---------------------------------------------------------------------

WARTA BERITA RADIO NEDERLAND WERELDOMROEP
Edisi: Bahasa Indonesia

Ikhtisar berita disusun berdasarkan berita-berita yang disiarkan oleh
Radio Nederland Wereldomroep selama 24 jam terakhir.

---------------------------------------------------------------------

Edisi ini diterbitkan pada:

Selasa 12 September 2000 15:20 UTC



** PEMERINTAH TIDAK AKAN TERIMA DELEGASI PBB

** AKSI PROTES BAHAN BAKAR DI EROPA MENINGKAT

** PEMERINTAH FILIPINA AKAN TINDAK KERAS GERAKAN ABU SAYYAF

** TOPIK GEMA WARTA: MENTERI PERTAHANAN TOLAK TIM PBB SEMENTARA PARA
JENDERAL ADAKAN PERTEMUAN

** TOPIK GEMA WARTA: MENGAPA DEWAN KEAMANAN PBB HANYA MENGIRIM
PASUKAN PERDAMAIAN KE TIMOR BARAT, DAN BUKAN KE ACEH, AMBON DAN POSO?

** TOPIK GEMA WARTA: PENOLAKAN KEDATANGAN TIM PBB BISA BERDAMPAK PADA
DANA BANTUAN UNTUK INDONESIA



* PEMERINTAH TIDAK AKAN TERIMA DELEGASI PBB

Menteri Pertahanan Mahfud menyatakan, kabinet RI tidak akan menemui
delegasi yang akan dikirim DK PBB minggu depan sehubungan dengan
kasus pembunuan karyawan UNHCR di Atambua.  Pemerintah RI akan
menyelesaikan kasus ini secara interen,  tegas Mahfud. Delegasi DK
PBB itu akan mendesak Jakarta agar segera melucuti senjata milisi di
Timor Barat. Minggu lalu milisi pro Jakarta membunuh tiga sukarelawan
UNHCR di Atambua. Jumat lalu PBB mengecam peristiwa tersebut.
Direktur Bank Dunia James  Wolfensohn mengirim surat kepada Presiden
Abdurrahman Wahid mendesak agar segera menghentikan kekerasan di
Atambua atau menghadapi risiko kehilangan dukungan keuangan bagi
Indonesia. Demikian dilaporkan Washington Post, Selasa. Senin kemarin
pemerintah RI menyatakan akan melucuti senjata para milisi tersebut.
Tentara dan polisi sudah diperintahkan untuk mengawali operasi
pelacakan senjata. Sementara itu, Kapolri Jenderal Rusdihardjo
menyebutkan, saat ini pihak kepolisian telah menahan lima orang yang
diduga terlibat dalam aksi pembunuhan terhadap tokoh pro integrasi
Timtim, Olivio Mendoza Moruk. Namun Mahfud menyatakan bersedia
menerima kedatatang Menhan Amerika Serikat Wiliam Cohen minggu depan,
yang diduga akan mengangkat masalah pembunuhan di Atambua.


* AKSI PROTES BAHAN BAKAR DI EROPA MENINGKAT

Di pelbagai negara Eropa aksi protes menentang harga bahan bakar yang
tinggi akan semakin meningkat. Belanda sudah dua hari dilanda aksi
blokade jalan-jalan raya yang dilakukan oleh para supir. Mereka
memprotes harga disel yang terlalu tinggi dan penolakan pemerintah
Belanda memberi kompensasi. Menurut pemerintah Belanda
perusahaan-perusahaan minyaklah yang harus menurunkan harga disel.
Organisasi Angkutan Belanda, yang sebenarnya tidak mendukung aksi
liar para supir Belanda itu, malam ini akan berembuk tentang
kemungkinan untuk mengadakan aksi bersama Jumat mendatang. Di Belgia
aksi protes meluas. Pusat kota Brussel sudah dua hari diblokade
total. Kota Liege juga bakal diblokade total. Para penggelar aksi
menyatakan, jika perlu pihaknya siap untuk mengadakan aksi
berminggu-minggu lama. Pompa-pompa bensin di seantero Inggris mulai
kehabisan persediaan. Lalu lintas kereta api juga macet akibat
kekurangan bahan bakar. Pemerintah Inggris tidak mau mengalah dan
malah memberlakukan keadaan darurat untuk mengakhiri blokade dengan
kekerasan. Jerman mulai Kamis bakal dilanda aksi blokade jalan juga.
Para menteri perhubungan Uni Eropa akhir minggu depan akan membahas
harga bahan bakar yang melangit tersebut


