Pak Liang U, wow ceritanya panjang tapi menarik sekali - enak dibacanya sebagai 
penambahan pengetahuan kita mengenai keadaan sebenarnya di Tiongkok terutama di 
daerah dan alam pedesaan dan pegunungan. Memang menurut cerita banyak sekali 
panorama yang indah di pedalaman Tiongkok.

Sering-sering cerita ya Pak Liang U.

Best personal regards,
Eddy Djaja


--- On Tue, 3/24/09, liang u <lian...@yahoo.com> wrote:
From: liang u <lian...@yahoo.com>
Subject: Re: [budaya_tionghua] taon baru imlek punya sapa ya ? Curat coret dari 
daerah gempa.
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Tuesday, March 24, 2009, 7:30 PM












            Rekan-rekan,

      Tahun baru Tionghoa itu mempunyai dasar ilmiah, yaitu permulaan musim 
semi,  jadi bukan buatan manusia tapi memang alamiah. Musim semi adalah musim 
harapan bagi
rakyat terutama petani, karena pada musim semi tumbuhan yang layu saat musim 
gugur mulai bertumbuhan lagi, bunga-bunga berkembang, es mencair dan tanah 
menjadi basah. Mulailah orang bekerja kembali mengolah tanahnya. Siapa yang tak 
gembira?
     Bagaimana yang bukan petani? Sama saja, musim dingin adalah neraka di 
negara-negara dengan empat musim. Jalan tertutup salju, udara dingin, jangan 
lupa, zaman dulu lebih sengsara lagi, karena belum ada penghangat listrik yang 
modern. Orang hanya mengandalkan membakar, kayu, tongkol jagung, daun kering 
dll. Di Tiongkok utara yang banyak batu bara, mereka juga membakar batu bara.
 Toh temperatur tetap dingin, padahal biaya tinggi.  Jadi musim semi dirayakan 
oleh semua orang di Tiongkok dan negara yang kena pengaruh budaya Tionghoa, 
seperti Korea, Laos, Vietnam dan dalam batas tertentu Jepang.
    Tahun baru internasional 1 Januari adalah buatan manusia, konon zaman 
dahulu tahun baru adalah 1 Maret, oleh karena itu September jadi bulan tujuh, 
memang dalam bahasa latin septa adalah tujuh, okta adalah delapan, nova 
sembilan dan deka sepuluh. Jadi September artinya bulan 7, Oktober bulan 8, 
Nopember bulan 9 dan Desember bulan 10.
Kemudian karena Julius Sesar lahir 1 Januari dan ingin dirayakan seluruh 
rakyat, maka ia mengubah tahun dimulai 1 Januari (tolong para ahli koreksi 
kalau salah, ini adalah cerita guru saya di SD).
   Sampai sekarang di semua negara musim dingin adalah musim yang mengerikan. 
Di USA  bunyi ambulanse selalu terdengar minta jalan, karena mau menolong orang 
yang
 terjatuh ke sungai, orang tua yang terpeleset di jalan. Kita harus keluar 
tengah malam kalau turun salju, sebab keesokan harinya salju sudah membeku, 
kalau ada orang lewat di depan rumah dan jatuh, kita yang harus menanggung 
biaya pengobatan dll. Yang tinggal di komplex real estate memang lebih baik, 
membersihkan salju tugas real estate, anda boleh tidur terus.
     Berturut-turut dua tahun terakhir saya dan isteri mangkal di sebuah desa 
di di Tiongkok selatan dan barat. Tahun lalu di  keluarga suk Yao di Guangxi, 
sedang tahun kemarin saya sendiri mangkal di sebuah kampung di atas gunung di 
daerah gempa yang parah di propinsi Sichuan. Tahun lalu saya mangkal 8 hari 
karena cuaca yang sangat buruk, dingin, bahkan tak jauh dari tempat saya 
mangkal terjadi badai salju yang parah. Rekan-rekan minimal dari TV bisa 
melihatnya, bagaimana kacaunya angkutan, bagaimana tiang listrik roboh, 
bagaimana kendaraan macet di jalan dan
 penumpang yang mau mudik Tahun Baru terhalang.  Sampai presiden Hu Jintao 
datang sendiri ke daerah bencana dan memberi perintah langsung penyelamatan. 
Tahun baru Tionghoa beliau ada di kota Nanning Guangxi tidak pulang.
     Aneh bin ajaib, hari kedua setelah tahun baru udara menjadi tenang, hujan 
berhenti matahari mulai bersinar, kamipun minta izin kepada pemilik rumah untuk 
pulang, Kami di antar naik bis dengan tangis dan peluk. Untuk mereka, keluarga 
besar mereka, kami adalah tamu luar negeri yang pertama. Kamipun mulai 
melanjutkan perjalanan yang masih seminggu dengan keliling kota Nanning yang 
indah. Udara mulai ramah, musim semi telah sampai. Siapa yang tak senang 
menyambut tahun baru?
     Tahun baru tahun ini, saya berangkat sendiri, isteri tak ikut, maklum 
perjalanan lebih berat, pergi ke kampung di atas gunung dan termasuk daerah 
yang sangat parah kena gempa 12 Mei tahun lalu. Turun dari di
 jalan besar masih pagi. Kami memang berangkat pagi hari dari kota Dujiang'an 
kota turis yang terkenal di Sichuan yang juga daerah parah yang dilanda gempa. 
Sepanjang jalan kami melihat rumah penampungan darurat, sampai di pertigaan 
kami turun dari bis dan menunggu angkutan pedesaan. karena besok akan tahun 
baru Tionghoa, jelas kendaraan penuh sesak orang yang baru pulang dari kota, 
ada yang bekerja di kota, ada yang belanja untuk menyambut tahun baru. 
Akibatnya saya merasa naik angkutan seperti di tanah air. Kendaraan kecil masuk 
12 orang!  Ini ditangkap kalau bukan tahun baru kata supir, dan penumpangpun 
tak mau naik, kalau mobil sudah penuh, karena tahun baru maaf lah, kalian 
desak-desakan, supir berkata dengan penuh simpati.
     Kami masuk ke gang kecil yang baru diaspal kira-kira dua atau tiga 
kilometer, lalu mulai mendaki jalan ke gunung. Di situ tampak puing-puing rumah 
yang tertimba batu yang jatuh dari gunung dan
 terdorong tanah longsor. Masih ada batu besar yang berhenti di pinggir rumah 
sisi jalan, batu yang lebih besar dari rumah model perumahan BTN dengan luas 54 
meter persegi. Bayangkan bagaimana nasib tuan rumah kalau batu menimpa rumah 
mereka? Untung kata penduduk, gempa siang hari, semua sedang bekerja di ladang, 
ada yang bekerja ke kota kecamatan yang tidak terlalu jauh, hanya sekitar 5 km. 
Akibatnya korban tak banyak. Korban paling banyak di sekolah karena murid-murid 
semua berada di kelas dan bangunan sekolah rata-rata bertingkat lebih dari 3 
lantai.  Di sebuah sekolah di daerah itu, hanya ada satu kelas yang beruntung, 
kelas itu sedang oleh raga dilapang sepak bola. Mereka semua selamat.
    Kami mendaki terus, saya harus berhenti sampai 5 atau 6 kali. Maklum sehari 
sebelumnya saya naik gunung Qingcheng atau gunung Tjingsia (Cingsna).Penyenang 
cerita  silat pasti tahu, dalam cerita Jin Yong " Hina Kelana"  para tosu
 gunung ini digambarkan sebagai yang jahat. Tentu ini hanya cerita rekaan saja. 
Tapi para penganut agama Dao atau Tao tak ada yang protes, toh itu namanya 
cerita bukan sejarah. Bayangkan bagaimana tingginya toleransi mereka, padahal 
gunung Qingcheng ini adalah salah satu gunung sakral agama Dao. Saya memanjat 
gunung sampai puncak, meskipun ada cable car untuk itu.
     Kehabisan tenaga sehari sebelumnya, sehingga saya harus duduk istirahat di 
batu pinggir jalan beberapa kali. Beberapa ruas jalan yang dilalui masih ada 
papan pengumuman yang mengharuskan yang lewat supaya cepat, sebab masih ada 
kemungkinan longsor. Sayang tenaga saya sudah habis, jadi papan peringatan 
tidak saya hiraukan, saya tetap berjalan merayap. Sampai di kampung, seluruh 
keluarga besar sekitar dua puluhan sudah menunggu, makan malam tahun baru, yang 
harusnya diadakan siang hari, karena banyak yang rumahnya jauh, terpaksa 
diadakan sudah jam 3, menunggu saya...
 tamu yang tak dikenal. Ha, ha.
    Hari kedua tak menunggu cuaca terang, untuk mengejar waktu kami sudah 
memborong angkutan kota, langsung dilarikan ke Chengdu ibukota propinsi sejauh 
70 km-an. Kami dibawa langsung ke terminal luar kota, dan mulailah perjalanan 
berubah arah, sekarang ke selatan.
    Hari kedua mengecewakan, sangat dingin, tapi hari ke-3 pagi, begitu bangun, 
dari jendela hotel kelihatan ada sinar matahari. Musim dingin sudah lewat musim 
semi sudah mulai, saya senang sekali karena tujuan kami ke selatan adalah bukan 
menengok seseorang lagi, tapi ingin melihat kota Ya'an, kota dengan penduduk 
campuran orang Han, dan Tibet.
    Karena itulah untuk saya terasa sekali pergantian musim, musim semi adalah 
musim yang layak dirayakan, tahun baru Tionghoa adalah tahun baru Perayaan 
Musim Semi atau Chunjie. Tahun baru yang layak dirayakan oleh semua orang yang 
merasa lepas dari siksaan musim
 dingin. Tak perduli agamanya apa dan bangsa apa.

