--- In Baraya_Sunda@yahoogroups.com, "Rahman" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Baraya,
> 
> Asa ku sedih maca ieu warta teh. Na asa kabina2 teuing! Piraku tingkat
> mentri ngcapruk siga kitu? Na teu nyahoeun posisi na kitu... teu nyaho

Baraya,

Beu... geuning lain ngan saukur mentri nu ngacapruk teh..... Pingpinan
MPR/DPR oge deuih. Rek dibawa ka mana atuh ieu nagara teh?
Sedihhhhhh....!!! :((((

Rh

Surat Terbuka kepada Ketua MPR
Oleh Anick H.T.
22/02/2006

Yang Mulia Bapak Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Perkenankanlah saya
menyatakan keprihatinan mendalam atas pernyataan Anda di Pekanbaru
seperti dikutip kantor berita Antara pada 6 Februari. Dalam kesempatan
menanggapi bergulirnya isu permintaan suaka politik ke Negara Kanada
dan Australia oleh jemaah Ahmadiyah Indonesia yang menjadi korban
persekusi itu, ada beberapa hal yang membuat saya tersentak.

Tulisan ini sebelumnya dimuat di Koran Tempo, 18 februari 2006.

Perkenankanlah saya menyatakan keprihatinan mendalam atas pernyataan
Anda di Pekanbaru seperti dikutip kantor berita Antara pada 6 Februari.

Yang Mulia Bapak Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.

Perkenankanlah saya menyatakan keprihatinan mendalam atas pernyataan
Anda di Pekanbaru seperti dikutip kantor berita Antara pada 6
Februari. Dalam kesempatan menanggapi bergulirnya isu permintaan suaka
politik ke Negara Kanada dan Australia oleh jemaah Ahmadiyah Indonesia
yang menjadi korban persekusi itu, ada beberapa hal yang membuat saya
tersentak.

Anda menyatakan bahwa permintaan suaka itu sebagai tindakan aneh.
Apakah aneh jika para korban persekusi itu merasa tidak dilindungi
oleh negaranya ("Polisi Tak Menjamin Keamanan Anggota Ahmadiyah",
Tempo Interaktif, 6 Februari 2006), kemudian meminta bantuan ke negara
lain? Apakah tidak lebih aneh jika warga Indonesia yang lahir dan
besar di Indonesia diusir dari tanah yang dimilikinya sendiri hanya
karena berbeda keyakinan? Apakah tidak lebih aneh jika seorang warga
Indonesia dilarang beribadah di masjidnya sendiri, sementara
konstitusi menjamin kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya? Apakah tidak lebih aneh jika seorang bupati
membuat surat keputusan yang secara terang-terangan melanggar
konstitusi, tanpa ada teguran dari pejabat yang lebih tinggi, termasuk
Anda sebagai pemegang amanat konstitusi?

Saya ingin mengingatkan kembali pernyataan Anda seperti dikutip kantor
berita Antara. "Permasalahan Ahmadiyah sesungguhnya bisa dibuat tidak
rumit jika mereka kembali pada konsistensi menjadi muslim sebagaimana
muslim demokrat lainnya di Indonesia." "Jika ada kawan-kawan yang
menganut ajaran ini, kenapa tidak kembali saja pada arus besar umat
Islam yang tidak punya nabi bernama Mirza Ghulam Ahmad itu." "Jika
mereka mengaku beragama Islam, batasannya sangat jelas. Saya kira
lebih baik mereka berada dengan bangsa Indonesia di sini menjadi umat
Islam sebagaimana umat Islam lainnya untuk menghadirkan kebersamaan
yang kuat sebagai bangsa Indonesia." "Jika ingin jadi umat Islam, apa
sih susahnya untuk itu."

Sungguh, saya betul-betul tidak mengerti mengapa seorang Ketua MPR
bisa mengeluarkan pernyataan itu, yang bagi saya justru memunculkan
kerumitan yang amat sangat, saat Anda sendiri ingin membuatnya tidak
rumit. Ada beberapa hal yang menjadi ganjalan. Pertama, dalam
kesempatan pidato menyambut hari raya Imlek beberapa waktu lalu,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat melontarkan beberapa
pernyataan yang sangat maju menyangkut kebebasan beragama. Salah
satunya ditegaskan bahwa negara tidak lagi mengintervensi ajaran agama
warganya.