* PEMERINTAH FILIPINA AKAN TINDAK KERAS GERAKAN ABU SAYYAF

Pemerintah Filipina akan menggunakan kekerasan terhadap pemberontak
Abu Sayyaf,  jikalau gerakan ini akan terus mengadakan aksi
penyanderaan. Menurut seorang jurubicara Presiden Joseph Estrada,
perundingan tidak ada gunanya lagi kalau pemberontak terus menerus
menyandera. Ahad lalu lagi-lagi tiga orang diculik di sebuah pulau
tempat liburan di Malaysia. Melalui rute rahasia mereka dibawa ke
pulau Jolo, tempat Abu Sayyaf masih menyandera empat orang warga.
Salah seorang mantan sandera di pulau Jolo, seorang warga Finlandia,
sebelumnya pernah mengatakan bahwa pemberontak memperkosa para
sandera perempuan. Namun kini ia menyangkal ucapannya itu sendiri.
Menurut dia, ucapannya disalahfahami oleh televisi Finlandia.


* EMPAT ORANG MENINGGAL AKIBAT BANJIR DI JEPANG TENGAH

Banjir di Jepang Tengah menewaskan empat orang  warga. Empat orang
lain hilang. Akibat hujan lebat kota Nagoya dilanda banjir lumpur
yang menyeret pohon-pohon dan rumah. Sementara itu hampir 100 ribu
warga berhasil dievakuasi. Pemerintah setempat mengeluarkan perintah
lagi kepada 150 ribu penduduk  untuk meninggalkan kawasan bencana,
karena hari-hari mendatang akan turun hujan lebat. Ini merupakan
kasus hujan lebat terparah di Jepang sejak abad lalu.


* IRAK SELIDIKI DAMPAK SANKSI PBB

Irak akan mengadakan penyelidikan independen terhadap krisis
kemanusiaan yang melanda negeri itu. Demikian tertera dalam laporan
Sekjen PBB. Penyelidikan itu dituntut oleh PBB supaya bisa
memutuskan apakah apa yang disebut program minyak untuk pangan bisa
diperpanjang atau tidak. Menurut program itu Irak boleh mengekspor
minyak terbatas supaya bisa membeli pangan dan obat-obatan. PBB
bersedia memperluas program minyak untuk pangan kalau hasil
penyelidikan menunjukkan bahwa penduduk Iran terlalu menderita akibat
sanksi PBB itu. Namun, menurun Annan, Bagdad tidak bersedia
mengizinkan masuk para pakar internasional yang bertugas menyelidiki
dampak sanksi PBB bagi warga Irak.


* MENTERI PERTAHANAN TOLAK TIM PBB SEMENTARA PARA JENDERAL ADAKAN
PERTEMUAN

Kalau di satu pihak, Menko Polsoskam Susilo Bambang Yudhoyono
menyatakan bahwa rencana kunjungan Tim Dewan Keamanan PBB ke
Indonesia tidak tepat, maka di lain pihak, Menteri Pertahanan Mahfud
justru menyatakan bahwa Indonesia tidak akan menyambut tim PBB itu.
Mahfud malah menyatakan bahwa pemerintah Indonesia akan menolak
kedatangan missi itu. Banyak kalangan bertanya-tanya, atas nama siapa
sebenarnya Mahfud ini berbicara, atas nama kabinet atau atas nama
tentara? Mungkinkah ucapan ini berkenaan dengan rencana KSAD
mengadakan pertemuan dengan 200an jenderal besok? Koresponden Syahrir
mengirim laporan berikut dari Jakarta:

Seorang pejuang HAM terkemuka di Amerika Serikat, kemarin dalam surat
kabar berpengaruh International Herald Tribune, meragukan kesungguhan
janji Gus Dur dan TNI.  Adalah bodoh untuk percaya akan
jaminan-jaminan Presiden Abdurrahman Wahid, bahwa mereka yang
bertanggung jawab atas pembunuhan 15 orang di Timor Barat pekan lalu
termasuk tiga orang karyawan PBB, akan dihukum. Milisi tidak pernah
dapat dikontrol sejak Gus Dur mulai berkuasa bulan Oktober tahun
lalu. Akan lebih sia-sia lagi untuk mempercayai pihak militer.
Tentaralah yang menciptakan milisi yang kemudian menjadi monster itu.
Tentara pulalah yang memberi dukungan kepada para milisi, sehingga
mereka dapat melakukan penrusakan yang meluas di Timor Timur,
September 1999. Akibatnya ratusan ribu rakyat sipil dipaksa untuk
pergi ke Timur Barat setelah sebagian besar rakyat Timor Timur
memilih untuk merdeka. Mayjen Kiki Syahnahkri pemimpin militer di
wilayah tersebut sepanjang tahun gagal menjamin keamanan bagi para
pengungsi dan pekerja-pekerja kemanusiaan. Kiki membiarkan pasukannya
berdiam diri ketika pihak milisi melakukan penyerangan-penyerangan ke
Timor Timur. Ia maupun atasannya di Jakarta, tidak berusaha mengambil
langkah-langkah melucuti pihak milisi.

Karena itu bagi Sidney Jones dari Human Rights Watch kata-kata yang
keras sebagimana dilancarkan Dewan Keamanan PBB tidaklah cukup. Pada
akhir tulisannya yang dibuatnya bersama Paul van Zael, dari lembaga
HAM Universitas Colombia mereka mengemukakan bahwa masyarakat
internasional telah terlampau lama memperhatikan kekerasan pihak
milisi tanpa berbuat sesuatu. Masyarakat internasional tidak boleh
berdiam diri lagi.

Sementara itu dari New York diberitakan suatu delegasi Dewan Keamanan
PBB segera akan menginvestigasi peristiwa tewasnya tiga karyawan
UNHCR, komisi tinggi PBB untuk urusan pengungsi pekan depan. Kabarnya
mereka juga akan memberikan peringatan keras kepada Pemerintah
Indonesia atas kejadian yang memalukan PBB itu. Delegasi itu dipimpin
oleh Dubes Namibia untuk PBB, Martin Andjaba dibantu dari Amerika
Serikat dan Inggris. Tahun lalu, Andjaba, berhasil meyakinkan
pemerintah Indonesia untuk mengizinkan pasukan internasional pimpinan
Australia masuk ke Timor Timur sebelum wilayah itu secara resmi
diserahkan penanganannya kepada PBB. Kedatangan delegasi itu, selain
akan melalukan investigasi juga akan menyampaikan pesan keras kepada
Pemerintah Indonesia. Delegasi yang dipimpin Andjaba akan
"menyampaikan pesan keras kepada pemerintah Indonesia untuk melucuti
dan membubarkan milisia di kamp pengungsi Timor Barat serta membawa
pelaku penyerangan kantor UNHCR di Atambua itu ke meja hijau".

Delegasi Dewan Keamanan PBB itu juga akan mendesak Jakarta untuk
memulangkan sekitar 100 ribu pengungsi Timtim dengan selamat. Desakan
serupa juga akan dikemukakan Menteri Pertahanan Amerika Serikat
William Cohen yang juga berkunjung ke Jakarta pekan depan. Dewan
Keamanan PBB akan memutuskan lebih lanjut apa yang akan dilakukan
setelah kunjungan delegasi itu ke Jakarta dan mungkin juga ke Timor
Barat.

Ada dua kemungkinan keputusan mereka. Pertama, kemungkinan PBB akan
menjatuhkan sanksi embargo senjata terhadap Indonesia. Kedua,
menyeret para pelanggar HAM di Timtim ke mahkamah internasional.
Namun kemarin, Jakarta selain mengatakan bahwa masalah di perbatasan
merupakan perang suku, juga menegaskan embargo pembelian peralatan
tempur yang masih diberlakukan negara-negara Barat  akan ditembus
dengan membeli persenjataan dari negara-negara lain. TNI/AL misalnya,
mencari alternatif pembelian ke  Rusia. Negara itu dinilai paling
siap untuk dijadikan alternatif. Laksamana Achmad Sutjipto
menjelaskan, saat ini TNI/AL sudah menyelesaikan kontrak akhir
pembelian empat helikopter jenis MI-17 dari Rusia. Ketika ditanya
apakah pengalihan pembelian peralatan militer itu tidak justru
membuat masalah dengan Amerika Serikat, KSAL mengatakan tidak, karena
Indonesia merupakan negara merdeka.

Sementara itu diberitakan bahwa  Gus Dur marah besar dengan insiden
Atambua, yang mempermalukan dirinya di hadapan pemimpin dunia di KTT
Millenium di New York. Dua menteri ko-ordinator Susilo Bambang
Yudhoyono dan Rizal Ramli dipanggil khusus ke Istana Merdeka Selasa
kemarin. Kedua menteri tersebut raut wajahnya sangat tegang. Pers
Jakarta melaporkan bahwa pertemuan keduanya dengan Gus Dur tidak
tampak dalam suasana bersahabat. Kedua menteri lebih banyak mendengar
apa yang dibicarakan Gus Dur. Kepada wartawan Rizal menyebutkan,
pemerintah ingin menyelesaikan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya
peristiwa Atambua. "Indonesia akan mengambil tindakan yang paling
baik," kata Rizal Ramli.

Ketika ditanya soal resolusi Dewan Keamanan PBB untuk mengirimkan
pasukan perdamaian ke perbatasan Timtim dan NTT, Menko-polsoskam
Susilo Bambang Yudhoyono mengaku belum mendengarnya. Ia berharap
dunia percaya atas langkah yang dilakukan Indonesia dalam
menyelesaikan konflik di NTT. Sedang pengiriman misi khusus PBB ke
Indonesia dinilainya tak tepat. Sebab, Indonesia sedang menyelesaikan
peristiwa Atambua secara sungguh-sungguh dan serius. Pemerintah kini
menurutnya juga merespon resolusi 1319 DK PBB, dengan meletakkannya
pada kerangka yang telah disusun untuk menyelesaikannya. Dalam pekan
ini Indonesia dan Untaet menurutnya akan bertemu membicarakan nasib
pengungsi. Pembicaraan menyangkut bagaimana penanganan terhadap
mereka yang ingin kembali ke Timtim maupun yang ingin ke Indonesia.
Dalam hal ini pihak internasional berkomitmen untuk memberikan
kontribusi. Kini sekitar 130.000 pengungsi yang harus ditangani
dengan segera. Kepada mereka harus pula dipikirkan jaminan keamanan
dan keselamatan jika memilih bergabung dengan Timtim. Susilo
menjelaskan, hingga saat ini respons PBB, Untaet dan CNRT positif.

Selaku Menko Polsoskam Susilo secara hierarkhis paling
bertanggungjawab soal peristiwa di  Atambua. Selama ini ia selalu
berusaha keras memberi kesan kepada Gus Dur bahwa ia mampu
mengendalikan rekan-rekannya yang resah di TNI. Tetapi kenyataannya
sesumbarnya itu tidak benar. Bahkan menurut tabloid  Detak saat ini
ada usaha  pihak militer untuk merancang suatu kudeta sistematis
kepemimpinan Panglima TNI. Atau analisa lebih jauh berkembang kearah
kudeta militer terhadap kepemimpinan nasional.

Rabu ini menurut rencana 286 jenderal AD akan berkumpul di Gedung
Balai Kartini Jakarta. Pertemuan ini, demikian Detak, berlangsung
atas petunjuk KSAD. Ini menunjukkan keseriusan AD terutama KSAD
Tyasno Sudarto pribadi untuk menggalang kekuatan sebagai langkah
untuk mengantisipasi penggoyangan dirinya dan target-target
berikutnya ke depan. Bukan tidak mungkin ada kepentingan dari dua
penguasa sebelumnya, Soeharto dan Habibie. Tulis Detak yang mengutip
suatu dokumen yang disebut sebagai Bulakrantai bagian dua.


* MENGAPA DEWAN KEAMANAN PBB HANYA MENGIRIM PASUKAN PERDAMAIAN KE
TIMOR BARAT, DAN BUKAN KE ACEH, AMBON DAN POSO?

Intro: Dewan Keamanan PBB akan mengirim delegasi ke Indonesia pekan
depan, namun menteri pertahanan Mahfud menolak bertemu delegasi itu.
Meski demikian, Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan Resolusi Nomor
1319 Tahun 2000, antara lain Indonesia harus melucuti milisi dan
kemungkinan akan dikirim pasukan perdamaian ke Timor Barat. Benarkah
resolusi ini melanggar kedaulatan Indonesia?
Berikut koordinator KONTRAS, Munir kepada Radio Nederland:

Munir (M): Soal resolusi mengarah kepada perlucutan senjata, saya
kira suatu hal yang nggak jadi soal. Artinya sah itu. Memang, ada
resolusi atau tidak, pemerintah Indonesia mestinya melakukan upaya
perlucutan senjata. Akan tetapi kalau berupa sebuah pengiriman
pasukan perdamaian, dalam arti kemudian mereka beroperasi di wilayah
NTT, saya kira itu akan sangat berbahaya bagi satu soal politik
Indonesia dan soal-soal menyangkut kedaulatan. Soal pasukan
perdamaian yang akan dikirim, saya kira terbatas kepada batas wilayah
dan pengamanan dan pengetatan perbatasan NTT dengan wilayah Timor
Timur. Tapi kalau melampaui itu saya kira justru akan menimbulkan
soal yang lebih pelik di Indonesia dan di wilayah itu.

Radio Nederland (RN): Tetapi anda sepakat dengan adanya resolusi
khusus dari DK PBB ini citra militer di mata internasional itu
semakin terpuruk?

M: Ya, saya sepakat dengan resolusi itu. Karena realitasnya di
Indonesia sampai hari ini tidak ada langkah-langkah yang cukup maju.
Baik itu untuk mengamankan wilayah perbatasan dari kemungkinan
gangguan elemen-elemen yang bersenjata, maupun juga upaya-upaya untuk
mencapai progress yang lebih maju terhadap pengusutan kasus Timor
Timur sendiri. Dan di Indonesia sendiri juga menimbulkan implikasi
bahwa beberapa bulan terakhir sebagian kalangan di Indonesia juga
tidak percaya bahwa masyarakat internasional sedang akan mendesakkan
proses-proses pengusutan kasus Timor Timur. Akan tetapi resolusi
terakhir ini mengingatkan kembali bahwa soal ini adalah soal yang
nggak diabaikan begitu saja.

RN: Kelihatannya tersirat di dalam resolusi itu DK PBB tampaknya
menyalahkan militer. Secara tidak langsung militer itu terlibat.
Apakah menurut pengamatan anda di lapangan atau data-data yang anda
peroleh juga punya kecendrungan yang sama?

M: Ya, saya kira soal itu sampai hari ini sudah tidak diperdebatkan
lagi. Artinya clear memang ada kesalahan dari unsur militer dan
polisi di Indonesia yang tidak mengambil langkah-langkah jauh
sebelumnya untuk menghindari peristiwa semacam itu. Dan saya kira di
Indonesia pihak Kapolri secara formal sudah mengakui bahwa peristiwa
di Atambua adalah kesalahan di tangan kepolisian. Saya kira ini
pengakuan yang cukup jujur bahwa sebenarnya apa yang terjadi di
wilayah NTT itu tidak lepas dari dari peran-peran yang selama ini
dimainkah oleh TNI/Polri.

Demikian Munir, koordinator KONTRAS. Menurut ketua Komisi Hukum
Nasional, J Sahetapy, PBB sangat diskriminatif. Mengapa pasukan
perdamaian dikirim ke Timor Barat, dan bukan ke wilayah lain di
Indonesia, yang pelanggarah HAM-nya mengakibatkan korban ribuan
orang.

Sahetapy (S): Bagi saya masalah kedaulatan Indonesia itu boleh-boleh
saja menjadi kajian. Tapi sangat disayangkan bahwa PBB, menurut hemat
saya, sangat diskriminatif. Tiga orang mati diributkan setengah mati,
tapi ribuan orang di Indonesia mati tidak diributkan. Apakah harga
tiga orang itu melebihi dua ribu orang yang mati di Maluku, di Poso,
di Aceh dan sebagainya itu, apa dianggap mereka itu kurang berharga.

RN: Apakah bapak melihat dengan adanya resolusi khusus DK PBB ini
citra Indonesia di mata internasional semakin terpuruk?

S: Bagi saya bukan masalah terpuruk. Biar ini menjadi suatu pelajaran
bagi aparat keamanan di negara kita, agar mereka itu tahu bahwa kalau
aparat keamanan dengan sengaja atau tidak, atau pun memang tidak
becus, maka pasti ini akan mendapat jeweran dari luar negeri.

RN: Jadi pak Sahetapy tidak melihat manfaat resolusi ini ya?

S: Ya, kalau dilihat manfaat ya hanya sekedar untuk kepentingan PBB
saja. Karena tiga orang yang meninggal ributnya setengah mati seperti
sebuah rumah kebakaran. Kalau manfaatnya untuk Indonesia barangkali
ini menjadi suatu pelajaran pekerjaan rumah bagi aparat keamanan,
khususnya tentara, dan barangkali juga polisi untuk mawas diri.

RN: Katanya dalam resolusi itu PBB tampaknya akan mengirim semacam
pasukan perdamaian ke kawasan perbatasan Timor Barat dan Timor Timur.
Bapak melihat ini kemungkinan akibat yang paling parah untuk
Indonesia apa?

S: Kenapa sih harus mengirim pasukan atau pemantau, atau
pengawasannya ke Timor Timur? Kenapa juga tidak dikirim ke Aceh, ke
Maluku dan ke Poso? Itu daerah-daerah yang sangat parah yang
pelanggaran HAM-nya sangat berat itu. Saya merasa, bukan karena saya
tidak memiliki sense of nationalisme. Rasa kebangsaan saya paling
tinggi dan paling kuat, tapi di atas itu semuanya rasa kemanusiaan
melebihi segala-segalanya

Demikian J Sahetapy, ketua komisi hukum nasional.


* PENOLAKAN KEDATANGAN TIM PBB BISA BERDAMPAK PADA DANA BANTUAN UNTUK
INDONESIA

Sidney Jones, Direktur Asia Human Rights Watch di New York yang
pernah menjabat Direktur Hak Asasi Manusia UNTAET di Dili, Timor
Lorosae, menyatakan bahwa keputusan pemerintah Indonesia untuk
menolak kedatangan Tim Diplomat Dewan Keamanan PBB akan berakibat
pada bantuan internasional yang diperlukan untuk memperbaiki
Indonesia. Berikut Sidney Jones yang pertama-tama menyatakan tidak
percaya pada pemerintahan Abdurrahman Wahid dalam mengurusi masalah
milisia di Timor Barat.


Sidney Jones (SJ): Karena sejak Gus Dur jadi presiden bulan Oktober
tahun lalu keadaan di Timor Barat terus memburuk dan hampir tiap hari
ada satu peristiwa di mana ada oang, atau orang pengungsi atau orang
UNHCR diancam, diintimidasi terus menerus dan tidak ada satu tahap
(tindakan, red) yang diambil oleh pemerintah Indonesia untuk
menghalangi milisi dari kegiatan mereka. Masih tetap ada struktur
milisi, masih tetap ada komando dan lain-lain sebagainya. Dan di
samping itu ada satu organisasi yang sengaja dibentuk oleh milisi
sebagai political front namanya UNTAS dan UNTAS diakui oleh
pemerintah daerah sebagai juru bicara semua orang Timtim di sana.
Jadi, bukan saja bahwa pemerintah Indonesia tidak berbuat apa-apa.
Mereka langsung mendukung milisi di Timor Barat.

Radio Nederland (RN): Padahal Menko Polsoskam Susilo Bambang Yudoyono
sudah mengatakan bahwa milisi itu sudah dibubarkan tahun lalu ya?

SJ: Saya nggak bisa membayangkan bagaimana dia bisa bilang sesuatu
yang bodoh. Sudah jelas bahwa dunia internasional sangat marah dengan
pernyataan itu, sehingga saya kira ada kemungkinan besar bahwa nanti
bulan depan waktu ada pertemuan donator di Tokyo mungkin ada akibat
untuk Indonesia kalau pernyataan macam itu tidak dicabut kembali oleh
menteri.

RN: Sementara baik Menko Polsoskam Susilo Bambang Yudoyono maupun
Menteri Pertahanan Mohammad Mahfud sudah menolak kedatangan tim PBB
ke Indonesia pekan depan. Ini bagaimana menurut anda?

SJ: Itu juga sesuatu yang sangat bodoh kalau Indonesia tetap mau
berhubungan baik dengan donator. Tapi sudah jelas bahwa ada semacam
reaksi nasionalisme juga di tingkat yang paling tinggi. Tapi, saya
kira kalau Gus Dur ada di Jakarta nggak mungkin ada pernyataan macam
itu yang dikeluarkan pemerintahannya, tapi itu  mungkin juga berarti
bahwa Gus Dur tidak begitu banyak menguasai pemerintahannya sendiri.

RN: Tapi dalam tulisan anda yang dimuat alam harian International
Herald Tribune hari Selasa itu anda nampaknya sedikit membela Gus Dur
dan banyak memojokkan tentara sebenarnya.

SJ: Ya jadi saya kira tidak mungkin solusi bagi kekerasan di Timor
Barat ditemukan atau di pihak TNI atau di pihak pemerintah sipil
tanpa intervensi secara langsung, tapi meski dengan persetujuan
pemerintah Indonesia baik mencari solusi maupun untuk kasih bantuan
supaya solusi itu bisa diimplementasi.

Demikian Sidney Jones, Direktur Asia Human Rights Watch di New York.


---------------------------------------------------------------------
Radio Nederland Wereldomroep, Postbus 222, 1200 JG Hilversum
http://www.ranesi.nl/
http://www.rnw.nl/

Keterangan lebih lanjut mengenai siaran radio kami dapat Anda
peroleh melalui
[EMAIL PROTECTED]

Copyright Radio Nederland Wereldomroep.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke