Bung ABS dan TTM semuah,

Hai, apakabar? Sudah makan pepes otak-otak berisi?

Terima kasih atas penjelasan Bung ABS ttg kata serapan "fitnah" yang ternyata 
arti (asli) sebenernya agak (atau jauh?) beda dengan kata yang dimaksudkan 
dalam basa Indonesia. Saya baru tahu ttg hal ini.

Tentang kata "karma" yang diserap menjadi kosakata basa Indonesia juga, benar 
seperti kata Bung ABS. Kalau persepsi dan arahnya berbeda, tentu saja ndak 
'ketemu' dan ndak 'nyambung' ya. Lha, memang maksudnya jadi berbeda sih, jeh!

Bicara pepesan kosong ala Betawi, yang saya tahu tentu ini maksudnya cuma 
kiasan semata, saya jadi koq langsung teringat ama penganan yang 
resmi-tak-resmi nampaknya sudah jadi 'khas' Betawi aka Jakarta juga: otak-otak 
ikan tengiri.

Tu namenye otak-otak, tapi kagak pake bahan otak toh? Walau tentu dibikin 
secara teliti dan cermat pake otak (orangnya) juge. Kenape juge namenya koq 
jadi 'otak-otak' sih ye?

Padahal pan otak-otak tu isinye adonan ikan dan telur dan tepung dan 
bumbu-rempah yang dibungkus daun pisang, ditusuk lidi kedua ujungnya setelah 
dilipat-tautkan ujung-ujungnya. Lalu dibakar atawa dikukus dulu atawa langsung 
saja dibakar. Lha, semua penganan lain yang dibikin jadi adonan berbumbu, 
lantas dibungkus secara begitu, namenye pan jadi 'pepes' atawa 'pepesan' atawa 
'pais' (basa Sunda) atawa 'paisan' (basa Banjar?).

Paling tidak, namenye pepes tahu, pepes oncom, pepes dage (sejenis oncom dari 
Cerebon), pepes ikan, dan ini pepes otak-otak gitu lho!

Ya, sekedar numpang lewat OOT nih ya.

Salam otak-otak Ny. Sulaiman (masih ada-kah?),
Ophoeng
BSD City, Tangerang Selatan


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Akhmad Bukhari Saleh" <absa...@...> 
wrote:

Sebetulnya masalahnya adalah kita membicarakan penggunaan kata asing yang 
diserap menjadi kata bahasa Indonesia.
Sehingga artinya menjadi berbeda daripada arti awalnnya dalam bahasa aslinya.
 
Contoh nyata adalah kata "fitnah".
Kata ini berasal dari bahasa Arab, dan sekarang jelas-jelas menjadi kata bah. 
Indonesia.
Tetapi dalam bah. Arab kata "fitnah" sebetulnya berarti "perbuatan kekerasan". 
Lalu setahu kenapa, ketika menjadi kata bah. Indonesia, kata "fitnah" berubah 
arti menjadi "tidak/bukan A, tetapi dianggap sebagai A". Jadi sangat jauh beda 
artinya.
Karena itu ayat Quran yang mengatakan "fitnah lebih kejam dari pembunuhan", 
artinya yang sebenarnya (dalam bah. Arab) berbeda dengan pemahaman orang Islam 
Indonesia seumumnya terhadap ayat Quran itu.
 
Begitu juga kata "karma" ini.
Apa pun artinya yang sebenarnya dalam bahasa aslinya (Sansekerta atau Pali atau 
Hindi), sebagaimana diuraikan Hauw-djie dan Ning kouwnio, akan tetapi dalam 
bah. Indonesia kata "karma" memang sudah mempunyai arti yang berbeda. Yaitu ya 
seperti yang dipakai oleh Tantono dan Ardian jiwie looheng
 
Jadi sebenarnya perdebatan yang seru ini tidak ada substansinya sama sekali. 
Pihak yang satu berargumentasi ke Barat, sedangkan pihak yang lainnya ke Timur.
Orang Betawi bilang "ngeributin pepesan kosong"...
 
Wasalam.
 


Kirim email ke