Bu Lim Wiss, Bu Dewi Chandra dan TTM semuah,

Hai, apakabar? Sudah makan?

Hehehe.... seru juga bicara ttg panggilan kekerabatan dalam keluarga ini. 
Mungkin yang dimaksud tentu panggilan secara orang Tionghua begitu ya? Seperti 
dicontohkan Bu Dewi Chandra, ttg panggilan anaknya kepada kungkung (engkong) 
dan phopho (ema) anak-anaknya.

Menurut hemat saya, tidak tergantung asal daerah seseorang, dalam hal ini Khek, 
bahwa panggilan kekerabatan sudah diabaikan, tidak dipakai lagi. Saya rasa, 
dengan makin 'maju'nya jaman, makin moderen, berpendidikan secara barat, banyak 
keluarga Tionghua (tidak hanya orang-orang Khek) yang sudah meninggalkan 
panggilan kekerabatan secara Tionghua begitu. Mereka lebih senang memakai 
sebutan 'moderen' yang lebih gampang (mengingatnya): opa (engkong) oma (ema) 
oom (asuk, akiu) dan tante (ayi, sukmei) yang lebih 'populer' sekarang ini.

Itu masalah panggilan kekeluargaannya sendiri.

Sekarang, masalah 'pihak suami' yang menghendaki anak-anak anda memanggil 
secara Tionghua kepada mereka, tapi pihak mereka tidak mau mengajarkan hal yang 
sama untuk memanggil kepada pihak anda. Rasanya itu bersifat orang per orang 
saja. Tidak bisa digeneralisir, digebyah uyah, bahwa semua orang dari Khek 
memang begitu, juga bukan masalah menyepelekan pihak perempuan, tidak 
mempedulikan pihak perempuan. Rasanya itu tergantung sangat kepada orangtua 
masing-masing.

Semestinyalah (bukan bermaksud menyalahkan orangtuanya ya) orangtua yang 
mengajarkan, membahasakan cara panggilan kekerabatan kepada anak-anaknya sejak 
mereka kecil. Sehingga setelah dewasa, mereka sudah terbiasa untuk memanggil 
secara hirarki kekerabatan secara Tionghua dengan baik dan benar. Misal, mesti 
ber-"enso" kepada isteri abangnya (saya pakai abang, supaya lebih jelas yang 
dimaksud adalah kakak lelaki) dan ber-"chichong" atau "cihu" kepada suami kakak 
(perempuan)nya.

Kalau nanti mereka masing-masing punya anak, ya biasakan untuk memanggil 
"a-khiu" kepada adik (lelaki) mamanya, dan "khiu-mei" kepada isterinya. Mamanya 
(biasanya yang lebih banyak di rumah bersama anak-anak toh?) yang lebih 
berpengaruh dan dominan. Jadi, dalam kasus Bu Lim Wiss, misalnya, bisa saja Bu 
Lim Wiss mengajarkan kepada anaknya bagaimana memanggil adik suami anda tsb 
(perempuan) dengan sebutan "Khu-khu" dengan cara Bu Lim Wiss sendiri memanggil 
dia dengan "Khu-khu" juga, sehingga anak-anak akan mengikuti Bu Lim Wiss 
memanggil adik suaminya itu demikian. Kepada suami si "Khu-khu" itu, mestinya 
dipanggil "Khu-chong" kalau secara Khek. Secara Hok-kian, kalau tak salah 
menjadi "(eng)Kou" dan "Kou-thio".

Kepada anak-anak si Khu-khu ini, boleh anda biasakan juga untuk mereka 
memanggil suami anda dengan "A-khiu" dan membasakan panggilan kepada anda 
dengan "Khiu-mei". Sebagai genarasi di atas mereka, anda berkewajiban 
mengajarkan hal ini. Terlepas orangtua mereka (mau) mengajarkannya atau tidak, 
dengan cara selalu menyebut diri anda dengan panggilan tsb setiap kali bertemu 
mereka. Begitu juga kepada anak-anak anda untuk selalu memanggil Khu-khu dan 
Khu-chong. Jangan bosan dan merasa capek, terus saja dikroreksi kalau mereka 
salah menyebutnya.

Perkara si Khu-khu ndak (mau) memanggil anda dengan "So-so" atau "Enso", ya 
anda tidak perlu menggubrisnya. Biarkan saja, bukan kewajiban anda untuk 
mengingatkan mereka. Kalau mau, suami anda-lah yang berkewajiban mengingatkan 
adik-adiknya untuk bertegur secara kekerabatan yang baik dan benar. Mungkin 
mereka merasa dekat dengan anda, sehingga tidak merasa perlu lagi berbasa-basi 
memakai panggilan formal kekerabatan begitu? Baiknya berpikir positip 
saja-larrr, jeh!

Kalau anda sudah membasakan diri anak-anak anda memanggil mereka dengan sebutan 
kekerabatan yang baik dan benar, lama-kelamaan (moga-moga saja) mereka juga 
akan merasa risih dan jengah (malu sendiri) karena sadar sudah mengabaikan 
ihwal sebutan kekerabatan ini. Anda sendiri memanggil mereka dengan sebutan 
Khu-khu dan Khu-chong, baik di depan anak-anak, maupun tidak. Memang sih, 
sebagai isteri dari abang mereka, anda boleh saja menyebut nama, tapi kalau 
anda mau mereka memanggil anda dengan enso begitu, baiknya anda mulai memanggil 
mereka dengan sebutan kekerabatan begitu, seolah anda membasakan anak anda. 
Tapi sebenernya sih supaya mereka tahu dan menyadari bahwa anda lebih suka 
memakai panggilan kekerabatan. Moga-moga juga, mertua anda akan juga menyadari 
hal ini, dan ikut membantu anda dengan mengingatkan anak-anak beliau (adik ipar 
anda).

