Di Amerika saya pernah menemukan hal yang agak aneh untuk kita orang 
Tionghoa Indonesia. Teman kuliah anak saya (tidak sejurusan) orang Tiongkok 
asli suami isteri, dan mempunyai seorang anak. Di Amerika isterinya yang 
sarjana farmasi bekerja di pabrik obat, suaminya mengambil gelar PhD. Anak 
pertama jelas mempunyai nama Tionghoa dari Tiongkok dengan Mandarin tentunya. 
Ketika anak kedua lahir, di Amerika tak perduli orang tuanya siapa atau dari 
mana, semua yang lahir di Amerika adalah warga negara Amerika. Ketika anak 
kedua lahir, ia tidak menyiapkan nama Tionghoa, ia pikir sudah warga negara 
Amerika koq. Sungguh di luar dugaan, waktu mencatatkan kelahiran, namanya 
ditolak , harus mempunyai nama Tionghoa. Karena mendadak ayahnya ini tak sempat 
berpkir lama, yang terpikir adalah kakaknya namanya Liang Liang, maka adiknya 
diberi saja nama Liang Mei, yang berarti meimeinya (adik perempuannya) si Liang 
Liang. 
     Saya tak tahu ada peraturannya atau hanya ulah si petugas. 
     Mengenai masalah lunturnya budaya Tionghoa dalam hal nama khususnya di 
Indonesia  jelas adalah hasil "anjuran" Pemerintah. Semua tahu, anjuran itu 
tidak memaksa tapi dalam kenyataan, yang tidak mengganti nama lebih sangat 
dipersulit daripada yang mengganti nama. Bahkan sering dituduh anti Indonesia, 
bahkan simpatisan komunis. Kita tahu waktu itu, dituduh simpatisan komunis 
berarti ada kemungkinan "dihilangkan". Orang tua banyak yang terpaksa ganti 
nama, tapi generasi kedua, sudah tak merasakan, kebanyakan dari rekan-rekan 
adalah generasi kedua, anaknya generasi ketiga. 
     Sebab lain, dengan hilangnya budaya Tionghoa dan bahasa Tionghoa, ditambah 
putusnya hubungan dengan Tiongkok, ditambah lagi dalam sejarah dan ilmu bumi 
dunia, pernah tentang Tiongkok dihapuskan. Sampai seorang dosen Univ. 
Parahiyangan  MAW Brouwer mengkritik keras. Setuju atau tidak politik Tiongkok, 
ilmu bumi dan sejarah  tetap harus diajarkan, masa negara yang berpenduduk 
terbanyak di dunia dianggap tak ada. Kabarnya Brouwer berkali-kali dipanggil 
Kamtib.
    Buku dalam pesawat terbang Garuda sebagai mana lazimnya memuat peta ke mana 
saja Garuda terbang. Untuk menggambarkan letak Korea selatan, Jepang, Vietnam 
dlll. mau tak mau peta sebagian Tiongkok harus termuat muat. Ya ampun letak 
kota-kotanya salah. Saya ragu apakah itu suatu kebodohan atau sengaja? Baru 
setelah hubungan diplomatik pulih, pada akhir zaman orde Baru, peta itu 
dibetulkan.
    Menggunakan kesempatan itu, agama tertentu dari barat menutup kehampaan 
budaya dan agama, dengan melalui pendidikan dan kegiatan lainnya masuk mengisi 
kehampaan kedalam otak orang Tionghoa Indonesia.  Akibatnya lebih fatal lagi, 
banyak generasi muda yang mengharamkan budaya Tionghoa, dan memandang rendah 
yang bernama Tionghoa, lalu ramai-ramai ganti agama dan menggantinya dengan 
nama barat, sesuai misi dari agama barunya. Kalau orba melalui paksaan dan 
peraturan, agama baru ini melalui cuci otak. 
    Jadilah keadaan seperti sekarang.
    Tapi kalau ekonomi Tiongkok maju terus, akan terjadi arus balik. Di Amerika 
bahkan sudah ada orang Amerika yang membuka sekolah Tionghoa, dengan bahasa 
pengantar bahasa Tionghoa. (The Sunday Times Singapore: "China's the word in 
more US schools" 17 Januari 2010).
 Ini akan menyebabkan arus balik dalam budaya, Tapi arus balik dalam agama 
lebih sulit..  Apalagi bila agama orang Tionghoa Buddha, Tao, Khonghucu dan 
kepercayaan tradisional masih pasif dan tidak mempunyai kegiatan marketing, 
maka akan terus tersisihkan. 
    