Lalu, jika Anda sebagai Ketua MPR merasa bahwa Islam punya batasan
yang jelas dan bisa Anda ukur, dan kemudian aparat negara berhak
menggunakan ukuran tunggal itu untuk mempersekusi dan mengusir
warganya, apakah kemudian Anda menganggap pernyataan Presiden
Yudhoyono subversif? Atau, jika Anda menganggap pernyataan Yudhoyono
sesuai dengan konstitusi, apakah berarti SK Bupati Lombok Barat
subversif? Atau, karena ada fatwa Majelis Ulama Indonesia yang
melarang ajaran Ahmadiyah, itu berarti bisa menjustifikasi pelanggaran
konstitusi?

Kedua, permintaan Anda kepada anggota Ahmadiyah untuk kembali pada
konsistensi menjadi muslim sebagaimana muslim demokrat lainnya di
Indonesia, bagi saya, contradictio in terminis. Muslim demokrat, bagi
saya, mereka yang menghargai keyakinan muslim lain meski tidak sesuai
dengan yang diyakininya. Muslim demokrat adalah muslim yang berani
berbeda dan berani membela hak hidup siapa pun yang berbeda pandangan
dengan dia.

Ketiga, tampak sekali Anda menyederhanakan masalah dan menyepelekan
keyakinan kelompok yang berbeda dengan Anda ketika bertanya retorik:
apa susahnya anggota Jemaat Ahmadiyah kembali menjadi muslim seperti
muslim lainnya? Apa pun argumen yang mendasari keyakinan seseorang
(dan saya yakin warga Ahmadiyah memiliki argumen yang cukup kuat untuk
itu, sekuat Anda meyakini Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir),
saya kira orang lain tidak dapat begitu saja menganggap sepele
keyakinan itu. Apalagi jika kita ingat bahwa jemaah Ahmadiyah sudah
hadir dan memiliki pengikut di Indonesia sejak Indonesia belum merdeka.

Keempat, saya meyakini spektrum perbedaan antarkelompok Islam di
Indonesia sangat luas, dan itulah sunatullah. Jika kejadian persekusi
ini dibiarkan terus-menerus terjadi, nantinya tidak hanya warga
Ahmadiyah yang menjadi korbannya. Kelompok-kelompok lain yang
dipandang berkeyakinan di luar mainstream, yang menurut Anda ukurannya
jelas itu, pada gilirannya memungkinkan diperlakukan sama.

Kelima, saya yakin Anda tahu betul bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang kita cintai ini telah memiliki konstitusi yang jelas,
yang melindungi kebebasan beragama semua warganya. Dan warga Ahmadiyah
tidak bisa dikecualikan dalam hal ini. Saya juga yakin Anda tahu betul
bahwa negara kita sudah meratifikasi Kovenan Internasional tentang
Hak-hak Sipil dan Politik, dan tentang Hak Sosial, Ekonomi, dan
Budaya, juga turut menyetujui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
1948, dan telah pula memiliki Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia.
Dipandang dari sudut ini, tentunya sangat tidak produktif--untuk tidak
mengatakan gegabah--mengeluarkan pernyataan miring seperti itu,
terlepas apakah Anda berbicara dalam kapasitas resmi sebagai Ketua MPR
atau sebagai salah satu petinggi Partai Keadilan Sejahtera atau
sebagai pribadi sekalipun.

Surat terbuka ini saya maksudkan sebagai bentuk rasa memiliki, bagian
dari warga negara Indonesia yang tak ingin negaranya tercabik-cabik
oleh rasa benci dan menang sendiri. Juga sebagai warga negara yang
ingin memiliki pemimpin yang sejuk dan mendamaikan.

Anick H.T. Pegiat Aliansi untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan






http://groups.yahoo.com/group/baraya_sunda/

[Ti urang, nu urang, ku urang jeung keur urang balarea] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Baraya_Sunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke