Klo diperhatiin tulisan om dhanis ini sepertinya mirip ama kesaksian org2 yg 
baru tobat, trus jd sangat fanatik n takut org laen ga tau di udah tobat n 
takut ga diakui makanya jadi lebih xxxxx dari org xxxxx. Btw emangnya pernah ke 
neraka? Kok tau api neraka warnanya kayak apa? Trus emangnya ada api di dunia 
ini yg setelah diterangi warnanya jadi putiH? Hehehe 
Sent from my BlackBerry�
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-----Original Message-----
From: "Purnama Sucipto Gunawan" <[EMAIL PROTECTED]>

Date: Mon, 08 Sep 2008 05:46:47 
To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
Subject: Re: Bls: [budaya_tionghua] fwd: Imlek di Kalangan Tionghoa-Kristen di 
Indonesia


WAlah, Imlek aja masih jauh, kok pada ribut imlek yah.

Duh yang namanya imlek tuh cuman tahun baru yang perhitungannya
berdasarkan perhitungan rotasi Bulan ke bumi. Apa susahnya merayakan
tahun baru Imlek aja kgk beda jauh sama Tahun baru Internasional.

Lah wong gampanglah semua agama aja bisa ikut Imlek lagian makna
imlekkan hanya pergantian tahun bulan aja. Kalo anda Ngak mau
ngerayain juga ngak apa. Ngapain bilang tahun baru imlek yang rayain
itu dibilang sesat dan serem. 

Juga anehnya lagi Imlek mana ada tradisi buang permen dari mulut ke
anak walau juga di Singapura jg ngak ada, Tyus kalo anda merasa takut
klenteng ngapain ke klenteng. Lah bisa ngerayain imlek ke Gereja. Lah
tinggal berdoa. Kayak orang berdoa pada malam Tahun baru internasional
aja kok Susah. 

Juga baru tau ada tradisi yang gak pernah ada di imlek diadain kayak
bung Dhanis bilang semacam bakar diri atau sebagainya.
Lalu pernyataan seperti :

Dhani Wrote :

"Adapun warna merah yang lama-lama membuat ndak enak adalah bukan
warna merah yang dipakai untuk pakaian atau dekorasi
gedung/rumah/toko, namun warna merah yang diciptakan dari api. Warna
merah yang diciptakan dari api tersebut jika sebatas untuk perayaan
dan terkontrol untuk memperindah, tentu baik-baik saja, namun
bagaimana dengan warna merah yang terus menerus dibuat dipertahankan
di dalam klenteng dari api. Di Singapore, klentengnya selalu ada api
merah yang menyala dan meninggalkan kesan ruang tersebut merah menyala
seperti neraka, hal demikian yang membuat saya ketakutan dan merasa
seram dengan mereka setiap kali saya pergi ke masjid untuk shalat,
karena satu arah jalan. Tempat ibadah semestinya tidak dipenuhi dengan
hal-hal yang menyeramkan. Belum lagi karena banyak abu disana-sini di
dalam klenteng, bukankah semestinya tempat ibadah itu bersih dan
syukur ada air nya, air yang bersih dan mensucikan umat-umat nya. Di
masjid selalu ada air, tidak ada masjid yang tidak ada airnya. Air itu
sumber kehidupan dan api itu sumber malapetaka. Namun berdekorasi
dengan warna merah adalah tidak di larang, karena justru Tuhan
menyerukan kepada Hambanya untuk memancarkan rahmat nya melalui cara
mereka berpakaian (tampak kanlah bekas rahmat Tuhan itu dengan
pakaianmu), dan tentu warna merah adalah bagian dari bagaimana kita
berdandan." 

===> ini mah sama aja pandangan anda sendiri. Sama aja ngak mengerti
maknanya budaya tionghoa . 

Bung Dhani kalo anda ngak mau ngerayain juga ngak apa, siapa yang
maksa anda merayakan. Orang Tionghoa kristen juga mau ngerayain di
Gerejanya juga ngak apa, siapa yang mau larang. Lagian itu bukan
urusan gama kok, Cuman tradisi doang, mau di ikut silakan, ngak mau
juga ngak apa apa, ngapain teriakan orang Tionghoa Kristen yang rayain
imlek diteriakin sesat. 

Seperti Kayak Gus Dur berkata "Gitu aja kok repot"


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Jimmy Tanaya"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Bung Dhanis,
> 
> Setuju bahwa pendewasaan dan pencerahan itu perlu (dan milis
> seringkali memfasilitasi hal tersebut, walau tidak selalu).
> 'Pendewasaan' dan 'pencerahan' tersebut baru bisa terjadi bila
> pihak-pihak yang berdiskusi mau berpikir terbuka, menanggalkan
> buruk-sangka (prejudice) maupun kecurigaan, dan dilandasi semangat
> untuk berbagi informasi/pengetahuan (bukan untuk mencari 'kebenaran
> absolut', karena 'absolut' itu cuma ada di alam sebelah hehehehe).
> 
> Nah yg 'diprotes' beberapa rekan adalah posisi anda yg langsung
> memberikan label 'ngeri', 'menyeramkan', 'neraka' pada suatu hal tanpa
> melalui proses diskusi/tukar informasi dan pemahaman budaya yg anda
> labeli tersebut. Jadi, kalo saya membaca dengan benar sinyal2 dari
> rekan2, alih-alih 'berdiskusi' (yg tidak akan nemu karena ada pihak yg
> sudah menutup diri, malah nanti jadi panas/emosi) mereka memilih untuk
> undur diri.
> 
> Apakah mereka mutung? mungkin saja. Tetapi apakah mutung mereka itu
> salah? menurut saya, tidak. Malah lebih baik mereka menarik diri
> daripada memasuki arena diskusi yg ujung2nya saling berantem.
> 
> Sekedar menegaskan saran bung Tantono dan Dada, tidak ada gunanya
> membentur2kan agama dan budaya. Lah wong 'agama' dan 'budaya' itu
> ranah pribadi kok.
> 
> 
> salam,
> jimmy
> NB: coba untuk melihat2 dulu barang seminggu, baru ikut terjun posting
> ini itu; agar anda mengerti bagaimana rupa kancah 'peperangan' di
> milis hehehehe.
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, dhanis <ariono_dhanis@> wrote:
> >
> > Lho kok jadi aneh begitu, sebuah milis itu dibuat untuk pendewasaan
> dan pencerahan dari orang-orang yang ada di dalamnya. Kalo belum
> apa-apa sudah mutung begitu, wah malu saya kecampuran darah tionghoa.
> Adanya milis itu untuk menyelamatkan anggotanya dari kepunahan makanya
> ada kelompok-kelompok tersebut. Perbedaan adalah rahmah dari Tuhan
> kita semua. fyuh, baru 1 hari masuk di milis ini, salam kenal.
> > 
> > Dhanis
>



Kirim email ke