Masalah panggilan ini sebenernya sih bukan soal gila hormat atau apa, seperti 
kata Bu Dewi Chandra, cuma sekedar etiket tata cara panggilan dalam keluarga 
Tionghua secara baik dan benar. Pan, Bu Lim Wiss juga di akhir kalimatnya 
bilang: "Ini bukan perkara anak harus turut apa kata orang tua, tapi perkara 
apakah orang tua mampu kasih contoh yang teladan bagi anak." Jadi, mari kita 
mulai dengan diri sendiri - memberi contoh yang baik dan benar kepada 
anak-anak. Mulailah dari diri kita, kepada anak-anak kita saja dulu.

Saya secara pribadi setuju dengan anda berdua, panggilan kekerabatan secara 
Tionghua ini sungguh pas, khususnya bagi kita - orang Tionghua, tentunya. Bukan 
bermaksud mau berniat eksklusip, tapi memang itulah cara panggilan kekerabatan 
yang khas Tionghua. Coba ajah anda bandingkan, kalau ada yang menyebut "adik 
ipar mama saya" (ini kejadian nyata di milis sebelah - Silsilah Tionghua), anda 
mestinya akan berpikir beberapa alternatip:

(1) Suami/isteri adik perempuan/lelaki sekandung mama anda 
(2) Suami/isteri adik perempuan/lelaki misan/sepupu mama anda 
(3) Adik (lelaki/perempuan) sekandung papa anda (suami mama anda = papa anda 
bukan?)
(4) Adik (lelaki/perempuan) misan/sepupu papa anda (suami mama anda = papa anda 
bukan?)

Yang kalau dalam tata cara panggilan kekerabatan orang Tionghua, kalau tak 
salah, dengan mudah disebut sebagai berikut:

(1) Mei-hu/ti-shi(?) - anda memanggilnya: yie-chong (ie-thio) atau khiu-mei 
(engkim) saja langsung ya.
(2) (Piao)-mei-hu/(Thang)-mei-hu atau (Piao)-ti-shi/(thang)-ti-shi.
(3) Mei-mei/ti-ti atau kalau anda yang memanggil: khu-khu (engkou) atau asuk 
(encek) saja langsung.
(4) Ada tambahan "piao" (misan?) atau "thang" (sepupu?).

Untuk lebih akurat dan jelas ttg tata cara panggilan kekerabatan ini, kayaknya 
kita mesti minta bantuan Empek David Kwa yang lebih akrab dengan bidang ini.

Begitulah kira-kira ya, kalau ada salah, sila dikoreksi saja, dan kalau kurang, 
sila juga ditambahkan.

Salam makan enak dan sehat,
Ophoeng
BSD City, Tangerang Selatan.

http://ophoeng.multiply.com/


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Lim Wiss" <lim.w...@...> wrote:

Judul diganti biar sesuai.
 
  
Jadi ingat pengalaman pribadi :-)
 
Tiap kali adik suami datang ke rumah, tidak pernah panggil saya juga beda dgn 
suaminya yang selalu panggil saya akhirnya anak saya mungkin melihat kelakuan 
orang di sekitar rumah.
 
Tiap kali adik suami datang ke rumah, anak saya juga tidak panggil adik suami 
malah anak saya panggil suami adik sehingga adik suami protes.
 
Seperti yang saya tekankan anak kecil itu melihat kelakuan orang di sekitar 
rumah.

Dari kebiasaan kita, anak menganggap itu contoh yang baik.
 
Jadi kita sebagai orang tua jangan marah kalau anak pu hao.

Berilah contoh teladan bagi anak yang lebih muda. Percayalah itu lebih
mujarab daripada kita sebagai orang tua marah2 pada anak atas kelakuan yang 
tidak baik.

Coba bayangkan bagaimana anak akan ubah sifatnya yang suka judi, mabuk, main 
cewek kalau ia melihat kelakuan orang tua seperti itu.

Dalam hati anak akan berkata "sendiri aja nggak benar, mau sok nasehati anak."

Ini bukan perkara anak harus turut apa kata orang tua, tapi perkara apakah 
orang tua mampu kasih contoh yang teladan bagi anak.

Rgds,
 
Lim Wiss
 
 _____  
 
From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
[mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] On Behalf Of Dewi Chandra
Sent: Thursday, June 04, 2009 7:06 PM
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: [budaya_tionghua] tradisi perkawinan didaerah Fujian, Guangdong dan 
bbrp wilayah lainn
 
Halo ,
 
Apakah di dalam suku khe diajarkan bahwa anak laki yang sudah merit hanya 
berbakti pada orang tuanya saja, n tidak tmau tahu tentang orang tua n keluarga 
pihak istri?
 
Saya ada sedikit ganjalan:Mertua (baik laki maupun perempuan ) selalu
menyuruh cucunya untuk memanggil misal Kung Kung , Pho Pho...suk suk
dlll..tapi sebaliknya suk suk maupun tante nya tidak menyapa/memanggil mama 
cucu nya dengan sebutan so so kalo datang, sebaiknya bagaimana yah (bukan saya 
gila hormat) tapi aneh saja, suruh cucu nya panggil orang, anak sendiri ngak 
panggil orang...
 
Rgds
Dw



Kirim email ke