nyaelah sebenernye seh seinget aye itu bicaranya YONG alias keberanian.

Wong yg disebut keberanian terhebat itu BERANI IDUP bukan berani
ngerampok or berani ngebacok.

Nah itu di Tao ame di KHC ngomong keberanian kurang lebih sama.

Org itu gak perlu takut mati , mati mah biasa en siapapun mesti mati.
So nape mesti ditakutin.

Yg parah itu org yg berani mati tapi takut idup loe.
Itung aje yg bunuh diri tuh berani idup or berani mati ?

Soooooooooooooooooooooooooo BERANILAH HIDUP !!!!
HIDUP YONGGGGGGGGGGGGG yg bukan si gayoenk alias hen yoenk hehehehehe

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote:
>
> Kalo konsep tao n buddha kan gak ada tuhan tuh trus nyerah ke sapa?
Ke alam? Trus biasanya yg udah level begitu yah pendeta taois or biksu
buddhis yg tinggal digunung2, siu lien buat capai tao or nirwana, ga
cuma dendam doank yg dilupakan, tp nafsu duniawin laennya juga, harta,
kedudukan n nama besar. Mereka juga males ladenin tuh konflict2 apapun
jadi hidupnya bisa damai. Btw org biasa yg sudah muak ama kehidupan
duniawi juga pada nyingkir n hidup sederhana tp banyak konflict n
keinginan macem2. Engga rebutan harta, sikut2 kursi, kong tai sana
sini cari nama besar n pengikut, bahkan biasanya muridpun ditolaknya.
Klo semua manusia bisa hidup kayak gitu maka bakal lebih damai hatinya
daripada sekedar setiap saat memaafkan org tp tiap hari sikut2 cari
kedudukan, harta n nama besar. Hehehehe btw yg g omongin td biasanya
ada di film silat yah, klo di dunia nyata seh kagak tau. Hehehe 
> Sent from my BlackBerry®
> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
> 
> -----Original Message-----
> From: "Tantono Subagyo" <[EMAIL PROTECTED]>
> 
> Date: Wed, 8 Oct 2008 10:24:33 
> To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
> Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Ajaran Budaya Tionghua tentang
memaafkan.
> 
> 
> Lha ini yang menurut saya salah kaprah Pak, kalau orang-orang itu bisa
> lupakan Milosevic mungkin hidupnya akan lebih baik.  Menurut saya
memelihara
> dendamlah yang buat orang sengsara.  Orang jadi inget kesalahan
orang dahulu
> saja, seperti misalnya : Jerman dulu pernah Holocaust mbasmi orang
Yahudi,
> trus piye, orang Yahudi disuruh ngebom Jerman supaya setimpal gitu
??.  Saya
> punya teman (Jewish) yang sangat dendam ama Jerman, lha dia sendiri yang
> sengsara.  Kejadian sudah kapan tahu, dia kalau ketemu orang Jerman
masih
> gondok (nyakitin diri sendiri).  Dan masalah Tuhan-nya siapa ya Tuhannya
> sendiri-sendiri, saya percayakan "vengeance"kepada Tuhan orang
Kristen, lalu
> apakah Tuhan saya tidak berantem rebutan dengan Tuhannya orang lain yang
> menyalahi saya, lha itu urusan Tuhan kok, sudah dipasrahkan jangan
> diuthik-uthik lagi.
> Kembali lagi Bung Danardono, mari setuju untuk nggak setuju, saya
bahagia
> dengan konsep menyerah kepada Tuhan (buat saya Tuhan itu satu), lha buat
> anda Tuhan itu macem-macem dan buanyak dan tidak memecahkan masalah.
 So be
> it, saya tidak minta anda untuk memeluk konsep saya demikian juga jangan
> paksakan kepada saya bahwa konsep agama tidak membuat orang jadi
baik dan
> Tuhan macem-macem.  Salam, Tan Lookay
> 
> 
> On 10/8/08, danarhadi2000 <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> >   Begitulah pak Bagyo.
> >
> > "Penghukuman" didunia ini adalah ranah masyarakat, yang diwakili oleh
> > negara (azas Hukum Pidana). Kita juga kenal ajaran: "Give therefore
> > to Caesar the things that are Caesar's, and to God the things that
> > are God's.(Mt 22:21)".
> >
> > Didalam falsafah hukum, kita belajar, bahwa pada awalnya, dalam
> > masyarakat yang masih "primitif" hukuman adalah identik engan
> > pembalasan dendam, dalam bahasa Jerman kita kenal "Suehne". Dalam
