Harian Fajar Makassar, Selasa, 25 Mei 2010 

Anas Urbaningrum dan Partai Demokrat
Oleh: Muslimin B.Putra

http://metronews.fajar.co.id/read/93495/19/anas-urbaningrum-dan-partai-demokrat- 
 
 
Melalui kontestasi yang sengit, akhirnya Anas Urbaningrum memenangkan pemilihan 
Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010-1015. Anas mampu menyingkirkan 
rivalitas Marzuki Alie melalui pemungutan suara yang alot dalam putaran kedua: 
Anas Urbanigrum 280 suara dan Marzuki Alie 246 suara dari total 509 suara yang 
diperebutkan. Sementara Andi Mallarangeng gagal masuk ke putaran kedua karena 
hanya mendapatkan  82 suara (16 persen) pada putaran pertama dan kalah dari 
Anas yang berhasil menangguk dukungan terbanyak dengan 236 suara (45 persen), 
sementara Marzuki 209 suara (40 persen).
    Perhelatan politik yang berlangsung di Hotel Masion Pine, Kota Baru 
Parahyangan, Padalarang, Bandung Barat itu berlangsung sejak Jumat (21/05) 
menyajikan kontestan yang sama-sama bergelar doktor. Anas Urbaningrum 
mendapatkan gelar doktornya dari Universitas Gajahmada, Yogyakarta, sementara 
Marzuki Ali dari sebuah universitas di Malaysia, sedangkan Andi Mallarangeng 
dari Nortern Illinois University, Amerika Serikat.   
    Kekalahan Andi Mallarangeng (AM) dalam arena tertinggi Partai Demokrat 
merupakan suatu kejutan. Sebelumnya pada hari Jumat, kubu AM mengklaim telah 
mengantongi 360 dukungan suara (68%) dari seluruh DPD dan DPC seluruh 
Indonesia. Penyebabnya AM yang paling aktif dan massif berkampanye melalui 
media selalu menyebutkan dirinya sebagai garisnya SBY. Kehadiran Edhi Baskoro 
(Ibas) sebagai pendukung utamanya merupakan pembuktian kedekatannya dengan SBY 
dan keluarga Cikeas dibanding dengan kedua rivalnya. Posisinya sebagai mantan 
juru bicara Presiden juga sangat menunjang kedekatannya secara pribadi dengan 
Presiden SBY.
    AM juga rajin membangun image kepada public melalui iklan di televisi 
secara besar-besaran. Bintang iklannya berusia muda untuk mengesankan semangat 
AM yang masih muda dan memiliki spirit perjuangan untuk kaum muda. Di kota 
Bandung sendiri, hampir semua sudut kota dipenuhi gambar-gambar AM, baik berupa 
spanduk maupun baliho. Kampanye yang jor-joran oleh tim sukses AM bahkan 
cenderung mengotori pemandangan di kota Bandung. 
    Meski demikian, Anas dan Marzuki Ali membangun kepercayaan pemilihnya 
dengan cara yang elegan. Marzuki Ali yang memiliki pengalaman lebih banyak 
dalam berurusan dengan pengurus dan konstituen Partai Demokrat di daerah mampu 
membuktikan soliditas dukungan para pengurus daerah kepadanya. Posisi sebagai 
mantan sekretaris jenderal Partai Demokrat membuatnya banyak dikenal secara 
structural dalam partai. Meski tidak banyak beriklan, hasil suaranya terbukti 
mampu menjadi pesaing kuat Anas yang juga gencar beriklan bersama AM. 
Rivalitas Anas-Andi
Sebenarnya prediksi awal persaingan menuju kursi Ketua Umum Partai Demokrat 
hanya tertuju pada dua orang yakni Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng. 
Dalam pentas politik Anas dan AM sudah lebih dahulu mendapatkan perhatian 
public dengan latar belakgannya masing-masing. Namun ternyata, Marzuki Alie 
berhasil menyodok Andi Mallarangeng dengan strategi gerakan terselubungnya 
meski karir politiknya baru dibangun dengan terpilihnya menduduki posisi Ketua 
DPR.
Antara Anas dan AM sama-sama berkarir dari organisasi yang sama, Himpunan 
Mahasiswa Islam. Meski belakangan juga dikabarkan bahwa Marzuki Alie pun 
berasal dari alumni HMI cabang Jakarta Timur. Kiprah Anas dan AM  di pentas 
politik nasional pun hampir selalu beriringan ketika terlibat dalam Tim Tujuh 
yang dipimpin  Prof. Ryaas Rasyid ketika menggagas konsep reformasi politik di 
Indonesia yakni Tiga Paket Undang-Undang Politik (Pemilu, Parpol, dan Susduk  
MPR/DPR) dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah (kita kenal dengan Otonomi 
