*Ko David Kwa,

Iseng-iseng saya buka http://en.wikipedia.org saya search Buddhism,
Tripitaka, Tipitaka dan hasilnya cukup mendalam dan referensinya cukup luas
dan saya simpulkan informasinya cukup bisa di percaya.

Temuannya, ternyata Mahayana Tiongkok banyak berhutang pada bangsa Korea,
karena Bangsa Korea yg pertama mengkompilasi Tripitaka Mahayana secara
lengkap dan sistematis.

Ternyata Tripitaka Tiongkok sekarang berakar pada Tripitaka Koreana ini.

Menarik sekali, bagaimana kebudayaan dunia selalu saling jalin menjalin dan
saling mengisi.

Salam hormat saya.
�S羿嘉 / ��第第

*
2009/4/8 David Kwa <david_kwa2...@yahoo.com>

>   Ci Ning M. Widjaja,
>
>
>
> Menurut owe sih bukan. Owe teringat pada cerita ngkong waktu owe kecil
> dulu. Ngkong cerita, dia memperoleh chiamsi ���� berjudul Sam Cong Ci (Chi)
> Keng (Tong Sam Cong Mengambil Kitab) sewaktu thiuchiam 抽�� (“menarik chiam
> ��”) di sebuah kelenteng (Kelenteng Ban Tek Ie Banten �f丹�f德院, kalau tidak
> salah ingat) ketika ia ingin melakukan suatu pekerjaan yang sangat sulit.
> Chiamsi itu bermakna “keberhasilan meraih sesuatu yang luarbiasa sulit,”
> ibarat Tong Sam Cong dalam novel “See Yoe” yang berhasil memperoleh Kitab
> Suci setelah melalui berbagai rintangan dan dan godaan yang hampir merenggut
> jiwanya.
>
>
>
> Setelah owe dewasa dan owe pelajari, ternyata chiamsi di beberapa kelenteng
> ada yang mempunyai judul. Judul itu diambil dari kisah-kisah sejarah dan
> novel yang populer di kalangan rakyat sehingga tidak perlu dijelaskan lagi
> artinya. Misalnya, chiamsi Kelenteng Ban Tek Ie no. 12 yang judulnya Hian
> Tek Cincue Sun Kuan Muai 玄德�M���O�嗝� (Xuande jinzhui Sun Quan mei, atau “Lauw
> Pie Menikah dengan Adik Perempuannya Soen Koan”) dan no. 39 Soen Gouw Khong
> Po Sam Tjong Tjhie Keng �O悟空保三藏取�� (Man. Sun Wukong Bao San Zang qu jing,
> atau “Sun Gou Khong Melindungi Tong Sam Cong Mengambil Kitab Suci”), dll.
> Jadi, chiamsi no. 39 ternyata sesuai dengan cerita ngkong ketika owe kecil.
>
>
>
> Tetapi, tidak tertutup kemungkinan owe salah. Jadi owe mohon petunjuk dari 
> para
> senior yang lebih paham bahasa dan aksara Tionghoa.
>
>
>
> Kiongchiu,
>
> DK
>
>
>
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "nmwhtt" <nmw...@...wrote:
>
>
>
> Ko David Kwa,
>
>
>
> Mohon penjelasan, jadi yg dimaksud Sam Cong Ci Keng bukannya 三藏之綦quot; ?
>
>
>
> Terima kasih sebelumnya.
>
>
>
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "David Kwa" <david_kwa2...@wrote:
>
>
>
> Sam Cong Ci Keng adalah frasa dalam dialek Hokkian selatan, tepatnya Sam
> Cong Chi Keng 三藏取��" (Man. San Zang qu jing), artinya “Sam Cong atau Tong
> Sam Cong (Man. Tang San Zang 唐三藏) Mengambil Kitab Suci.”
>
>
>
> Sam Cong atau Tong Sam Cong yang dimaksud dalam frasa di atas adalah Sam
> Cong Hoatsu 三藏法�� (Man. San Zang Fashi alias Monk Tripitaka) dari Dinasti
> Tong 唐 (Man. Tang), yakni gelar yang diberikan kepada Hian Cong 玄奘 (Man.
