuka pada anak > perempuan sekarang barangkali tak sopan tetapi jelas > bukan porno). Lalu, "bagian payudara perempuan" mulai > di mana? > > Paha di kolam renang tidak jadi masalah, tetapi orang > dengan pakaian renang masuk di jalan biasa bahkan > didenda di St Tropez. Yang harus dilarang adalah yang > porno, sedangkan tentang indecency tak perlu ada > undang-undang, tetapi tentu boleh ada > peraturan-peraturan (misalnya di sekolah, dan bisa > berbeda di Kuta dan di Padang). > > Sedangkan "erotis" bukan porno sama sekali. Erotis itu > istilah bahasa kesadaran. Apakah sesuatu itu erotis > lies in the eyes of the beholder (tergantung yang > memandang)! Bagi orang yang sudah biasa, perempuan > dalam pakaian renang di sekitar kolam renang tidak > erotis dan tidak lebih merangsang daripada perempuan > berpakaian penuh di lain tempat. Tetapi perempuan > elegan, berpakaian gaun panjang, kalau naik tangga > lalu mengangkat rok sehingga 10 cm terbawah betisnya > jadi kelihatan, bisa amat erotis. > Tarian erotis mau dilarang? Tetapi apakah ada tarian > yang tidak erotis? Seni tari justru salah satu cara > (hampir) semua budaya di dunia mengangkat kenyataan > bahwa manusia adalah seksual secara erotis dan > sekaligus sopan. Jadi erotis juga tidak berarti tak > sopan. Hal erotis seharusnya sama sekali tidak menjadi > objek sebuah undang-undang. RUU seharusnya tidak > bicara tentang "gerak erotis", "goyang erotis". > Yang harus dilarang adalah tarian porno. Karena itu > porno harus didefinisikan secara jelas, tidak dengan > mengacu pada "sensual" atau "merangsang" atau > "mengeksploitasi". > > Saya mengusulkan bahwa definisi porno menyangkut (1) > alat kelamin, payudara perempuan (itu pun ada > kekecualian, jadi tidak mutlak; apalagi tak perlu > embel-embel "bagian"), dan, kalau mau, pantat; dan (2) > melakukan hubungan seks untuk ditonton orang lain. > > Kedua, dan itu serius: Moralitas pribadi bukan urusan > negara. Menurut agama saya memang semua pencarian > nikmat seksual di luar perkawinan sah adalah dosa. > Jadi kalau saya sendirian melihat-lihat gambar porno, > itu dosa. Tetapi apakah negara berhak melarangnya? > Bidang negara adalah apa yang terjadi di depan umum. > Kalau orang dewasa mau berdosa di kamar sendiri, itu > bukan urusan negara. Begitu pula, apabila saya beli > barang porno untuk saya sendiri, itu tanda buruk bagi > moralitas saya, tetapi bukan urusan negara (tetapi > tawaran barang porno tentu boleh dilarang). > > Yang perlu dikriminalkan adalah segala urusan seksual > dengan orang di bawah umur. Menjual, memiliki, > mendownload gambar, apalagi terlibat dalam aktivitas, > yang menyangkut ketelanjangan, atau hubungan seks, > dengan anak harus dilarang dan dihukum keras. > > Semoga catatan sederhana ini membantu membuat > undang-undang yang memenuhi syarat dan, lantas, juga > bermanfaat.* > http://groups.yahoo.com/group/baraya_sunda/ [Ti urang, nu urang, ku urang jeung keur urang balarea] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/Baraya_Sunda/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/