Sayang sekali Candra Naya jadi seperti itu skrg...
Dulu waktu saya sd smp sempet menikmati gedung candra naya ini.

Sampe pertengahan smp (masuk semester 6) tau2 sekolah dipindah ke
daerah jembatan besi, yg jalanannya sempit padat, dan lingkungannya
tdk ramah terhadap etnis tionghoa .. sebelah pasar yg tiap hari bau
sampah masuk sampai kelas dan bau asap pembakaran sampah.


Berikut saya copy sebuah tulisan di kompas.
Kompleks Candra Naya (d/h Sin Ming Hui)

Tanggal 26 Januari 1946 berdiri Perhimpunan Sinar Baru (Sin Ming Hui)
yang bergerak di bidang sosial. Beberapa pendiri adalah Lie Kian Kiem,
Khoe Whoen Sioe, dan Ouwyong Peng Koen (PK Oyong) yang juga pernah
menjadi guru di sekolah di daerah Mangga Besar, tidak jauh dari lokasi
gedung ini. Mereka didukung keluarga Khouw Kim An yang meminjamkan
gedung pribadi mereka untuk kegiatan yayasan sosial.

Tahun 1962, di bawah pimpinan Phoa Thoan Hian (almarhum Padmo
Soemasto) perhimpunan ini kemudian berkembang menjadi kegiatan sosial
sebagai inti pelayanan mereka ke masyarakat umum, lewat berbagai
aktivitas yang berorientasi amal. Ada sekolah umum, sekolah asisten
apoteker, kursus fotografi, klub bridge yang telah menghasilkan atlet
nasional, pelayanan kesehatan murah bagi masyarakat umum (bahkan
sebelum puskesmas-puskesmas didirikan oleh pemerintah).

Ada juga kegiatan komersial yang dikelola penyewa gedung, berupa
kursus setir mobil dan pengurusan macam-macam perizinan (termasuk
izin-izin "tembakan"), pusat penjualan ikan hias, sasana binaraga, dan
bela diri. Halaman depan gedung sering dipakai sebagai lapangan bola
bagi anak-anak sekolah dan anak-anak sekitar.

Yayasan Tarumanegara dibentuk pada tahun 1959 oleh beberapa pengurus
dan kemudian berkembang menjadi Universitas Tarumanegara, Jakarta,
yang kita kenal hari ini. Jurusan Arsitektur Tarumanegara di bawah
pimpinan Wastu Pragantha Tjhong, mantan ketua dinas pemugaran yang
berkiprah di zaman Ali Sadikin, sangat peduli dengan eksistensi Candra
Naya, lewat berbagai proyek penelitian, pengukuran ulang, dan usulan
pengembangan dalam tugas akhir mahasiswa.

Ironisnya, hari-hari terakhir ada beberapa pihak di universitas ini
yang justru tertarik dengan proyek absurd pemindahan Candra Naya ke
TMII (kesepakatan kesepahaman/memorandum of understanding, 29 April
2003).

Kemelut dimulai tahun 1993 ketika Gedung Candra Naya, satu-satunya
gedung bergaya arsitektur Cina terbesar di kawasan "kota" Jakarta,
diminta kembali oleh cucu keluarga Khouw. Kemudian setelah paruh kedua
tahun 1990-an, muncul bangunan tinggi yang "mengangkangi", menutup
langit di atas courtyard Candra Naya tepat di atas sumbu timur-barat
gedung tersebut. Semua lewat proses perizinan sah, yang berkali-kali
diubah lewat Kantor Pemerintah Daerah DKI Jakarta pada zaman Orde
Baru, bahkan sampai mengorbankan bagian belakang paviliun yang tersisa
sekarang.

Secara kosmologis, bangunan itu sudah rusak. Usaha menghancurkan
gedung itu sudah berlangsung dengan membiarkannya tanpa pemeliharaan.
Untuk merobohkan pun sebenarnya cukup mudah, dengan menggerogotinya
secara perlahan-lahan tanpa harus menunggu kontroversi seperti
sekarang ini.

Hilang pula kehidupan dan fungsi sosial yang begitu besar jasanya bagi
Kota Jakarta selama 50 tahun periode kemerdekaan RI. Yang tersisa
tinggal kenangan bagi Kota dan warga Kota. Namun, apakah "sisa"
bangunan tersebut harus dihilangkan secara paksa karena soal kegunaan?

Bila itu argumentasinya, apa bedanya dengan argumen Hitler untuk
menyingkirkan orang- orang "tidak berguna", orang- orang tua,
orang-orang tidak produktif karena kondisi difabelitas mereka?

Secara arsitektural, ada cara menyelesaikan problem relasi bangunan
lama dengan bangunan tinggi yang telanjur mengangkangi tersebut.
Pindahkan saja bangunan tersebut ke atas bangunan tinggi yang sedang
macet pembangunannya. Dengan demikian, ia tetap berhadapan langsung
dengan langit. Atau dengan pembongkaran tutup langit di atas sumbu
Candra Naya. Tentu butuh pengorbanan, tetapi biarlah bangunan, wadah,
yang sudah begitu berjasa kita hormati keberadaannya.

Bukankah etika Konfisius mengajarkan untuk menghormati yang lebih tua.
Bongkar, Bento, tapi yang mana…?

Sonny Sutanto Arsitek, dosen Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Sumber: Kompas, Minggu, 01 Juni 2003




On 12/03/07, jimmy pualamsyah <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Dulu waktu saya kecil sekitar tahun 1960an ada dua
> gedung yg sangat indah disekitar glodok kota yaitu Sin
> Ming Hui atau Candra Naya sekarang dengan pintu
> gerbang serta pagar tembok penuh ornamen dan ukiran,
> dan jangan ditanya gedung bagian dalamnya, pada waktu
> itu kita pakai untuk berlatih beladiri dan ada atlit2
> billiard angkat besi dsb sangat luarbiasa indahnya
> juga terdapat bangku2 batu yg terukir indah,serta
> perabotan kayu penuh ukiran, suatu gedung lengkap
> seperti istana pangeran di cina sana walau dalam
> bentuk mini, kemudian satu lagi adalah kedubes RRC yg
> sekarang sudah tidak karuan lagi bahkan sudah rata
> dengan tanah rasanya sedih sekali, sesuatu yg indah
> dihancurkan hanya karena kebencian pada etnik
> tionghoa, itulah kebodohan bangsa indonesia, entah
> sampai kapan akan menjadi cerdas dan beretika moral
> tinggi
> --- [EMAIL PROTECTED] wrote:
>
> > Iya, Chandra naya yang sekarang, nasibnya gak
> > jelas....
> > Di kurung sama bangunan yang juga gak jelas apa
> > emang mo dibangun hotel
> > atau mo di bangun apa...
> > Dulu, waktu kuliah juga sering banget lewat situ dan
> > banyak cerita ttg
> > chandra naya..
> > bahwa di situ dulunya juga dipakai buat
> > sekolahan..buat pertemuan..
> > sayang banget, karena sekarang chandra naya gak bisa
> > dilihat dengan bebas
> > dari jalan raya krn tertutup seng..
> > jadi yang keliatan cuma atapnya aja...
> >
> >
> >
> >
> >
> > "Ulysee" <[EMAIL PROTECTED]>
> > Sent by: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > 03/12/2007 01:05 AM
> > Please respond to
> > budaya_tionghua@yahoogroups.com
> >
> >
> > To
> > <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
> > cc
> >
> > Subject
> > RE: [budaya_tionghua] chandra naya...menyedihkan!
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > Tadi sore saya dan dua orang 'sepuh' lewat di depan
> > gedung Chandranaya
> > ini.
> > Sewaktu lewat, dua sepuh ini langsung menunjuk
> > nunjuk deretan pagar seng
> > dengan gusar, sambil berkata pada saya,
> > "Tuh Ullie, lihat gedung sebelah kiri itu.
> > Menyedihkan. Gedung itu dulu
> > kebanggaan orang tionghoa, megah, dengan dua singa
> > batu yang indah di
> > depannya. Malah telah dijadikan sebagai cagar
> > budaya. Sayang, gara-gara
> > orang kita juga, sekarang keadaannya begitu
> > mengenaskan."
> >
> > Gue berhubung bukan asal Jakarta, langsung
> > celingukan dengan heboh.
> > "Yang mana sih? Ga keliatan apa apa nih, gelap. Mana
> > sih?" gitu.
> > Dan dua sepuh berjanji, lain hari kalau ada sempat,
> > kita akan datangi
> > gedung itu pagi pagi, supaya gue masih bisa melihat
> > kemegahannya sebelum
> > dibikin rontok oleh keserakahan manusia.
> >
> > Dan gue mendengarkan litani kemegahan gedung
> > Chandranaya masa lampau
> > sampai ke belokan jalan.
> >
> > Katanya duluuuu, gedung candranaya itu tempat
> > berkumpulnya orang
> > tionghoa. Semacam community center.
> > Malah beberapa pertemuan penting untuk komunitas
> > tionghoa diadakan
> > disana.
> > Duluuuu di tengah pelataran gedung itu ada sebuah
> > pohon yangliu yang
> > meneduhkan, tempat orang mengaso dibawahnya sambil
> > main catur atau
> > kongkow-kongkow bertukar berita.
> > Duluuuu gedung itu menjadi panduan bagi para
> > mahasiswa arsitektur. Untuk
> > memperhatikan detil detil keindahan arsitektur
> > bergaya oriental. Setiap
> > hari enggak pagi nggak sore, banyak mahasiswa yang
> > berusaha menuangkan
> > kemegahan gedung itu ke atas kertas tugasnya.
> >
> > Miris juga, mendengar nada bangga sekaligus getir
> > mengenang gedung yang
> > pada masanya megah itu.
> > Sayang para sepuh tidak banyak membahas 'kasus' yang
> > menimpanya. Kecuali
> > menyebut dua nama tersangkut 'kasus' gedung
> > Chandranaya.
> >
> > UJ, skripsinya tentang apa sih, boleh tahu nggak?
> > Hehehe, bole doonk
> > kita bertukar kisah tentang gedung Chandranaya?
> >
> >
> >
> > -----Original Message-----
> > From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf
> > Of ujc22
> > Sent: Sunday, March 11, 2007 6:10 PM
> > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > Subject: [budaya_tionghua] chandra
> > naya...menyedihkan!
> >
> > Saya mahasiswa arsitektur dari Tarumanagara. Hari
> > kamis yang lalu,
> > saya dan teman-teman mengunjungi gedung chandra naya
> > dan kami punya
> > kesempatan untuk melihat sampai ke bagian dalam
> > gedung ini.
> >
> > Saat saya masuk ke sana, saya terkagum-kagum dengan
> > kekokohan bangunan
> > ini. pintunya, jendelanya, lantainya...semua itu
> > mencerminkan
> > kejayaannya di masa lampau. namun, jika melihat
> > kondisinya
> > sekarang...sangat menyedihkan. saya makin tertarik
> > setelah mendengar
> > sejarah gedung ini dari dosen sana...mungkin ada
> > beberapa temen2 yang
> > kenal...namanya pak Zhong.
> >
> > saya meng up-load beberapa foto yang saya ambil saat
> > saya berkunjung
> > ke sana...dan saya tertarik untuk mengambil 'kasus'
> > ini sebagai bahan
> > untuk melanjutkan skripsi saya...
> >
> >
> > [Non-text portions of this message have been
> > removed]
> >
> >
> >
> >
> > [Non-text portions of this message have been
> > removed]
> >
> >
>
>
>
>
> ____________________________________________________________________________________
> Don't pick lemons.
> See all the new 2007 cars at Yahoo! Autos.
> http://autos.yahoo.com/new_cars.html
>
>
>
> .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.
>
> .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :.
>
> .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.
>
> .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.
>
>
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>

Reply via email to