he he, pami dina milis ieu aya postingan dina basa Indonesia
sok inget jaman keur budak, pami nguping anu cacarios dina basa Indonesia
teh sok kieu,
"Euy, aya urang Indonesia",
punten , karesep simkuring pangpangna, nanaon artikel teh disundakeun, kitu
tah Kang Rahman

aya fenomena oge tina kamajuan ekonomi china
maranehna geus poho jeung komunisna, ngabangun nagarana bisa ngagetkeun,
sabab tegas dina  ngalawan korupsi.

nu didaramel di amerika utamina kerah biru seueur ti asia, kunaon ?
langkung mirah. amerika dina hal ieu kadahar ku polahna sorangan,
gaya hirup maranehna mahal ,
kabutuhan 1 manusa AS = 40-50 bangsa urang
(pami teu cocog ke urang buka deui bukuna)

komunis leungit, musuh utama amerika kiwari "ekstrimis" kanan nyaeta islam
sabab islam nyebat kapitalisme minangka ribaiyah-spekulatif
tapi nagara islam anu mana anu tos buktos rohmatan lil alamin ka sadaya
mahluk ?
wallohu alam.

cag deui,




On 6/15/08, Rahman <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Krisis Tiga Dekade
> Kacaunya Tatanan Ekonomi Dunia
> Minggu, 15 Juni 2008 | 01:11 WIB
>
> Simon Saragih
>
> "Hal yang terburuk adalah, jika semuanya berlanjut seperti yang
> sudah-sudah, situasi akan menjadi lebih buruk."
>
> Demikian pernyataan Ketua Delegasi Kuba Jose Ramon Machado Ventura
> pada pertemuan pangan dunia yang diselenggarakan Organisasi Pangan dan
> Pertanian (FAO) di Roma, 4 Juni lalu.
>
> Selama tiga dekade, situasi memang lebih buruk. Ada 1,2 miliar
> penduduk dunia hidup di bawah garis kemiskinan. Selama tiga dekade
> terakhir krisis besar selalu bermunculan, dimulai dari krisis utang
> yang menyebabkan Amerika Latin mengalami dekade hilang pada dekade
> 1980-an. Krisis utang Amerika Latin justru makin memburuk karena resep
> Dana Moneter Internasional (IMF) ditambah lagi rezim diktator tak becus.
>
> Hal itu dilanjutkan dengan krisis keuangan 1990-an di Asia, Turki, dan
> merembet ke Rusia. Lagi, peran IMF, Bank Dunia, dan konsensus
> Washington tak mampu melepas negara yang terjerat krisis keluar dari
> masalah.
>
> Adalah perlawanan pada octopussy IMF, Bank Dunia, Wall Street, dan
> Gedung Putih yang membangkitkan negara seperti Venezuela, Rusia,
> Bolivia, dan dalam konteks lebih lunak, Thailand, Korea Selatan, serta
> Malaysia, yang tak mau menerima bulat-bulat resep berbasiskan Gedung
> Putih, yang dikenal melekat dengan "Doktrin Wolfowitz". Doktrin yang
> diprakarsai Paul Wolfowitz, mantan Dubes AS untuk Indonesia, memiliki
> visi dan misi AS untuk mengontrol berbagai negara.
>
> Ventura secara langsung mengingatkan dunia yang diatur kekuatan AS,
> dengan penekanan pada pola pandangnya sendiri. Pola pandang ini telah
> menghasilkan tragedi dan kerusakan sistem global. Kekuatan Washington
> itu masih dilandasi pandangan Henry Kissinger, mantan Menlu AS.
>
> Dalam kata-kata Henry Kissinger, "Dengan mengontrol minyak, Anda akan
> mengontrol negara. Dengan mengontrol pangan, Anda akan mengontrol rakyat."
>
> Kalimat Kissinger ini diingatkan kembali dalam tulisan Michel
> Chossudovsky berjudul "Krisis Global: Pangan, Air, dan Bahan Bakar
> Energi. Tiga Kebutuhan Fundamental dalam Kehidupan sedang dalam
> Kehancuran".
>
> Chossudovsky adalah profesor ekonomi dari University of Ottawa dan
> Direktur Centre for Research on Globalization, Kanada.
>
> Kekuatan dan kontrol Washington atas dunia kini tidak lagi hanya
> berada di Gedung Putih, tetapi juga melebar ke Wall Street dan lembaga
> keuangan dunia seperti IMF, Bank Dunia, dan kini merambah ke PBB, di
> mana peran-perannya sebagai stabilisator ekonomi dan politik dunia
> makin sirna. Buahnya adalah rusaknya sebuah tatatan dunia di berbagai
> aspek.
>
> Kombinasi kekuatan itu telah melahirkan krisis global jilid 3, yakni
> krisis pangan, minyak, bursa, dan ekonomi, yang merembet ke krisis
> politik di berbagai negara, ditandai dengan protes warga yang jengkel