> Xuán Zàng), seorang bhiksu terkenal dan salah satu tokoh dalam novel
> terkenal Se Yu Ki 西�[�� (Xi You Ji atau Ziarah ke Barat atau Pilgrimage to
> the West) mahakarya Gouw Seng In �浅卸� (Man. Wu Cheng’en).
>
>
>
> Tripitaka sebagai kanon Buddhist juga disebut Sam Cong 三藏 (San Zang).
> Jadi, Tripitaka yang dimaksud di sini adalah Kitab Sam Cong, bukan Sam Cong
> Chi Keng.
>
>
>
> Kiongchiu,
>
> DK
>
>
>
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, raharjo irawan <irawanraharjo@:
>
>
>
> Semarang, 8-4-2009.
>
>
>
> Yang benar namanya adalah Goei Thwan Ling, dahulu tinggal di jalan
> Petudungan. Kitab itu tampaknya masih ada di perpustakaan vihara.
>
>
>
> Salam,
>
> Irawan R
>
>
>
> --- On Wed, 8/4/09, Ning M. Widjaja <nmwhtt@:
>
>
>
> From: Ning M. Widjaja <nmwhtt@
>
> Subject: [budaya_tionghua] Kitab Tionghoa Kuno di Vihara Watu Gong Semarang
>
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
>
> Date: Wednesday, 8 April, 2009, 9:15 AM
>
>
>
> Saya pagi pengalaman dan mungkin ada yag juga tertarik,
>
> Waktu saya kecil, ingatan saya pernah di ajak ke Semarang di Vihara Watu
> Gong di Semarang. Di sana ternyata milik pribadi dari keluarga mendiang
> Bhante Dhammiko (mendiang Oej Toan Ling), yang sangat luas dan bagus
> tamannya. Wilayah vihara terbelah jalan raya, yg di seberang waktu itu masih
> tanah kosong sekarang jadi Kodam Diponegoro.
>
>
>
> Saya ingat di ajak ke dalam ruang perpustakaan pribadi beliau dan tertegung
> melihat sebuah lemari tertata rapi buku kuno yang jumlahnya ratusan jilid
> dalm bentuk paperback yang masih dijahit pakai benang. Waktu itu buku sudah
> kelihatan amat kuno tapi terawat baik bersama dengan banyak buku dan kitab
> lain yang juga kuno dan jumlahnya banyak sekali. Maklum mendiang Bhante
> Dhammiko (mendiang Oej Toan Ling) adalah seorang sarjana dan berpendidikan
> luas.
>
>
>
> Menjelang wafat beliau melepas kebhikkuannya dan hidup sebagi orang biasa
> selama beberapa tahun sebelum meninggal, setelah beliau meninggal Vihara
> Watu Gong dikelola oleh yayasan Buddhist masyarakat Jateng / Semarang dan
> mengalami berbagai bangunan baru.
>
>
>
> Kembali ke cerita awal, ketika saya tanyakan ternyata kitab-kitab kuno yang
> banyak itu adalah SAM CONG CI KENG - Tripitaka Tiongkok yang asli cetakan
> dari Tiongkok yang sudah lama jadi koleksi mendiang Bhante Dhammiko
> (mendiang Oej Toan Ling). Mengingat milis ini ttg Kebudayaan Tionghoa- saya
> rasa relevan saya kemukakan disini- siapa tahu ada diantara member yang
> tertarik dalm hal sastra Tiongkok Kuno ini yang pastinya tidak pernah
> dijamah lagi sejak meninggalnya Bhante Dhammiko.
>
>
>
> Alangkah baiknya bila kita ini bisa dilestarikan sebagai barang peninggalan
> sastra kuno dan dapat dipelajari isinya oleh para ahli sastra Tionghoa.
>
>
>
> Semoga dapat tanggapan positif.
>
>  
>

Kirim email ke