Saudara Zhou Fy dan Saudara Mayat yang terhormat. Bila seseorang mengatakan kepada saya:"dasar pribumi!!" meskipun yang dimaksudkan seseorang( umpamanya seorang asing yang suka menghina kita secara historis) adalah barbar, maka saya tidak akan marah, saya tidak tersinggung. Mengapa saya harus marah dan tersinggung. Pribumi adalah identitas Antroplogis saya. Memang saya seorang pribumi meskipun saya tidak bangga sedikitpun menerima takdir yang tidak bisa saya tolak itu. Tapi siapa saja yang mengatai saya:"dasar barbar!!" meskipun dengan maksud baik, saya pasti akan bertindak lain. Saya setuju sekali dengan anda bahwa kata <pribumi> telah di distorsi oleh Orba secara sangat serius seperti juga sama halnya dengan kata <Cina>. Pendistorsian inilah yang saya tentang . Tapi bukan dengan cara mengharamkan kata yang telah dicemari itu. Pada hakekatnya sangat banyak orang menentang pengharaman kata <pribumi> , secara sadar atau tidak sadar, spontan maupun nuchter. Yang melakukan pengharaman itu adalah Orba, mesin politiknya Suharto dan bukan rakyat Indonesia. Mengapa Suharto dan Orbanya berbuat demikian?. Sejak pembantaian Suharto terhadap PKI dan rakyat Indonesia yang tidak bersalah yang mulai di tahun 1965 itu, Suharto ingin menyaring etnis Cina dengan tangguk rapat yang hampir-hampir tak tembus air untuk membedakan antara etnis Cina yang dia sangka ikut PKI, simpatisan komunis, simpatisan negeri dan Partai Komunis Cina, dengan Cina yang masih bisa dia pakai yang tentu saja pertama-tama yang kaya-kaya atau yang super kaya, yang bukan Komunis, yang tidak ber-orientasi ke Cina Daratan atau PKC. Hasil penyaringan itu, saya sebut saja satu nama untuk sementara, seperti yang kita kenal yang telah bernama Bob Hasan dan tentu saja masih banyak yang lainnya yang yang sekelas kakap seperti Bob Hasan untuk dijadikan Suharto menjadi para bendahara pribadinya. Suharto itu tidak bodoh seperti yang disangka sebagian orang, dia tahu dia tidak mungkin bicara soal atau mengelola ekonomi Indonesia tanpa para kapitalis Besar Cina yang kaya pengalaman, sukses dan lebih mudah dikendalikan karena bukan pribumi. Sedangkan waktu itu boleh dikatakan, Indonesia tidak punya kapitalis kakap yang sesunguhnya dan hanya memproduksi kapitalis birokrat yang bodoh berdagang tapi lihai mengeruk uang tanpa kerja dan susah payah. Tapi tentu saja Suharto tidak mau menggunakan terlalu banyak dan memberikan kesempatan kepada para kapitalis Cina saja. Itu akan menimbulkan kecemburuan di kalangan kroni-kroninya sendiri dan juga para pengusaha pribumi yang ingin berhasil tapi mendapatkan saingan yang maha berat bila harus bersaing dengan para kapitalis kakap dari etnis Cina. Dengan kata lain Suharto telah membikin kontradiksinya sendiri yang mana yang harus diistimewakan( baca: didiskriminasi).Sekali lagi dia seorang licik, lihai, cerdik dan juga tidak bodoh. Sambil memelihara dan menggunakan Bob Hasan dan sebangsanya, sambil juga mendiskriminir antara pengusaha pribumi dan pengusaha Cina. Cina yang mulai dari yang miskin hingga agak kaya dia babat, yang miskin dia tuduh komunis untuk dibabat dan ahirnya sebagian terbesar dari etnis Cina menderita diskriminasi. Dia (Orba) lalu menyebarkan kata yang telah dia beri racun: "PRIBUMI DIPERAS, DIJAJAH, OLEH NON PRIBUMI" dan dijadikannya sebagai psikologi massa yang bermakna: "Cina musuh orang Indonesia melalui penjajahan ekonomi". Akibat