Emangnya teh ada yang menyalahkan Mang ucup karena bangga akan leluhur
yang Tionghoa???
Emangnya ada tah yang bilang, kalau Mang Ucup bangga akan leluhur
berarti mengkhianati tempat lahir????
 
Mana sini kasih tahu sama gue, gue bantuin jitak jidatnya. Huehuehuehue
 
Soalnya gue juga Tenglang dan pegang paspor Ijo dan masih bangga akan
leluhur gue yang Tionghoa, 
kalau ada yang berani ngatain gue berkhianat gara gara gue bangga ama
leluhur gue, 
gue baledogin paspor, karak nyaho! wakakakakaka......
 
Masalahnya gue curiga, Mang ucup meratap ratap tidak pada tempatnya, 
 
kaga ada yang menyalahkan kebanggan akan leluhur, eh ujug ujug merasa
disalahkan 
enggak ada yang bilang mengkhianati, eh ujug ujug merasa dituduh....
 
wah kade Mang, itu namanya halusinasi
kebanyakan halusinasi bisa schizophren lhooohhhh!!!!
 
 
 

-----Original Message-----
From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of mangucup88
Sent: Thursday, April 17, 2008 11:42 PM
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: [budaya_tionghua] Pride to be Chinese



Tulisan ini di ilhami oleh emailnya dari hopeng saya sdr. Liang U.

Pertanyaan: "Apakah salah apabila saya merasa bangga, karena 
memiliki leluhur orang Tionghoa? Apakah dengan rasa bangga tersebut, 
berarti saya telah menghianati tanah tempat lahir saya Indonesia ?"

Mang Ucup dilahirkan sebagai orang Tionghoa, karena pada saat saya 
dilahirkan pada tahun 1942 Negara Indonesia belum diproklamasikan, 
bahkan saya diakui sebagai wong Londo oleh pemerintah Belanda. Sejak 
40 tahun saya memiliki WN Jerman, dan sudah 10 tahun bermukim di 
Belanda. Mantan istri saya yang pertama orang Jerman tulen sedangkan 
Wied istri saya yang sekarang orang pribumi asli asal Semarang.

Dari pernikahan saya yang pertama saya mendapatkan tiga orang putera 
dan delapan cucu. Semua putera saya lahir dan besar di Jerman, 
bahkan hidup di Jerman, tetapi mereka tidak pernah merasakan sebagai 
orang Jerman tulen. Tanpa adanya keinginan khusus dari saya, mereka 
memberikan nama Tionghoa kepada semua cucu saya, rupanya di dalam 
sanubari putera-putera saya; rasa bangga sebagai orang Tionghoa 
tetap mengalir terus.

Begitu juga dengan diri saya, walaupun lebih dari 40 tahun hidup di 
Eropa, saya tidak pernah merasa jadi Wong Londo ataupun Wong Jerman. 
Kemanapun saya pergi; pertama saya merasa tetap sebagai orang 
Indonesia. Merekapun memperlakukan saya demikian, saya selalu dicap 
sebagai orang asing – Auslaender, Allochtoner, Foreigner, tidak 
pernah bisa diakui sebagai Bule tulen.

Walaupun demikian tidak bisa dipungkiri rasa bangga dilahirkan dari 
ras Tionghoa tetap ada dan ini tidak mungkin akan bisa dihilangkan. 
Saya mengakui bahwa saya ini termasuk wong Dunguk bin Guoblok, 
sehingga walaupun dilahirkan dari suku Tionghoa, tetapi kenyataannya 
tidak menguasai bahasa Mandarin dan juga tidak mengetahui tentang 
Budaya Tionghoa. Rasa bangga inilah yang mendorong saya untuk 
bergabung di milis Budaya Tionghoa, karena ingin mempelajari budaya 
Tionghoa, bahkan kalau bisa sekalian bahasa Mandarin.

Perlu saya tekankan juga disini bahwa paman saya Nio Tiam Seng 
adalah Pilot Huakiaw pertama yang gugur ketika perang membela 
Tiongkok melawan Jepang. Bagi mereka yang tertarik gutingan koran 
dari tahun 1937 yang berjudul "Kabar-kabar dari aviateur baba" masih 
saya miliki dan bisa saya kirimkan per japri. Begitu juga saya 
merasa bangga memiliki keponakan seperti Alm. Soe Hok Gie.

Kalau ditanya apakah mang Ucup ini orang Indonesia ataukah orang 
Tionghoa, maka saya akan jawab orang Indonesia keturunan Tionghoa 
alias Nonpri. Perbedaan Pri dan Nonpri tidak bisa dipungkiri akan 
tetap ada terus, dan hal ini selalu di ingatkan terus-menerus oleh 
berbagai macam media masa, pada saat terjadi kejahatan yang 
dilakukan oleh pihak Nonpri, maka nama julukan Nonpri lengkap dengan 
nama Tionghoanya selalu dicantumkan dengan jelas. Tetapi 
kebalikannya pada saat dimana juara bulu tangkis Nonpri yang 
memenangkan piala bagi Indonesia, tidak pernah dicantumkan kata 
Nonpri maupun nama Tionghoa nya mereka, karena mereka telah diakui 
sebagai Pri tulen. Begitu juga tidak akan bisa dipungkiri luka, rasa 
sakit dan pedihnya atas kejadian huru-hara Mei 1998 tidak akan bisa 
terlupakan. Seperti juga bangsa Yahudi dimana mereka 
mengucapkan: "We can forgive, but not forget!"

Walaupun demikian Tanah Air dan Tempat Lahirku adalah Indonesia, hal 
ini tidak bisa dipungkiri, maka dari itulah saya selalu merasa 
kangen dan rindu untuk selalu pulang ke Indonesia Tanah Airku jadi 
bukannya pulang ke Tiongkok. 

Apakah jalan pemikiran maupun pandangan saya ini salah ? Apakah ada 
sesuatu yang tidak beres di dalam pikiran maupun batin saya ? Mohon 
pencerahannya.

Nio Tjoe Siang alias Mang Ucup
Email: HYPERLINK "mailto:mang.ucup%40gmail.com"[EMAIL PROTECTED]
Homepage: www.mangucup.-org



 


No virus found in this incoming message.
Checked by AVG.
Version: 7.5.519 / Virus Database: 269.23.0/1379 - Release Date:
4/15/2008 6:10 PM



No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG. 
Version: 7.5.519 / Virus Database: 269.23.0/1379 - Release Date:
4/15/2008 6:10 PM
 

Kirim email ke