Iyalahhh.

Yang penting, kita sendiri harus tentukan, apa yang kita mau fokuskan, budaya 
atau agama. Dengan demikian, benturan dapat dihindarkan.

Kenalan saya, keluarga Tionghoa katholik, merayakan pernikahan putrinya 100% 
dalam liturgi katholik, pernikahan di Kathedral, resepsi di Hotel Mulia, dengan 
dansa dansi. Hanya penampilan kebanyakan tamu adalah Tionghoa, tetapi tak ada 
nuansa Tionghoa sedikitpun. So tak ada benturan.

Juga ada kenalan, yang katholik, tetapi tetap kunjungi vihara Maitreya, baik 
dalam kaitan kelahiran bayi, upacara sembahyangan, dll. Tiap Ce It mereka 
ikuti. Kalau Minggu ya kegereja, biasa.Dari agama, mereka ambil intinya, yang 
tak bertentangan dengan hati nurani. 

Tuhan pasti tidak marah kepada siapapun, seperti thema Natal tahun ini, "Tuhan 
baik kepada semua" (Mazmur 145:9).

Ritual agama "di-belok-belokan" seolah sesuai dengan tatacara budaya, 
sebenarnya lucu, tetapi ya, kalau mau, bolehlah..




--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Brian Thennoza <bongs...@...> wrote:
>
> Tidak ada salahnya manusia menghormati manusia lainnya, apalagi kalo mereka 
> adalah leluhur sendiri, buyut, kakek nenek, ayah ibu.
> Caranya juga bisa macam2, bisa dengan merangkum kedua tangan, pake hio sujud 
> dll.
> Adalah bodoh jika kita berpikir Tuhan melarang kita untuk melakukan itu semua.
> Yang melarang kita itu manusia juga bukan Tuhan. Manusia jaman dahulu yang 
> kita sendiri tidak pernah kenal.
> Manusia yang menciptakan agamanya sendiri...
> 
> 
> 
> 
> ________________________________
> From: pempekd9 <pempe...@...>
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Sent: Monday, December 28, 2009 10:43:59
> Subject: [budaya_tionghua] Re: Pernikahan anak saya
> 
>   
> Indah sekali, pernikahan dengan menggabungkan 3 tradisi. 
> 
> Kalau anggota GPIB (Calvinist) sewajarnya tidak akan melakukan pay kepada 
> leluhur.  Namun mereka menghormati budaya secara umum. 
> 
> Sementara kalau Katolik acara sungkeman selalu dilakukan sebagai bagian dari 
> liturgi. 
> 
> Salam,
> Anton W
> 
> --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Tantono Subagyo <tantono@ > wrote:
> >
> > Rekans,
> > Pada tanggal 5 Desember yang lalu saya menikahkan anak perempuan saya. Besan
> > saya adalah Tionghua Makassar dari suku Khe.  Adat yang dipakai adat Jawa
> > (yang saya ketahui karena saya dibesarkan diadat Jawa, sudah tentu lengkap
> > dengan siraman, midodareni dan sungkeman ( bersimpuh dipangkuan orang tua )
> > sehari sebelumnya (tgl 4 Desember) untuk pamit dan penghormatan sebelum
> > memulai hidup baru.  Pagi tanggal 5 Desember temanten berpakaian Jawa
> > lengkap dengan keris dan blangkon lalu melaksanakan pernikahan catatan sipil
> > dan pemberkatan di Gereja (GPIB Filadelfia).  Setelah acara Gereja kami ke
> > rumah besan dimana diadakan upacara thee pay, mempelai (masih dalam pakaian
> > Jawa) menyuguhkan teh dan memberi hormat (soja) tiga kali dan berpamitan
> > kepada para tetua baik dari keluarga besan (Marga Tung) maupun kepada
> > keluarga pihak saya.  Gado-gado, mungkin, tetapi bagi saya terasa indah
> > karena toleransi kami satu sama lain dam kami lebih mementingkan esensi
> > penghormatan daripada caranya.  Cara Jawa, sungkeman kita jalankan,soja 3 x
> > kita jalankan demikian juga dengan thee pay, semua sama hormatnya dan semua
> > sama indahnya.  Tidak ada dari pihak Gereja yang menyalahkan cara sungkeman
> > atau soja seperti itu karena Kristen juga memerintahkan menghormati orang
> > tua.  Mau lihat bukti ?.  kapan-kapan ketemuan saya tunjukkan fotonya.
> > Sojah, Tan Lookay
> >
> 
> 
>  
> 
> 
>       Get your preferred Email name!
> Now you can @ymail.com and @rocketmail.com. 
> http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/
>


Reply via email to