Kalau Pak ABS memandang istilah Indon bukan penghinaan, memang kita tak tepat mensejajarkan issue Cina dengan Issue Indon.
Saya punya perbandingan lain yang mungkin lebih pas : bagaimana kalau kita membandingkan istilah Cina dng istilah Inlander? Salam, ZFy > ----- Original Message ----- > > - - - - - - - - - - > >> Sebagai paralelnya, saya pribadi tidak beranggapan penggunaan >> istilah "indon" itu mengandung unsur penghinaan. >> Tetapi karena ada sebagian warga saudara2 kita yang >> merasa demikian, saya MENDUKUNG 100% unpaya >> penghapusan penggunaan istilah itu. > > Belakangan ini beberapa kali dikemukakan masalah penggunaan kata "indon" > di > Malaysia, yang sebetulnya tidak terlalu relevan dibahas di milis ini. > Tetapi > untuk kali ini biarlah kita bahas sekali saja. > Ada dua aspek di dalam issue kata "indon" di Malaysia ini. > > Pertama, aspek linguistik. > Berbagai pihak di Malaysia sudah menjelaskan bahwa penggunaan kata > "indon", > hanyalah praktek penyingkatan istilah, yang lumrah ada dalam tiap bahasa. > Hanya saja penjelasan yang logis itu tidak dimuat di media Indonesia, > karena > pertimbangan politik, supaya suasana tetap 'panas'. > Di Australia misalnya, sudah lumrah kata "indonesia" yang dirasa agak > terlalu panjang, disingkat menjadi "indo" dalam percakapan sehari-hari > maupun dalam media cetak untuk menghemat space. Samasekali tidak ada yang > meributkannya, bahkan dipakai meluas oleh orang Indonesia sendiri di sana, > karena secara lingusitik memang tidak ada masalah. Bahkan sama saja dengan > lazimnya penggunaan kata "aussie" atau "oz", untuk menyingkat kata > "australia" yang rada kepanjangan. > Di Indonesia, di jaman Belanda dulu, suka juga dipakai penyingkatan kata > "indonesia" menjadi "indonesch", tanpa persoalan, sebagaimana terlihat > dalam > versi awal lagu "Indonesia Raya". Memang di Indonesia tidak dipakai kata > "indo", karena kebetulan dalam kosa kata bahasa Indonesia kata itu sudah > mempunyai makna tersendiri, yaitu merujuk kepada kaum blasteran setengah > Belanda setengah Indonesia. > Di Malaysia, ketika orang Indonesia menjadi berjuta-juta jumlahnya di > sana, > sehingga kata "indonesia" menjadi kosa kata yang harus tiap hari > disebutkan > orang, dirasakan perlunya mempunyai kata yang singkat untuk menyebut > "indonesia" itu. Dan karena mereka juga tahu bahwa di kawasan Asia > Tenggara > kata "indo" sudah mempunyai makna tertentu, maka dipakailah kata "indon". > Jadi bagi mereka yang berpikiran sehat, di antara orang Malaysia maupun di > antara orang Indonesia di sana dan di sini, kata "indon" terasa > biasa-biasa > saja, tanpa masalah. > > Kedua, aspek politik. > Ketika Malaysia mulai melejit mengungguli Indonesia dalam berbagai bidang, > mulai ada rasa iri dan sirik di sebagian kecil orang Indonesia. Mereka > inilah yang selalu ribut mempersoalkan hal-hal yang non-issue seperti kata > "indon" ini. > Mereka ini juga lah, yang untuk kepentingan politik iri hati, lalu membuat > issue bahwa Malaysia mem-paten-kan batik Indonesia dan rendang Padang, > yang > padahalnya tidak pernah terjadi (karena hal-hal seperti cara membatik, > cara > memasak, cara menanam padi, cara menari, dsb., tidak bisa dipatenkan). > Mereka ini juga lah, yang untuk kepentingan politik iri hati, lalu > meributkan penggunaan lagu "Rasa Sayang-Sayange" dan "Jali-Jali" untuk > promosi pariwisata Malaysia. Padahal dulu ketika Malaysia memilih lagu > Indonesia "Terang Bulan" sebagai lagu kebangsaannya, ketika orang > Indonesia > di jaman itu masih merasa unggul di atas orang, ketika belum ada rasa iri > dan sirik, kita dengan besar hati menerima pilihan Malaysia atas lagu > Indonesia itu. Sampai-sampai keluar Peraturan Pemerintah RI melarang orang > Indonesia menyanyikan lagu "Terang Bulan" itu. Bayangkan, orang Indonesia > dilarang menyanyikan lagunya sendiri, demi kegembiraan menyambut pilihan > Malaysia itu! Kalau saja semangat positif yang sama berlaku di jaman > sekarang ini, kita seharusnya bangga lalu "Rasa sayang-Sayange" dan > "Jali-Jali" di-'pinjam' orang Malaysia, yang dalam aspek seni-budaya > memang > masih terlalu jauh untuk mencapai tingginya jenjang budaya orang > Indonesia. > > Jadi soal kata "indon", soal lagu "Rasa Sayang-Sayange", dsb. di Malaysia > itu, secara sosial holistik adalah non-issue. > Ia hanyalah merupakan issue politik sempit bagi sebagian orang saja. > Karena itu, mengkait-kaitkan soal kata "indon" dengan soal kata "cina" > juga > adalah non-issue, kecuali sebagai issue politik antagonisme. > > Wasalam. > >