dari penyebaran psikologi massa yang beracun itu dengan sendirinya telah menyuluh kerusuhan atau teror rasial anti Cina sebagaimana yang antara lain, kita kenal ngerinya di bulan Mei 1998. Sesudah kejatuhannya(Suharto), dia menunjuk Habibi sebagai penggantinya. Kita tahu Habibi seorang cendekiawan yang betul-betul pintar, tapi juga tidak semata cuma pintar, ia juga lihai dan licik. Akibat dari kerusuhan terror rasial 98, banyak kapitalis dan pengusaha besar Cina kelas kakap lari ker luar negeri, seperti yang kita kenal ,dan tahulah dia, apa itu artinya bagi ekonomi Indonesia yang telah dihancurkan Suharto hingga mendekati angka nihil. Untuk memperbaiki sedikit muka Indonesia yang sudah coreng moreng itu di mata dunia dan juga muka dirinya , maka keluarlah dia punya instruksi untuk mengharamkan kata < pribumi> dan sebagai analogi tentu saja kata <Non pribumi>. Indah kedengarannya bukan?. Habibi bisa diangkat jadi pahlawan anti rasialist yang ingin menghapus rasialisme anti Cina di Indonesia hanya dengan dua buah kata <pribumi> dan <non pribumi> harus menghilang dari kamus perbendaharaan kata bahasa Indonesia karena menurut dia berbau rasialis dan dengan maksud agar kembali menanamkan psikologi massa bahwa timbulnya rasiais atau pun penyebab rasialisme di Indonesia adalah karena kata <pribumi> dan <non pribumi> dan bukan karena watak rasialis yang sesungguhnya dari Suharto dan Orbanya. Cerdik bukan? Dan bukan hanya cerdik, pandai dan lihai, tapi juga ada orang yang mempercayainya, seperti sebagian dari golongan anda hingga sekarang ini.Penyebab kerusuhan rasialis maupun rasilaisme menurut mereka, bukan di hati dan tindakan Suharto, bukan pada manusia dan oleh manusia, bukan oleh Suharto dan tentu saja bukan oleh Habibi tapi oleh sebuah kata: < <PRIBUMI>. Di sinilah juga yang saya maksudkan perkosaan kata, korupsi kata, penghianatan terhadap kata dan yang lebih serius lagi,menjadi diktator bahkan di dalam sebuah kamus.Dan tentu saja tidak semata cuma itu, tapi kata telah dijadikan tameng untuk berdemagogi bagi menipu rakyatnya yang selalu mereka anggap bodoh dan memang sengaja mereka bodohkan itu setiap hari hingga saat ini. Saya tidak sependirian dengan anda maupun dari segolongan yang berpikir seperti anda dalam hal ini. Saya kembali ke hakekat kata, kepada semantika dasar yang belum diracuni dan saya tidak bersedia jadi budak Suharto maupun Habibi untuk turut-turut mengharamkan kata yang tidak berdosa, apalagi sebuah kata yang sangat berdekatan dengan istilah ilmiah ilmu Antropologi. Kata <pribumi> bagi saya sama nilainya dengan kata <Cina> karena dua-duanya adalah sebuah identitas Antropologis, Geografis seseorang. Siapa yang akan memberikan arti positif atau negatif itu terserah saja. Dan jangan lupa, kebanyakan kata mempunyai sejarah etimologi-nya sendiri yang tidak dibikin bikin tapi oleh hasil proses yang wajar yang diterima oleh masyararakat bahasa terbesar sesuatu nasion. Habibi dan Suharto, terlalu kecil untuk dianggap wakil masayarkat bahasa terbesar dari bangsa Indonesia. Dia ingin membikin etimologi dan semantika-nya sendiri di bidang bahasa demi untuk kepentingan politik yang busuk. Itu terlalu naif, sama naifnya dengan keinginannya untuk jadi peresiden seumur hidup. Tapi bila dengan pernyataan ini saya akan tetap kalian( yang saya maksud sebagian dari kalian) cap anti Cina dan kalian telah begitu bertekad untuk