From: "Akhmad Bukhari Saleh" <[EMAIL PROTECTED]> > Bahasa Melayu Tinggi itu memang di-design lebih sulit daripada bahasa Melayu > Tionghoa, tetapi penggunaannya digalakkan, bahkan dipaksakan, berlakunya pada > semua dokumen resmi serta buku-buku terbitan BP. Dan buku-buku BP > di-'gerojok'-kan ke masyarakat pada semua strata umur dan golongan. > Dengan begitu, di-skenario-kan oleh pemerintah Hindia Belanda bahwa > penyebar-luasan semangat perjuangan kemerdekaan Indonesia melalui media cetak > berbahasa Melayu Tionghoa alias Melayu Pasar alias Melayu Rendah, tanpa > terasa, akan terhambat. ****************** Saya agak menyangsikan hal ini.
Kolonialisme Belanda di Indonesia itu sudah jelas bukan hal bagus, dan banyak kebijakan pemerintah Hindia Belanda itu jelek. Tetapi tidak semua tindakan pemerintah Hindia Belanda itu jelek dan selalu mendasarkan diri pada skenario penindasan. Pada awal abad ke-20, bisa dikatakan situasi di Indonesia relatif stabil. Dan kita lihat di Belanda sendiri mengalami perubahan. Mereka banyak mempertanyakan keabsahan pemerintahan kolonial dan kebijakan pemerintah Belanda di Indonesia. Cara pandang liberalisme mulai tumbuh disana. Banyak orang Belanda, termasuk politisi Belanda, yang bersimpati kepada Indonesia. MIsalnya Pieter Brooshooft dan van Deventer, memperjuangkan untuk memperhatikan nasib pribumi. Sehingga pada awal abad ke-20, dimulailah apa yang dinamakan dengan Politik Etis, dengan program Trias Politica. Sejak itulah didirikan sekolah2, baik untuk kaum priyayi dan rakyat biasa. Dan pada tahun2 itulah, Bahasa Melayu diadopsi, dan dimulai komisi untuk penerbitan bacaan rakyat dengan mencetak karya2 terjemahan dan karya2 penulis Indonesia, yaitu ya.. kita kenal dengan nama Balai Pustaka. Pengaruh politik etis ini sangat terasa, termasuk banyaknya pelajar2 Indonesia yang bersekolah di Belanda, dan menjadi elite2 politik modern pertama dengan pendidikan tinggi dari Indonesia. Mereka2 inilah yang kemudian merintis kemerdekaan Indonesia. Beberapa dari antara mereka diangkat menjadi anggota parlemen negeri Belanda sendiri, seperti Rustam Effendi dan LN Palar (LN Palar kemudian menjadi duta besar pertama Indonesia di PBB, yang memperjuangkan RI secara diplomatis disana). Menteri Belanda, JH Abendanon misalnya adalah pendukung besar dari politik Etis ini, dan kita juga mengenalnya dalam usahanya mengumpulkan surat2 RA Kartini, dan menerbitkannya dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang. .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/