      Kiongchiu

   
   




________________________________
From: iie_siang <iie_si...@yahoo.com>
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Sun, January 17, 2010 11:15:56 PM
Subject: [budaya_tionghua] Re: Ihwal Asal Nama-nama 'Asli'. (Was: MENCARI 
PENULIS TIONGHOA)

  
Maaf saya nimbrung..

Saya risih kalo ngliat berita duka kematian di Harian Kompas..

kalo yang meninggal umur 70an keatas, masih pake nama tionghua..
umur50an keatas pake nama Tionghua dengan dikurung nama Indonesianya. .
(mungkin masih wajar karena tinggal di indonesia)

Lha saat liat cucu-cucunya atawa anak2nya yang lahir baru2..
wah! semuanya Freddy, Catherine,joseph, Jonathan, Andreas...
(matanya biru semua.. he.. he..)

saya gak yakin mereka punya 3 nama lagi..
bukankah ini menunjukkan budaya tionghua yang sangat luntur...
bagi saya ini aneh, hanya dalam satu generasi aja bisa ilang semuanya dengan 
cepat

saya rasa tidak gampang untuk menghilangkan sebuah budaya tanpa campur tangan 
kekuasaan

adakah yg bisa menerangkan secara politis yang seimbang?

thx.

--- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, "Ophoeng" <opho...@... > wrote:
>
> Bung (atau Bu?) Younginheart dan TTM semuah,
> 
> Hai, apakabar? Sudah makan?
> 
> Hehehe.... lagi bicara soal asl nama-nama orang nih ya?
> 
> Katanya, nama-nama orang yang sering kita sebut sebagai 'asli' di Jawa itu 
> sebenernya ya bukan nama asli juga.. Kalau ndak salah sih itu pengaruh dari 
> Hindu, persisnya Sansekerta. Susilo, Gunawan, Chandra, Aditya, Purnama, Sri, 
> dan yang awalannya 'Su' (kecuali 'Suma' tentu) itu semua kebanyakan ya 
> berasal dari Sansekerta tuh, jeh!
> 
> Lha, Hanacaraka (Honocoroko) itu pengaruh dari siapa coba?
> 
> Jadi, apa yang bisa disebut asli dong kalau begitu? Lha, sejak jaman dulu 
> kala saja, sudah saling pengaruh-mempengaru hi gitu, ketika itu komunikasi 
> masih sulit dan lambat. Perjalanan dari Jawa ke Formosa (Taiwan) ajah 
> kabarnya makan waktu 28-30 hari lewat laut.
> 
> Apalagi jaman sekarang, ketika batas-batas negara (dan budaya) sudah begitu 
> tipisnya, berkat kemajuan teknologi internet yang borderless. Jadi, kalau 
> kemaren ada hehebohan klaim soal lagu atau produk kesenian atau kebudayaan 
> 'milik' siapa, kayaknya sudah ketinggalan jaman tuh ya? Yang penting bukan 
> soal 'milik' atau ciptaan siapa sih, sekarang mah: siapa yang bisa 
> memanfaatkan produk itu menjadi duwit. Kabarnya kemaren pernah banjir masuk 
> kain batik 'pabrikan' impor yang murah ya? Koq produsen lokal gak terpikir 
> memproduksinya tuh.
> 
> Begitu sajah sih ya.
> 
> Salam makan enak dan sehat,
> Ophoeng
> BSD City, Tangerang Selatan
> 
> http://ophoeng. multiply. com/
> 
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, "younginheart5000" <crv118@> wrote:
> 
> pemuda pemudi Jawa juga sudah nggak pakai lagi nama Jawa, tetapi nama Timur 
> Tengah: Baroqah an Nur, Sitti Hajar, Khairunnisaa, dsb.. ha ha ha .. jadi 
> nggak leiatan Jawa lagi..
>





      

Reply via email to