Daerah).
Kemudian keduanya pun sama-sama pernah menjadi komisioner dalam Komisi 
Pemilihan Umum (KPU) dalam periode yang berbeda. AM lebih dahulu menjadi 
anggota komisioner KPU, kemudian Anas menyusul pada periode berikutnya. Dalam 
politik praktis pun AM lebih dahulu ketimbang Anas. Ketika Anas bertindak 
sebagai penyelenggara pemilu dalam KPU, AM mendirikan Partai Persatuan 
Demokrasi dan Kebangsaan (PDK) bersama Ryaas Rasyid. Hingga keduanya berujung 
di Partai Demokrat  dengan sama-sama menjadi fungsionaris dan menempati posisi 
Ketua.
Dilihat kedekatan dengan SBY, maka AM pun bisa dikatakan lebih dahulu daripada 
Anas. Sebagai mantan juru bicara presiden, AM selalu berada disekitar SBY dalam 
tugas-tugas kepresidenan dan dalam kehidupan keseharian sang presiden.  Dengan 
kedekatan seperti itu,  AM pasti sudah banyak belajar gaya politik  SBY yang 
tak lain adalah Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Dengan kata lain, AM tentu 
bisa membaca peta alur berpikir  dan jalan pemikiran SBY untuk membesarkan 
Partai Demokrat ke depan sebagai partai modern.
Namun dilihat dari pengalaman politik sebagai politisi formal, Anas memiliki 
pengalaman sebagai anggota parlemen pada periode 2009-2014 sebagai Ketua 
Fraksi. Sementara AM tidak pernah menjadi anggota parlemen (DPR), tetapi 
memiliki pengalaman sebagai Menteri, jabatan yang tidak pernah diduduki oleh 
Anas. Pada 1999-2000, AM juga pernah menduduki jabatan Deputi Menteri di 
Kementerian Otonomi Daerah, selain jabatan sebagai Chair of Policy Committee 
pada Partnership for Govermance Reform in Indonesia pada tahun 2000-2002.
Kekalahan AM
Berdasarkan rumors politik yang berkembang diarena kongres Partai Demokrat, Ibu 
Ani Yudhoyono kurang setuju dengan sepak terjang AM yang dinilainya terlalu 
over acting. Konon, ibu Negara tersebut menerima berbagai pesan singkat (SMS) 
yang mengabarkan fenomena yang membuatnya kegerahan. Berbagai statemen AM 
selama ini juga dinilai kontroversial sehingga lebih sering mencuatkan 
perpecahan ketimbang persatuan di kalangan Partai Demokrat. 
Informasi lainnya berasal dari tim litbang Partai Demokrat yang menemukan 
sinyal tentang sosok AM dari pandangan konstituen Partai Demokrat dan non 
konstituen Partai Demokrat tidak terlalu mendapat dukungan. Apalagi dukungan 
dana kampanye yang dimiliki tim sukses AM tidak transparan, asal dan 
penggunaannya. Ada rumor yang berkembang sebagian dana kampanye berasal dari 
ketua partai diluar Partai Demokrat yang menjadi saingan dan sekaligus mitra 
koalisi Partai Demokrat.
Pada masa depan, Partai Demokrat sangat memerlukan pemimpin-pemimpin yang 
dengan cepat bisa memainkan peran strategisnya dalam konstalasi politik, 
sekaligus mampu secara cepat pula bertindak dalam mengantisipasi situasi dan 
kondisi politik yang ada. Dengan demikian, Partai Demokrat  membutuhkan tipe 
pemimpin dengan pola mobilitas yang tinggi, pemikiran yang tinggi serta tentu 
saja harus memiliki fighting spirit yang jauh lebih tinggi. Sosok ketua umum 
demikian, tidak akan tertinggal  dalam mengantisipasi perubahan politik 
kontemporer, dan trend politik masa depan.
Tanpa bermaksud meremehkan kemampuan Anas Urbaningrum yang telah terpilih 
sebagai Ketua Umum Partai Demokrat oleh peserta kongres, sebenarnya sosok 
seperti Andi Mallarangeng adalah tipe pemimpin yang cocok memimpin Partai 
tersebut untuk membentuk sebuah partai modern atau partai tengah menurut AM. 
Namun ternyata pilihan pengganti Hadi Utomo jatuh pada Anas Urbaningrum, pria 
kelahiran Blitar yang berpenampilan tenang dan terkesan santun. Berbeda dengan 
penampilan AM yang energik, bersemangat dan selalu disertai dengan senyum dan 
artikulasi gagasan secara komprehensif.

Penulis, Pemerhati Politik dan Kebijakan Publik pada CEPSIS, Makassar


 









Kirim email ke