Wah, Daeng Rusle pagi buta sudah onlen. DL
--- Pada Rab, 26/5/10, Muhammad Ruslailang <daengru...@gmail.com> menulis: Dari: Muhammad Ruslailang <daengru...@gmail.com> Judul: Re: [blogger_makassar] Opini: Anas Urbaningrum dan Partai Demokrat Kepada: "Milis Angingmammiri" <blogger_makassar@yahoogroups.com> Tanggal: Rabu, 26 Mei, 2010, 3:31 PM Mantap Daeng! salama' http://daengrusle. wordpress. com FB/Gtalk: daengru...@gmail. com YM/twitter: daengrusle Pulsa dibiayai dari duit sendiri®From: mus mimin <primus022002@ yahoo.com> Sender: blogger_makassar@ yahoogroups. com Date: Thu, 27 May 2010 06:16:44 +0800 (SGT)To: <blogger_makassar@ yahoogroups. com>ReplyTo: blogger_makassar@ yahoogroups. com Subject: [blogger_makassar] Opini: Anas Urbaningrum dan Partai Demokrat Harian Fajar Makassar, Selasa, 25 Mei 2010 Anas Urbaningrum dan Partai Demokrat Oleh: Muslimin B.Putra http://metronews. fajar.co. id/read/93495/ 19/anas-urbaning rum-dan-partai- demokrat- Melalui kontestasi yang sengit, akhirnya Anas Urbaningrum memenangkan pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010-1015. Anas mampu menyingkirkan rivalitas Marzuki Alie melalui pemungutan suara yang alot dalam putaran kedua: Anas Urbanigrum 280 suara dan Marzuki Alie 246 suara dari total 509 suara yang diperebutkan. Sementara Andi Mallarangeng gagal masuk ke putaran kedua karena hanya mendapatkan 82 suara (16 persen) pada putaran pertama dan kalah dari Anas yang berhasil menangguk dukungan terbanyak dengan 236 suara (45 persen), sementara Marzuki 209 suara (40 persen). Perhelatan politik yang berlangsung di Hotel Masion Pine, Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Bandung Barat itu berlangsung sejak Jumat (21/05) menyajikan kontestan yang sama-sama bergelar doktor. Anas Urbaningrum mendapatkan gelar doktornya dari Universitas Gajahmada, Yogyakarta, sementara Marzuki Ali dari sebuah universitas di Malaysia, sedangkan Andi Mallarangeng dari Nortern Illinois University, Amerika Serikat. Kekalahan Andi Mallarangeng (AM) dalam arena tertinggi Partai Demokrat merupakan suatu kejutan. Sebelumnya pada hari Jumat, kubu AM mengklaim telah mengantongi 360 dukungan suara (68%) dari seluruh DPD dan DPC seluruh Indonesia. Penyebabnya AM yang paling aktif dan massif berkampanye melalui media selalu menyebutkan dirinya sebagai garisnya SBY. Kehadiran Edhi Baskoro (Ibas) sebagai pendukung utamanya merupakan pembuktian kedekatannya dengan SBY dan keluarga Cikeas dibanding dengan kedua rivalnya. Posisinya sebagai mantan juru bicara Presiden juga sangat menunjang kedekatannya secara pribadi dengan Presiden SBY. AM juga rajin membangun image kepada public melalui iklan di televisi secara besar-besaran. Bintang iklannya berusia muda untuk mengesankan semangat AM yang masih muda dan memiliki spirit perjuangan untuk kaum muda. Di kota Bandung sendiri, hampir semua sudut kota dipenuhi gambar-gambar AM, baik berupa spanduk maupun baliho. Kampanye yang jor-joran oleh tim sukses AM bahkan cenderung mengotori pemandangan di kota Bandung. Meski demikian, Anas dan Marzuki Ali membangun kepercayaan pemilihnya dengan cara yang elegan. Marzuki Ali yang memiliki pengalaman lebih banyak dalam berurusan dengan pengurus dan konstituen Partai Demokrat di daerah mampu membuktikan soliditas dukungan para pengurus daerah kepadanya. Posisi sebagai mantan sekretaris jenderal Partai Demokrat membuatnya banyak dikenal secara structural dalam partai. Meski tidak banyak beriklan, hasil suaranya terbukti mampu menjadi pesaing kuat Anas yang juga gencar beriklan bersama AM. Rivalitas Anas-Andi Sebenarnya prediksi awal persaingan menuju kursi Ketua Umum Partai Demokrat hanya tertuju pada dua orang yakni Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng. Dalam pentas politik Anas dan AM sudah lebih dahulu mendapatkan perhatian public dengan latar belakgannya masing-masing. Namun ternyata, Marzuki Alie berhasil menyodok Andi Mallarangeng dengan strategi gerakan terselubungnya meski karir politiknya baru dibangun dengan terpilihnya menduduki posisi Ketua DPR. Antara Anas dan AM sama-sama berkarir dari organisasi yang sama, Himpunan Mahasiswa Islam. Meski belakangan juga dikabarkan bahwa