Tulisan Thung Ju Lan tampaknya adalah analisa sosio-politik. 

Dalam kutipan yang dikomentari dibawah, ada kemungkinan Thung Ju Lan hanya
bermaksud membedakan antara kebudayaan yang berasal dari RRC (yang dia
definisikan ke dalam istilah 'kebudayaan cina') , dan kebudayaan yang
berasal dari RRC yang sudah mengalami akulturasi (yang dia definisikan ke
dalam istilah 'kebudayaan tionghoa'). 

Pembedaan ini wajar saja, dan  harus tetap dilihat dalam konteks pembedaan
jenis kebudayaan. Pembedaan ini bukanlah karena (atau diartikan sebagai)
semata-mata mencampurkan politik dengan budaya, tapi tentunya memang karena
alasan historis, antropologis dan geografis, kebudayaan yang berakar dari
suatu tempat dapat mengalami perubahaan atau menjadi berbeda satu sama lain,
dalam perkembangannya.  

Usulan atau pendapat sdr. Yongde untuk tidak mengaitkan antara berkebudayaan
cina (atau tionghoa) dengan berpolitik pro RRC adalah sangat baik. Tentu
saja, semakin banyak yang berpandangan seperti yang dikatakan Yongde,
prejudice dan tudingan yang mengait-ngaitkan haluan politik dan pilihan
seseorang dalam mengadopsi kebudayaan (baik itu budaya RRC, Tionghoa, Barat,
Melayu, Jepang, dll, atau campurannya) dapat berkurang. Walaupun, memang ini
bukanlah hal yang mudah, karena dalam seni berpolitik, kebudayaan juga
merupakan salah satu alat yang digunakan :)

Seperti yang pernah dilontarkan oleh Lee Kuan Yew pada masa awal berdirinya
Singapore, bahwa Singapore boleh saja "chinese-based" tapi bukan
"China-based". Sebuah demarkasi yang tegas memang harus ditarik. 


Prometheus


-----Original Message-----
From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Hendri Irawan
Sent: Saturday, 31 May, 2008 11:00 PM
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: [budaya_tionghua] Re: Positioning Etnis Tionghoa-Indonesia dalam
Hubungannya dengan Tiongkok

Mengutip dari yang di bawah:

[3] `Kebudayaan Cina' yang dimaksud di sini juga lebih mengacu kepada
kebudayaan asal yang dibawa oleh berbagai suku bangsa yang datang ke
Nusantara, seperti suku Hokkian, suku Khe atau Hakka, Hokcia, Hokciu
dan Teociu. Dalam hal ini tidak bisa disebut sebagai `kebudayaan
Tionghoa', karena secara historis dan antropologis yang bisa disebut
sebagai kebudayaan Tionghoa adalah hasil akulturasi kebudayaan  yang
dibawa dari negeri Cina dengan kebudayaan setempat.

Komentar saya:

Pertama apakah ini pembahasan dalam lingkup politik atau lingkup
budaya ? Karena banyak yang tidak bisa membedakan dan mencampuradukkan
keduanya. Setelah saya baca, salah satu kesan saya adalah adanya
ketakutan akan diidentifikasikan sama dengan negara Cina terutama
dalam bidang politik. Apakah sang penulis tidak melihat satu
alternatif lain bahwa budaya dan politik bukanlah suatu hal yang harus
dipertentangkan ?

Satu saran saya buat yang menyetujui pola pikir seperti diatas. Buang
suku kata "TIONG" dalam Tionghoa. Karena Tiong itu mengacu ke Tiongkok
yang sangat ditakuti. Sebaiknya pakai saja "orang Hua Indonesia" atau
kalau mau lebih keren pakai "inhoa" (minnan) / "yinhua" (pinyin). 

Kalau pendapat "kebudayaan Tionghoa" dibilang mengacu khusus ke
Indonesia, maka ini benar-benar mencoba membatasi budaya dengan garis
politik. Atau sekalian saja langsung bilang ke orang-orang di Cina
sono, hoi anda-anda tidak berhak pakai "Zhonghua Wenhua", karena
Zhonghua / Tionghoa itu khusus buat kami-kami di Indonesia. 

Dewasa ini saya melihat banyak sekali ahli-ahli bidang lain yang
mencoba masuk ke khazanah budaya Tionghoa tetapi tidak pernah berusaha
mencari lebih lanjut mengenai kebenaran teorinya. Hipotesis saya
adalah karena mereka dibatasi oleh bahasa. Kalau saja yang menulis
tahu arti kata Tionghoa, barangkali pendapat seperti di atas tidak
akan pernah keluar.

Memang kebudayaan kita di sini sudah pasti berbeda dengan di Cina
sana. Bahkan di Cina sana sendiri, setiap daerah juga budayanya
berbeda. Akan tetapi bagaimana pun berbedanya, konsep inti pemikiran
dan filosofinya tetap bisa ditelusuri ke hulu yang sama. Karena itulah
yang kemudian mendasari bentuk-bentuk konkrit budaya yang timbul.
Kecuali seseorang itu sudah sama sekali tidak tahu akan pemikiran dan
filosofi "Tionghoa".

Jadi bisakah kita semua membedakan antara berbudaya Tionghoa dengan
haluan politik pro Cina ?

Hormat saya,

Yongde

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ChanCT" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Paper untuk Seminar Sehari Universitas Petra, "Positioning Etnis
Tionghoa-Indonesia dalam Hubungannya dengan Tiongkok", Surabaya, 16
Mei 2008. 
> 
>  
> 
> Positioning Etnis Tionghoa-Indonesia 
> 
> dalam Hubungannya dengan Tiongkok
> 
>  
> 
> Thung Ju Lan
> 
>  
-------------- dipotong -------------


------------------------------------

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.

Yahoo! Groups Links



No virus found in this incoming message.
Checked by AVG. 
Version: 8.0.100 / Virus Database: 269.24.4/1475 - Release Date: 30/5/2008
2:53 PM

Kirim email ke