memaksa saya agar "anti Cina" atau "rasialist", sayapun akan berusaha mengabulkan harapan kalian yang begitu teguh dan kukuh tidak mundur setapakkpun. Tapi kalian tidak bisa memaksa saya, agar saya anti semua Cina, anti bangsa Cina. Saya sudah sangat sering bilang memang saya tidak suka sama Cina jelek, sama tidak sukanya dengan pribumi yang jelek. Dan seperti juga telah saya bilang, memang di Indonesia ada dua jenis Cina: yang baik dan yang jelek. Saya memilih etnis Cina yang merakyat, yang baik, yang dengan sungguh-sungguh ingin jadi orang Indonesia dan bukan setengah-setengah sambil mendua hati. Cina yang tahu hak-haknya sebagai warga Indonesia yang sederajat dengan yang lain-lainnya dan bukan cuma suka pasang radar super sensitif untuk membaui setiap tubuh pribumi apakah berbau "anti Cina" untuk dikasi vonnis: "rasialist!!!". Saya percaya, bahkan di antara kalian, cukup banyak orang yang masih bisa berpikir waras bahkan baik dan sangat baik. Sia-sia kalian menuduh saya anti Cina, tanpa dasar, tanpa argumen yang masuk akal. Kalau hanya pribadi saya, saya tidak akan anti Cina kalau hanya dari stempel yang kalian berikan, tapi orang lain , sangat mungkin, yang akan menambah musuh kalian semakin banyak saja menimbang cara berfikir kalian yang suka gampang-gampangan: berbeda pendapat bisa dituduh hingga sebagai rasialis atau fasist. Menjawab tuduhan, lalu dituduh menyerang pribadi tanpa pernah ditunjukkan di mana letak serangan pribadi yang dimaksudkan. Tapi kalau menyerang orang lain dengan tuduhan yang paling besar dan kosong , tidak pernah merasa dirinya telah menyerang pribadi orang lain. Bisakah kita bersahabat dengan cara lain dan tidak dengan mentalitas yang begini ini. Salam. asahan aidit (saya tidak marah kok).
----- Original Message ----- From: skala selaras To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wednesday, September 14, 2005 8:33 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Fw: [Politik_Tionghoa] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? Pak Asahan, Saya hanya ingin menekankan: setiap istilah, mungkin asalnya netral, tapi setelah luas dipakai masyarakat, dia akan mengalami perkembangan, bisa positif bisa negatif. kita tidak bisa mengesampingkan konteks sosial yang membebani satu istilah begitu saja. Contohnya istilah Cina, bagi orang diluar Jawa, mungkin biasa memakai istilah ini, tapi orang jawa biasanya memakai istilah JOWO atau Cinten. sebelum orde baru, jika mereka memakai bahasa Indonesia, mereka akan memakai istilah Tionghoa, istilah Cina dipakai hanya saat dia marah. namun sejak orde baru, istilah tionghoa dilarang, istilah Cina disodorkan paksa oleh pemerintah rezim militer, istilah ini dipopulerkan dengan maksud merendahkan dan mendeskreditkan. sekarang, jika kita menolak istilah Cina, ini karena kita menolak konteks politik yang terkandung di dalamnya. sama seperti orang Hitam amerika menolak istilah Negro. Demikian juga dengan istilah Pribumi. selama ini, istilah ini banyak dipakai oleh rezim Orba dan kalangan rasialis untuk mempertentangkan orang tionghoa dan non Tionghoa. jika tokoh politik melontarkan istilah Pribumi non pribumi, pasti ada maksud tersembunyi dibalik perkataan itu. tendensinya selalu kearah negatif. ini tidak boleh kita pungkiri. sekarang, karena sering mendapat sorotan masyarakat yang kritis, supaya tidak terlihat rasialis, mereka menghindari istilah