Marzuki Alie pun berasal dari alumni HMI cabang Jakarta Timur. Kiprah Anas dan AM di pentas politik nasional pun hampir selalu beriringan ketika terlibat dalam Tim Tujuh yang dipimpin Prof. Ryaas Rasyid ketika menggagas konsep reformasi politik di Indonesia yakni Tiga Paket Undang-Undang Politik (Pemilu, Parpol, dan Susduk MPR/DPR) dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah (kita kenal dengan Otonomi Daerah). Kemudian keduanya pun sama-sama pernah menjadi komisioner dalam Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam periode yang berbeda. AM lebih dahulu menjadi anggota komisioner KPU, kemudian Anas menyusul pada periode berikutnya. Dalam politik praktis pun AM lebih dahulu ketimbang Anas. Ketika Anas bertindak sebagai penyelenggara pemilu dalam KPU, AM mendirikan Partai Persatuan Demokrasi dan Kebangsaan (PDK) bersama Ryaas Rasyid. Hingga keduanya berujung di Partai Demokrat dengan sama-sama menjadi fungsionaris dan menempati posisi Ketua. Dilihat kedekatan dengan SBY, maka AM pun bisa dikatakan lebih dahulu daripada Anas. Sebagai mantan juru bicara presiden, AM selalu berada disekitar SBY dalam tugas-tugas kepresidenan dan dalam kehidupan keseharian sang presiden. Dengan kedekatan seperti itu, AM pasti sudah banyak belajar gaya politik SBY yang tak lain adalah Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Dengan kata lain, AM tentu bisa membaca peta alur berpikir dan jalan pemikiran SBY untuk membesarkan Partai Demokrat ke depan sebagai partai modern. Namun dilihat dari pengalaman politik sebagai politisi formal, Anas memiliki pengalaman sebagai anggota parlemen pada periode 2009-2014 sebagai Ketua Fraksi. Sementara AM tidak pernah menjadi anggota parlemen (DPR), tetapi memiliki pengalaman sebagai Menteri, jabatan yang tidak pernah diduduki oleh Anas. Pada 1999-2000, AM juga pernah menduduki jabatan Deputi Menteri di Kementerian Otonomi Daerah, selain jabatan sebagai Chair of Policy Committee pada Partnership for Govermance Reform in Indonesia pada tahun 2000-2002. Kekalahan AM Berdasarkan rumors politik yang berkembang diarena kongres Partai Demokrat, Ibu Ani Yudhoyono kurang setuju dengan sepak terjang AM yang dinilainya terlalu over acting. Konon, ibu Negara tersebut menerima berbagai pesan singkat (SMS) yang mengabarkan fenomena yang membuatnya kegerahan. Berbagai statemen AM selama ini juga dinilai kontroversial sehingga lebih sering mencuatkan perpecahan ketimbang persatuan di kalangan Partai Demokrat. Informasi lainnya berasal dari tim litbang Partai Demokrat yang menemukan sinyal tentang sosok AM dari pandangan konstituen Partai Demokrat dan non konstituen Partai Demokrat tidak terlalu mendapat dukungan. Apalagi dukungan dana kampanye yang dimiliki tim sukses AM tidak transparan, asal dan penggunaannya. Ada rumor yang berkembang sebagian dana kampanye berasal dari ketua partai diluar Partai Demokrat yang menjadi saingan dan sekaligus mitra koalisi Partai Demokrat. Pada masa depan, Partai Demokrat sangat memerlukan pemimpin-pemimpin yang dengan cepat bisa memainkan peran strategisnya dalam konstalasi politik, sekaligus mampu secara cepat pula bertindak dalam mengantisipasi situasi dan kondisi politik yang ada. Dengan demikian, Partai Demokrat membutuhkan tipe pemimpin dengan pola mobilitas yang tinggi, pemikiran yang tinggi serta tentu saja harus memiliki fighting spirit yang jauh lebih tinggi. Sosok ketua umum demikian, tidak akan tertinggal dalam mengantisipasi perubahan politik kontemporer, dan trend politik masa depan. Tanpa bermaksud meremehkan kemampuan Anas Urbaningrum yang telah terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat oleh peserta kongres, sebenarnya sosok seperti Andi Mallarangeng adalah tipe pemimpin yang cocok memimpin Partai tersebut untuk membentuk sebuah partai modern atau partai tengah menurut AM. Namun ternyata pilihan pengganti Hadi Utomo jatuh pada Anas Urbaningrum, pria kelahiran Blitar yang berpenampilan tenang dan terkesan santun. Berbeda dengan penampilan AM yang energik, bersemangat dan selalu disertai dengan senyum dan artikulasi gagasan secara komprehensif. Penulis, Pemerhati Politik dan Kebijakan Publik pada CEPSIS, Makassar