Liang U

--- On Tue, 3/24/09, ardian_c <ardia...@yahoo. co.id> wrote:
From: ardian_c <ardia...@yahoo. co.id>
Subject: [budaya_tionghua] taon baru imlek punya sapa ya ?
To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
Date: Tuesday, March 24, 2009, 8:47 AM









            lah lah khan owe dah tulisin asal usul pemakain taon konglek ame 
taon tolek or taon oeylek lar



itu mah gara2 jaman qing akhir yg ribut2 antara Kang ame Song tuh.



Malah sebutan festival musim semi jg ditulis dari sapa yg peloporinnya jg 
menghapus tradisi taon barunya hehehehehe



yg owe lupa tulis itu sebutan kalender pertanian yg dimulai ame PKC



so sekarang ini sebutan taon imlek dah macem2 dari xia li, huangli, daoli, 
kongli, nongli, minli, yinli dsbnya.



ya balikin aja kekata aslinye aje xiali kek huangli kek wateperlar.

dah 4706 taon neh hueheheheheheh



btw taon baru yg berdasarkan kalender imlek gak tjoema tenglang ajelar wong 
korea wong jipun wong pietnam jg sama tuh

itu mah tjoema salah satu sistem kalender di dunia en kebetulan aja kalender 
tionghoa memberi pengaruh kepada negara2/bangsa2 disekitarnya.

so nurut owe gak tjoema milik org tionghoa ajalar itu perayaan taon baru imlek.



--- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, David Kwa <david_kwa2003@ ...> wrote:

>

> RRS,

>  

> Memang, di samping hal-hal lain yang sudah disebutkan, kekuatiran tentang 
> kleim sementara pihak bahwa Tahun Baru Imyanglek (TBI) merupakan hari raya 
> agama Khonghucu cukup beralasan. Sebab dunia juga sudah tahu bahwa TBI bukan 
> milik salah satu agama, tapi milik semua orang yang masih mengaku punya darah 
> Tionghoa (Tnglang//Thongnyin ) dalam dirinya, terlepas dari agama apapun yang 
> dianut. Sebab, TBI sudah dirayakan jauh sebelum lahirnya agama Khonghucu, 
> yakni sejak Dinasti Xia/He (2070-1600 SM), jadi jauuuuuuuuuh sebelum Kong 
> Zi/Khong Cu (551-479 SM) lahir pada Dinasti Zhou/Ciu (1046-256 SM)!!! Namanya 
> dalam bahasa Inggris juga Chinese New Year, bukan Confucian New Year!!!

>  

> Tentu kita tidak terima pernyataan “seenak jidat” seperti itu, lalu, 
> pertanyaannya, bagaimana tindakan kita untuk mengcounternya?

>  

> Kiongchiu,

> DK

>  

> --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, "Joao Kho" <Joao.Kho@> wrote:

>  

> Seperti kita ketahui, dengan perkembangan MATAKIN dan pengaruhnya yang terus 
> meluas ke daerah-daerah dan banyak mendapat simpati yang mayoritas dari 
> generasi tua, sehingga terjadi beberapa kekuatiran sebagai berikut:

>  

> -      Bio/Vihara yang sebelumnya di bawah naungan yayasan/organisasi Buddha 
> mendapat tekanan yang cukup berat karena kuatir dari segi pemilikan maupun 
> umat akan diambil alih oleh organisasi MATAKIN karena secara basis dasar 
> generasi tua dan umat daerah masih sangat kuat akan kepercayaan dan praktek 
> tridharma (lebih condong ke KHC dan TAO) dalam segi kehidupan sehari-hari.

> -      Kehidupan antar umat beragama (tridharma) yang sebelumnya rukun, akan 
> terpecah belah ke blok masing-masing keyakinan karena adanya 
> keputusan/penetapan kalangan atas (elit) organisasi Pusat yang saling mengadu 
> kekuatan.

> -      Budaya tionghua yang menjadi keunikan etnis tionghua seperti Pesta 
> Musim Semi (Hari Raya Imlek) akan di judulin sebagai hari raya agama tertentu 
> dan di pihak lain melarang umatnya untuk merayakannya lagi karena bukan milik 
> agama tersebut.

> -      dan sebagainya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

>  

> Bagaimana pendapat anda supaya budaya tionghua menjadi dasar rasa 
> kekeluargaan dan menjadi pengikat antar umat tridharma yaitu: Buddha, 
> KongHuCu, dan Tao sehingga bisa tercipta kerukunan dalam masing-masing 
> organisasi/yayasan, internal pengurus bio/kelenteng/ vihara, dan antar umat 
> penganut agama tunggal dengan tridharma.

>  

> Salam damai,

> Joao Kho

>








































      

Kirim email ke