ini. tapi mereka pintar mencari pengganti istilah:, istilah Pribumi diganti istilah Kaum Islam. Non Pribumi pun diganti istilah Non Islam. lihat kalimat ini :" selama orde baru, Kaum Islam terpinggirkan dalam bidang ekonomi!" Jika sebuah istilah sudah terdestorsi sedemikina jauh, apa manfaatnya kita terus mempertahankan? Pak asahan, bagaimana jika istilah Pribumi sering dipakai orang untuk memaki dan merendahkan? misalnya disamakan dengan Istilah " barbar", sehingga muncul ungkapan:" dasar Pribumi!!", apakah Bapak masih senang mendengar disebut Pribumi? salam, Zhou Fy ----- Original Message ----- From: BISAI Dan sekarang lagi-lagi saya terpaksa dan sangat terpaksa bicara soal kata <pribumi>. Saudara punya dalil, bahwa bila tidak mau mengharamkan kata <pribumi> adalah rasialist. Saya berpendirian, tidak seorang manusiapun yang berhak mengharamkan sebuah kata biasa yang adalah kepunyaan perbendaraan kata-kata bahasa Indonesia, milik orang Indonesia, lalu demi kepentingan politik tiba-tiba diharamkan untuk memenuhi kebutuhan satu etnis lain. Pun, Habibi tidak punya hak demikian meskipun dia seorang Presiden pada waktunya yang juga sekaligus produk terbesar dari Orde Baru itu. Saudara Mayat, seperti juga orang-orang yang sepikiran dengan saudara, saudara ingin mempertahankan peninggalan murtad Orde Baru itu yang saudara anggap anti rasialist. Dari sudut pandang sempit bertolak dari kepentingan satu etnis semata-mata, tentu saudara akan menghalalkan dan mengharamkan semua saja menurut cita rasa golongan saudara sendiri, kepentingan dan keuntungan golongan saudara sendiri. Tapi Indonesia tidak cuma mengurusi satu etnis saja, memanjakan satu etnis saja, memperhatikan keluhan satu etnis saja. Dengan mentalitas yang demikian, etnis yang saudara wakili, setiap hari akan menambah musuh dan bukan memperbanyak kawan dan kalau begitu alangkah kasihannya dengan golongan etnis Cina yang lainnya yang dengan sepenuh hati dan jujur, rendah hati dan tulus untuk menyatukan diri dengan etnis-etnis Indonesia yang lainnya, dengan bangsa Indonesia, akan jadi sasaran kerusuhan rasial sepanjang masa akibat ulah golongan etnis yang punya mentalitas seperti saudara. Percayalah, semua orang yang masih waras,masih normal, tidak akan memperdulikan budaya stempel saudara yang main hitam putih, main cap asal tidak sependapat dengan pikiran saudara atau etnis Cina. Betapa naif-nya kesimpulan saudara yang mengatakan, bila tidak mengharamkan atau menghilangkan kata <pribumi> akan memberi peluang bagi rasisme. Kata< pribumi> adalah milik bangsa Indonesia yang berada dalam perbendaharaan kata-katanya, dan bukan milik Habibi, bukan milik kaum kolonialis lama maupun baru dan juga bukan milik orang Cina. Tapi kalau saudara ingin setia pada Habibi yang dedengkot Orba itu, silahkan saja dan bagi saya perdebatan ini tidaklah sia-sia, karena saya menjadi lebih tahu di mana saudara berdiri meskipun dalam omongan sepertinya juga mengumpat Orba dan saya saudara tuduh sebagai yang "menjalankan project rasialis anti tionghoa". Orang-orang sebangsa saya bila ingin berhianapun tidak mungkin dan akan mati. Kami tidak punya jalan lain kecuali tetap setia asahan aidit. ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 1.2 million kids a year are victims of human trafficking. Stop slavery. http://us.click.yahoo.com/X3SVTD/izNLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/