Asia Harus Ubah Pola Pikir
Struktur Bisnis, Koordinasi Keamanan, dan Politik Lemah
EPA/AHMAD YUSNI / Kompas Images
Menteri Luar Negeri Belgia Karel De Gucht bercanda dengan Menteri
Perdagangan Mari Pangestu saat berlangsung Forum Ekonomi Dunia untuk
Asia Timur 2008 di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (15/6). Forum yang
dimulai hari Minggu itu menawarkan peluang bagi para pemimpin kawasan
untuk mencari langkah-langkah menghadapi tantangan perekonomian global
yang bisa memengaruhi ekonomi kawasan.
Senin, 16 Juni 2008 | 03:00 WIB

Simon Saragih

Kuala Lumpur, Kompas - Tidak diragukan lagi, Asia terus menikmati
dampak positif globalisasi ekonomi dengan menjadi salah satu mesin
penggerak perekonomian global. Porsi negara-negara maju terhadap
perekonomian global turun menjadi 37 persen pada tahun 2008 dari 40
persen lebih tahun 1980.

Porsi ekonomi Asia naik dari sekitar 15 persen mendekati 30 persen.
Akan tetapi, Asia sangat lemah dalam kepemimpinan dan koordinasi
regional dan global, yang justru diperlukan untuk melanggengkan
perannya itu. Untuk itu Asia harus berubah dan memiliki pola pikir
yang baru.

Peran Asia yang terus bertumbuh tersebut dituangkan dalam laporan
PricewaterhouseCoopers (PwC) yang disusun khusus untuk Forum Ekonomi
Dunia untuk Asia Timur 2008 di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (15/6).

PwC bahkan menyatakan, Asia relatif bisa menghindari dampak negatif
dari krisis ekonomi di AS, Eropa, yang membuat dua kawasan ini
berpotensi menjadi proteksionis.

Salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi Asia adalah globalisasi, yang
menjadikan kawasan mampu memanfaatkan pasar global. Di sisi lain,
perdagangan sesama Asia juga terus bertumbuh dari 38 persen tahun 1999
menjadi 43 persen tahun 2006, dibandingkan dengan total perdagangan
Asia terhadap dunia.

Akan tetapi, Asia baru kuat dalam hal aktivitas perekonomian dan belum
berperan dalam politik global. Padahal, untuk mengamankan dan
mendukung peran Asia sebagai kekuatan ekonomi global, apalagi politik
global, diperlukan kepemimpinan Asia di kawasan Asia dan di dunia.

Mantan Menkeu India, Yashwant Sinha, mengatakan, kini Asia menjadi
lokasi pertumbuhan ekonomi global yang menggelinding. "Karenanya Asia
punya kepentingan menjamin keberadaan institusi global untuk merespons
persoalan global," katanya.

Masalahnya, badan-badan dunia yang ada seperti sekarang, Dana Moneter
Internasional, Bank Dunia, dan PBB, tidak lagi memadai mengatasi
tantangan global, "Ini adalah kesempatan bagi Asia secara bersama-sama
mulai menyusun aturan main global untuk keperluan mendatang," kata Sinha.

Ketua Barclays Bank Marcus Agius mengatakan, Asia harus memiliki suara
dalam level internasional untuk menjamin kesinambungan pertumbuhan
ekonomi karena peran lembaga-lembaga dunia sudah makin aus.

Seiring dengan hal itu muncul keprihatinan seperti yang digambarkan
Direktur Pelaksana Khazanah Nasional Tan Sri Azman Mokhtar. Jangankan
di tatanan global, di tingkat kawasan, Asia tidak punya kelembagaan
kuat dan tidak memiliki kepemimpinan yang merangkul, yang justru
diperlukan untuk memimpin dan mengarahkan Asia ke depan.

"Dari mana kepemimpinan itu berasal? Kita tak melihatnya. Ada
kelemahan kepemimpinan, baik di tingkat nasional maupun kawasan,
apalagi di tingkat global," kata Azman.

Peran kepemimpinan dan kerja sama setidaknya di kawasan dipentingkan.
Masalahnya, sebagaimana diutarakan Menperdag Indonesia Mari Pangestu,
Asia tetap lebih memilih asas multilateralisme. Dalam hal ini, sebuah
kelembagaan dan kepemimpinan diperlukan.

Dengan kata lain, Menteri Jasa Keuangan dan Reformasi Birokrasi Jepang
Yoshimi Watanabe menegaskan, negara-negara Asia harus saling menolong
dan tidak terjebak kepentingan sendiri atau terjebak proteksionisme.

"Kita di Asia harus saling bekerja sama untuk menemukan solusi," kata
Menkeu Vietnam Vu Van Ninh, sehubungan makin menguatnya integrasi ekonomi.

PwC mengingatkan, untuk mempertahankan eksistensi dan momentum,
termasuk menjadi kekuatan global, Asia harus mengatasi berbagai
persoalan yang ada. ASEAN yang relatif kompak dan memperlihatkan
kebersamaan menjadi contoh baik bagi Asia. Juga hal baik hubungan yang
kian mesra di antara kekuatan di Asia Timur, yakni Korea Selatan,
China, dan Jepang.


Kirim email ke