Ini satu kisah nyata yang menunjukkan rasa persahabatan dan hak asasi manusia 
yang patut diperhatikan oleh setiap kita yang mengaku dirinya manusia beradab. 
Sebutan dan panggilan seseorang sepenuhnya adalah hak orang bersangkutan, ingin 
disebut dengan nama apa dan tidak hendak disebut dengan nama lain. Sedang kita 
sebagai manusia yang beradab, sudah seharusnya mengikuti keinginan orang 
bersangkutan, sebagai pernyataan bersahabat dan menghargai atau menghormati 
keinginannya. Tidak bertahan dengan sebutan yang sekalipun sejak kecil dahulu 
begitulah kita menyebutnya. Situasi sudah berubah, dia sudah dewasa dengan 
posisi yang berbeda pula, bisa saja jadi merasa tidak nyaman dengan sebutan 
yang mengejek dimasa kanak-kanaknya.

Itu sikap yang sangat bijak terhadap seseorang, begitu pula dan bahkan 
lebih-lebih sebutan terhadap satu bangsa dan Negara. Sepenuhnya adalah hak 
bangsa dan negara bersangkutan ingin disebut dengan nama apa. Dan kita sebagai 
bangsa besar yang beradab tentu juga mutlak harus menuruti kehendak bangsa dan 
negara itu. Jangan ateruskan perlakuan kurang ajar yang sangat tidak bersahabat 
dilakukan oleh Pemerintah masa Soeharto berkuasa. Yang sengaja merubah sebutan 
Tiongkok-Tionghoa menjadi CINA unatuk melecehkan dan menghina bangsa Tionghoa 
dan Tiongkok. Dan jelas perubahan sebutan itu digunakan untuk memperuncing 
hubungan persahabatan kedua rakyat Indonesia-TIongkok, yang segera saja 
ditingkatkan menjadi membekukan hubungan kedua negara.

Hanya karena Pemerintah Tiongkok lebih mengutamakan dipulihkannya hubungan 
persahabatan kedua Negara dan Rakyat, maka di akhir tahun 89 saat pembicaraan 
pemulihan hubungan diplomatik, pihak Tiongkok berkeras hendak kembali gunakan 
sebuatan Tiongkok-Tionghoa, sedang pihak pemerintah RI berkeras pertahankan 
sebautan CINA. Pada akhirnya, kedua belah pihak baru berhasil mencaikan kembali 
hubungan diplomatik diawal tahun 90 dengan kesepakatan menerima sebutan CHINA, 
dengan h sebagaimana sebutan bahasa Inggris dan tidak gunakan sebutan CINA 
sebagai satu kompromi jalan tengah yang masih bisa diterima.

Sebenarnya, kekerasan pemerintah RI bertahan gunakan sebutan CINA justru 
menunjukkan sikap kekanak-kanakan yang sangat tidak dbijaksana. Bahakn terjadi 
sedikit dagelan, disaat penyerahan surat-kuasa Duta Besar RI untuk Tiongkok 
ketika itu, harus ditolek hanya karena masih saja gunakan CINA menyebutkan 
Tiongkok.

Nah pernah perhatikan tidak? Sikap Presiden RI berikut dimulai dari Gus Dur, 
Megawati dan SBY telah mengoreksi kesalahan sikap Pemerintah sebelumnya yang 
jelas salah itu. Dihadapan pejabat Pemerintah TIongkok, dan didepan pertemuan 
umum, sudah kembali gunakan sebutan Tiongkok dan Tionghoa. Tidak lagi gunakan 
sebutan China apalagi Cina!

Inilah sikap yang menujukkan dirinya satu Bangsa Besar yang bijaksana, 
menunjukkan rasa bersahabat dan bisa menghormati bangsa lain.

Salam,
ChanCT

  ----- Original Message ----- 
  From: Erik 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, February 18, 2010 2:39 PM
  Subject: [budaya_tionghua] Re: KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA. 4/e. pusat 
bahasa. 2008





  Hak Azasi Manusia adalah Hak yang melekat pada diri seorang manusia sepanjang 
ia adalah manusia. Salah satunya adalah kebebasan (kebebasan sosial dan juga 
kebebasan eksistensial), kebebasan berbicara, kebebasan bertindak dll.  Tapi, 
kebebasan itu sendiri pun bersifat Prima Facie,  artinya setiap orang berhak 
mengartikulasikan kebebasannya masing-masing, sepanjang semua itu tidak 
melanggar Hak Azasi orang lain. 

  Kaitannya dengan penggunaan istilah Cina, China, Tiongkok dan Tionghua, 
setiap orang pun memiliki hak dan kebebasan untuk memilih mana yang terbaik 
untuk digunakan. Namun, pilihan itu hendaknya tidak menjadi sebuah pelanggaran 
terhadap Hak orang lain.

  Waktu di masa kanak-kanak, saya punya seorang teman Tionghua bernama Men 
Yung, nama otentik pemberian orang-tuanya.  Namun, saya dan teman-teman 
sepermainan lainnya biasa menyapanya si Meong, dan dia pun (entah sadar atau 
tak sadar) menerima sapaan itu apa adanya, sepertinya tak ada yang salah dengan 
sapaan itu. 

  Waktu berjalan terus, tak terasa sudah puluhan tahun kami tak berjumpa satu 
sama lain. Beberapa tahun lalu, salah seorang teman punya ide reuni dengan 
bekas tetangga sepermainan di waktu kecil dulu. Maka, singkat kata terjadilah 
reuni itu, dan si Meong pun ikut hadir.

  Dalam acara reuni itu, seperti di masa kecil kami saling menyapa dengan 
panggilan akrab masing-masing seperti dulu (namanya reuni), dan si Meong pun 
tetap kami panggil Meong. Tahu-tahu, si Meong yang datang bersama anak-istrinya 
mendadak memerah mukanya mendengar panggilan Meong-Meong yang ditujukan 
padanya. Diam-diam dia minta kami jangan panggil dia Meong di hadapan 
anak-istrinya, itu tidak sopan katanya!! Teman-teman kaget, loh! Itu khan nama 
lu sejak kecil dulu, kita-kita ini udah biasa manggil lu Meong, dan juga kaga' 
ada maksud untuk menghina kamu kok! Kenapa jadi sensi begini??

  Alasan si Meong, nama pemberian orang-tuanya adalah Men Yung, bukan Meong. 
Walaupun panggilan Meong sudah lama dipakai, dan juga tidak mengandung makna 
penghinaan, tapi itu cuma panggilan yang dipake dalam acara-acara tidak formal 
antara sesama kawan lama, tidak di acara formal begini dengan banyak 
wajah-wajah baru (anak-istri teman-teman lama) yang sebelumnya tak pernah dia 
kenal. 

  Tentu, banyak teman lama yang ga habis pikiran dengan sikap si Meong ini!  
Apa-apaan si Meong kok jadi beragu begini, mentang-mentang udah jadi orang kaya 
dia!! Reaksi mereka pun terbagi dua, ada yang bisa memakluminya, tapi ada juga 
yang merasa muak dengan sikapnya itu.

  Kalu saya sih, bisa memakluminya. Walau adalah hak saya untuk memanggil si 
Meong dengan sapaan apa pun yang menurut saya paling tepat, tetapi saya pun 
harus mempertimbangkan apakah sapaan itu masih tetap diterima oleh si Meong, 
apakah itu tidak melanggar Hak Azasi dia dan lain sebagainya.  Apalagi, dengan 
tegas si Meong sudah katakan, nama resmi pemberian orang-tuanya adalah Men 
Yung, bukan Meong, panggilan Meong adalah nama yang diberikan oleh orang lain, 
tanpa persetujuan dia atau orang-tuanya dan tiba-tiba dikenakan begitu saja 
padanya.  Yang sudah berlalu biarlah berlalu sudah, sekarang dia tidak mau lagi 
dipanggil si Meong di forum resmi di hadapan orang banyak!  Ya, sudah saya pun 
menghormati kemauan dia. Tidak perlu saya memaksakan panggilan si Meong dengan 
argumentasi bahwa itu adalah panggilan yang sudah lama dikenal, tidak bermaksud 
menghina dan lain-lain.  Karena kalau itu saya lakukan, berarti saya sudah 
melanggar Hak Azasi si Meong, eh salah si Men Yung!!

  Salam,



  Erik

  ------------------------------------------------------------------------------





  itu bersifat Prima Facie, artinya setiap orang boleh mengekspresikan Hak 
Azasinya sepanjang tidak melanggar Hak Azasi orang lain.  








  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "kwaih...@..." <kwaih...@...> wrote:
  >
  > didunia sekarang ini ada yg namanya hak azasi. jadi biarkan saja yg senang 
memakai istilah cina, kan mereka itu huana, jadi ya maklum saja.
  > sedangkan Tionghoa, alias Tenglang alias Tongnyin alias Hanren alias Huaren 
adalah wajar kalau tdk suka istilah itu.
  > Sojah wushu,
  > Koay Hiap.





  


------------------------------------------------------------------------------



  Internal Virus Database is out of date.
  Checked by AVG - www.avg.com 
  Version: 9.0.730 / Virus Database: 271.1.1/2641 - Release Date: 01/24/10 
03:33:00

Kirim email ke