Bung Narpati & Erik,

Saya menjumpai hal yang sama di Surabaya. Tempat tinggal saya saat ini berada 
di dalam kampung. Kadang-kadang, masih terdengar gesekan 'biola cina' itu. 
Nanti kalau lewat lagi, saya coba perhatikan lebih detail alat musik tersebut. 
Memang sepintas mirip erhu.

Kalau ditempat saya, nama makanan tersebut adalah 'rambut nenek' ataupun 
'arumanis' (atau aromanis). Tersedia dalam dua warna, putih dan merah/merah 
muda. Bila mau, dikasih roti/biskuit tipis.

Terakhir saya lihat, yang jual orangnya sudah tua. Musik dimainkan dengan 
melodi sedih. Sampai saat ini, saya tidak tahu lagu apa yang dimainkan oleh 
mereka. Ada yang tahu?


salam,
jimmy

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Narpati Pradana <kunder...@...> wrote:
>
> Bung Erik,
> Arbanat itu nama makanan yang mereka jual, katanya semacam gulali.
> Saya tidak tahu sebutan istilahnya tetapi bentuknya mirip Erhu. Saya sendiri
> tak tahu apa saja nama alat gesek budaya Tionghua. Waktu nanya ke saudara
> dan bibi saya pun, saya menggunakan istilah 'biola Cina'.
> 
> Saya sendiri juga penasaran, bagaimana bisa alat musik tradisional, bukan
> perkusi, dijadikan pengiring jualan makanan. Saya pernah melihat semacam
> gong kecil (bonang?) buat jualan es krim di Jakarta.
> 
> Saya hanya melihatnya sekilas karena abang penjual berjalan cukup cepat (dan
> saya sendiri sedang menikmati rawon) dan saya tidak melihatnya dari depan.
> Jadi jumlah dawai tidak saya ketahui. Dari belakang, tongkat yang biasanya
> menahan senar kurang lebih setinggi kuping dan saya tidak bisa mengira-ngira
> panjangnya karena bagian badan alat musiknya tertutup oleh tubuh abang
> penjual. Alat musiknya sendiri dicat biru, warna yang sama dengan kotak
> makanan yang ia bawa dan itu sempat membuatku ragu apakah sumber suara
> berasal dari dia.
> 
> Rumah bibi saya terletak di gang kecil dan belum puas saya melihatnya, abang
> tersebut sudah berbelok ke gang lain dan tidak tampak lagi. Maaf tidak bisa
> memberikan deskripsi yang lebih detail.

Kirim email ke