> dengan kenaikan harga pangan dan minyak dengan segala dampaknya.
>
> Menurut Chossudovsky, kemiskinan, kekacauan, dan ketidakstabilan
> politik di satu negara juga bisa muncul karena ketidakbecusan
> pemerintahan sebuah negara mengelola negaranya. Namun, kini ada
> kekuatan ekstra penambah kekacauan yang menghasilkan globalisasi
> kemiskinan dan kekacauan politik, yakni tatanan ekonomi dan politik
> dunia yang sedang hancur berantakan.
>
> Tetap terimbas
>
> Sebagus apa pun pengelolaan negara dilakukan sebuah pemerintahan,
> negara ini tetap mengalami imbas dari roda globalisasi yang kacau dan
> kapitalistis. Asia, yang dikenal sebagai kawasan pertumbuhan global
> dengan manajemen ekonomi relatif lebih baik, tak luput dari masalah itu.
>
> "Mood pada pertemuan tahun lalu ditandai dengan optimisme soal prospek
> pertumbuhan ekonomi di Asia. Namun, akibat kejadian terakhir ini,
> seperti kenaikan harga pangan dan BBM serta penurunan pertumbuhan
> ekonomi global, kawasan Asia sedang menghadapi sebuah realitas ekonomi
> dan politik baru," kata Sushant Palakurthi Rao, Direktur Rekanan dan
> Wakil Kepala Asia World Economic Forum (WEF), menjelang
> penyelenggaraan WEF di Kuala Lumpur, 15-16 Juni.
>
> "Pertemuan ini merupakan kesempatan bagi para pemimpin kawasan untuk
> tidak saja merespons ketidakpastian baru dalam jangka pendek, tetapi
> juga bagaimana beranjak ke depan menuju agenda bersama di Asia Timur
> untuk menghadapi tantangan global," kata Rao.
>
> Kekacauan atau krisis global terbaru itu adalah fakta dan bukan
> semata-mata pandangan emosional dari kelompok kiri.
>
> Chossudovsky memberi contoh komoditas pangan dan minyak yang penentuan
> harganya kini diatur di bursa New York dan Chicago.
>
> Chossudovsky mengatakan, krisis harga tidak disebabkan kelangkaan
> pasokan atas berbagai komoditas, tetapi disebabkan kontrol harga di
> tangan segelintir korporasi atau pelaku.
>
> Lebih ironis lagi, perilaku para pelaku itu tidak diatur dengan
> peraturan yang mengharuskan transparansi dan integritas, tetapi dengan
> peraturan rimba raya.
>
> Perilaku liar ini semakin menjadi-jadi karena para senator AS dari
> Partai Republik tidak mendukung keinginan rekan mereka, Partai
> Demokrat, untuk mengatur Wall Street (New York) dan bursa komoditas di
> Chicago.
>
> Setelah skandal mega melibatkan kebangkrutan Enron pada tahun 2001,
> kini terus berlanjut krisis baru yang ditandai dengan kebangkrutan
> mega Bear Stearns, lembaga keuangan AS yang hancur karena aksi-aksi
> manipulatif, diikuti kebangkrutan Goldman Sachs dan Merrill Lynch.
>
> Perilaku pasar tak tertata kini tidak lagi mengorbankan penduduk
> global, tetapi mengakibatkan gelombang kebangkrutan korporasi keuangan
> global, yang punya tali temali dengan kehancuran keuangan minimal 1
> triliun dollar AS.
>
> Hal ini membuat korporasi makin menggila, menggasak ke semua sektor
> dengan harapan bisa menutupi kerugian. Setelah kegagalan pada
> pengucuran kredit di sektor perumahan AS, kini spekulan kelas kakap
> dunia menggasak komoditas yang menjadi kebutuhan global.
>
> Kini minyak, yang menjadi kebutuhan penting karena permintaan besar
> dari India, China, Brasil, dan Rusia, menjadi sasaran ajang spekulasi
> besar-besaran.
>
> Inilah semua penyebab kekacauan global terbaru, yang membuat Soros
> meminta agar atur, atur, dan aturlah para pelaku pasar. Presiden AS
> George W Bush tak hirau. Ia masih saja mengatakan bahwa ekonomi tak
> mengalami masalah.
>
> Jadi, kita agar buka matalah. Ada kekuatan global yang destruktif.
> Jika RI masih saja dikelola secara serampangan dengan wabah korupsi
> dan manajemen pemerintahan kacau-balau, rasanya tak kunjung ada
> kebangkitan RI karena akan dihunjam kekacauan domestik dan juga roda
> globalisasi yang tak beretika.
>
> 
>



-- 
Ema  Sujalma


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke