Hai..hai...:) seperti yang saya bilang tadi di telepon. beberapa musisi (bukan cuma di Indonesia) merasa sangat kewalahan menghadapi gencarnya revolusi musik digital yang ditandai dengan gampangnya orang mengkopi berbagai materi musik. kemudahan ini (atau tepatnya praktek pembajakan ini) menandai jatuhnya era musik analog. hasil penjualan album di Indonesia menurun drastis dibandingkan penjualan album sebelum tahun 2000.
menurut data ASIRI yang dilansir koran KOMPAS tanggal 7 Desember 2008, jumlah penjualan album tahun 2008 hanya berkisar di angka 11 juta, bandingkan dengan angka penjualan album tahun 1997 yang berjumlah 90 jt keping. jauh kan..? salah satu penyebabnya (bahkan penyebab utamanya) adalah revolusi musik digital itu tadi. nah, untuk menghadapi serangan revolusi musik digital yang dirasa makin tak bersahabat dengan para musisi tersebut, beberapa musisi mengambil langkah "damai" dengan mencoba mengakrabinya, bukan malah memusuhi. salah satu langkahnya adalah bekerja sama dengan situs web yang bersedia membeli satu singel mereka yang akan dibagikan sebagai bahan review buat para penggemar. ini jelas simalakama, ya kalau si penggemar (atau pengunduh) berminat trus mau membeli album komplitnya, kalau tidak ?. tapi sebagian musisi berpikir sudah kepalang basah. daripada tidak laku sama sekali, lebih baik laku sedikit asal balik modal atau hampir balik modal. keuntungan lainnya, kalau musik mereka banyak diunduh dan dibagi gratis oleh orang, maka popularitas bisa diraih. kalau sudah populer maka rejeki sampingan (dalam bentuk panggilan show atau kontrak dengan provider selular untuk ring back tone) akan mengalir. jadi singkatnya para musisi sudah tidak terlalu berharap lagi pada penjualan album, kecuali beberapa musisi yang memang punya fan base yang kuat. untuk skala internasional saya bisa memberi contoh band kesayangan saya : Pearl Jam. mereka membolehkan fansnya untuk mengunduh dan mendistribusikan secara gratis rekaman-rekaman konser mereka. betul2 gratis..!!. tapi khusus untuk album studio, karena mereka terikat kontrak dengan label, maka tetap saja mereka menyarankan para fans untuk beli yang original. ini salah satu bentuk kompromi mereka dengan revolusi industri musik yang semakin tidak tertahankan di awal dasawarsa ini. dengan distribusi gratis tersebut, Pearl Jam menanamkan kesetiaan pada para fansnya. akhirnya sebagian besar fans memang selalu berusaha membeli rekaman asli mereka (meski tentu saja masih ada yang suka cari yang gratisan-kek saya, hehehe..). terus dasarnya mereka memang tidak mau cari hidup di album, melainkan di live concert.. untuk kasus Tempo, saya kira kita butuh penjelasan dari mereka. betulkah link website yang mereka berikan itu tidak termasuk dalam kategori pembajak ?, betulkah para artis/musisi yang lagu2 mereka dimuat di website bersangkutan tidak protes ?. ini saya kira yang perlu diklarifikasi oleh pihak Tempo. pfuihhhh...panjangnya di ?, masih mood ka belah...kek kemarin..:) trus satu lagi..thank you DR..saya sekarang memang sedang menyusun tulisan tentang revolusi musik digital. imelta ini bisa menambah bahan tulisanku... thank you.. -- ----- "Keep on Bloggin' in a free world..!!!" read the contents of my brain at : http://daenggassing.com/