> > perkembangan masyarakat yang kian modern, maka negara mengambil alih
> > fungsi "balas dendam " ini, dan mengubahnya menjadi hukuman.
> > Kalau sipenjahat sudah dihukum negara menurut peraturan yang berlaku,
> > maka manusia tak boleh lagi menjalankan balas dendam.
> >
> > Pak Bagyo benar, hukum manusia tak sempurna, tetapi apakah yang
> > sempurna di dunia? Hanya inilah yang manusia dapat wujudkan didunia.
> > kesempurnaan setelah kita mati, nobody knows. belum ada yang kembali
> > dari kematian dan mengisahkan mengenai pengadilan langit.
> >
> > Mengenai Tuhan, pak Bagyo katakan "Ya Tuhan saya, Tuhannya orang
> > Kristen", namun, kita membahas masalah manusia secara universal.
> > Dalam hubungan antar manusia, kita berhadapan dengan manusia dari
> > perlbagai agama dengan Tuhannya masing masing. Contoh: seorang
> > beragama A memperkosa dan menjarah wanita beragama B, dan mencuri
> > barang orang beragama C. Tuhan yang mana yang berwenang bertindak?
> > Tidak nanti rebutan?
> >
> > Pak Bagyo katakan "saya sejahtera dan merasa senang berbuat
> > demikian", sah sah saja, selama apa yang disenangi A dan membuat
> > sejahtera, tak menyengsarakan B atau C. nanti pengadilan lagi yang
> > harus bertindak.
> >
> > Mengenai dendam atau memaafkan Milosevic saya ingat interview dalam
> > tayangan TV dimana wanita diinterview tentang suami mereka yang
> > ditembak dimuka mereka dan anak anak mereka. Saya tak pernah lupa
> > expressi muka ibu ibu itu yang merah padam dengan tangis dan isak.
> > Pak Bagyo yang baik, terus terang, kalau saya ada ditempat itu, di
> > Srbernica, saya TAK berani mengusulkan " lupakan deh Milosecic"..
> >
> > Salam
> >
> > Danardono
> >
> > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com
<budaya_tionghua%40yahoogroups.com>,
> > "Tantono Subagyo"
> > <tantono@> wrote:
> > >
> > > Pak Danardono yth,
> > > Saya berkata bahwa penghukuman yang setimpal adalah hak Tuhan,
> > bukan berarti
> > > meniadakan hukum. Hukum dibuat untuk menegakkan aturan, menjaga
> > agar manusia sepakat akan aturan umum dan tidak ada chaos. Jadi saya
> > bisa mengampuni pencuri tetapi untuk kebaikan dan karena itu adalah
> > norma yang mesti ditaati maka dia juga harus masuk penjara. Tetapi
> > harus diingat bahwa hukum bukanlah balas dendam atau memberi
> > penghukuman yang setimpal. Hukum
> > > manusia masih tidak sempurna, karena seorang yang membunuh misalnya
> > menurut
> > > KUHAP dihukum penjara duapuluh tahun, setimpalkah itu ?. Lalu
> > bilamana Y
> > > membunuh X misalnya, apakah anak X harus Y atau memaafkannya ?.
> > Memaafkan
> > > bukan berarti membebaskan yang dimaafkan, jadi memaafkan Milosewic
> > bukan
> > > berarti meloloskannya dari hukum manusia yaitu norma-norma hukum
> > > internasional akan tetapi melepaskan dendam untuk bergerak maju.
> > Sekali
> > > lagi saya bodoh dan kuper dalam hal ini lingkup saya pun sempit
> > tidak
> > > seperti anda yang mendunia. Bagi saya memaafkan sederhana saja,
> > saya
> > > (mencoba) memaafkan apa yang keluarga saya telah perbuat kepada
> > diri saya
> > > dan tidak membalas dendam agar saya dapat melangkah maju. Dalah hal
> > > sekolahpun begitu, ketika anak saya mendapat hambatan dalam
> > sekolah, saya
> > > tidak ribut-ribut tetapi bersama beberapa orang lalu membuat
> > sekolah dan
> > > ternyata itu lebih positif.
> > > Dan Ya, saya berbuat itu karena kepercayaan saya terhadap Tuhan,
> > Tuhan siapa
> > > ?, Tuhannya orang Kristen agama yang saya anut, lho nanti nggak
> > cocok dengan
> > > budaya, ya biarin, orang saya sejahtera dan saya merasa senang
> > telah berbuat
> > > demikian. Mohon penerangan kembali. Tantono
> > >
> >
> > 
> >
> 
> 
> 
> -- 
> Best regards, Tantono Subagyo
>


Reply via email to