Ko Steve,

Owe rasa tidak, tapi mengenai prosedurnya yang jelas owe kurang tahu. Hal itu 
harus ditanyakan ke teman kita yang mengarti hukum Belanda di Hindia Belanda 
sebelum dan sesudah 1910, saat diberlakukannya Wet op het Nederlandsch 
Onderdaan (Undang-undang Kekawulaan Belanda) bagi kaum Tionghoa Peranakan. 
Dalam undang-undang itu semua orang Tionghoa yang terlahir di Hindia Belanda 
(Tionghoa Peranakan) adalah Kawula Belanda.

Setahu owe, orang yang di-gelijkgesteld boleh menikmati fasilitas khusus 
Europeanen. Misalnya, naik kereta api kelas satu, makan di restoran kelas satu 
dan menginap di hotel kelas satu khusus Belanda, sesuatu yang tidak boleh 
dinikmati warga Vreemde Oosterlingen biasa. Tidak jelas, selain terbebas dari 
kewajiban mempunyai pas untuk bepergian ke daerah lain (dalam sistem Pas, 
sebelum 1915), apakah orang-orang seperti itu juga boleh tinggal di luar 
Chineesche Kamp (Kampung Tionghoa) (dalam sistem Pemukiman, juga sebelum 1915).

Tio Tek Hong mencatat, setelah 1910, prosedur untuk gelijkgesteld dipermudah, 
sehingga semakin banyak orang yang di-gelijkgesteld.

“Setelah lebih banyak orang yang di-gelijkgesteld, ada yang telah 
melebih-lebihi dan merasa gelijkstelling itu menyebabkan ia menjadi orang 
Belanda, lebih Belanda daripada Belanda. Meskipun gelijkstelling itu “bukan 
naturalisasi” (kebangsaannya tinggal tetap, hanya “haknya saja yang 
dipersamakan dengan hak Eropa”) bahkan sampai ada yang mengubah namanya 
menjadi van Veen, Nieuwkamp van der Aa, van Deen atau van Nieuwboom, ditambah 
Sr. atau Jr. dan mereka marah jika dipanggil babah, maunya… tuan!

Tetapi ketika Jepang duduki Jawa, orang-orang demikian mendadak jadi “tukar 
bulu” menjadi Tionghoa kembali, karena khawatir dianggap Belanda dan 
diinternir Jepang…” (Tio, 2006: 61)

Setelah Indonesia merdeka (akhir 1940-an dan awal 1950-an), banyak dari mereka 
yang “termasuk golongan Eropah” ini akhirnya banyak yang pindah ke Belanda, 
seiring kepulangan orang-orang Belanda ke negerinya, termasuk juga orang-orang 
Belanda Peranakan alias Indo. Tak heran bilamana sejak dulu banyak orang 
Indonesia dijumpai di Belanda.

Mengenai Khouw Tjeng Kee―salah satu dari tiga bersaudara KHOUW TJENG PO, 
KHOUW TJENG TJOAN DAN KHOUW TJENG KEE―bukankah dia ini pemilik gedung megah 
di GAJAH MADA 204, yang di kemudian hari jadi Kedutaan Besar Tiongkok dan 
dibiarkan hancur sendiri setelah diserbu oleh KAMI-KAPPI saat jatuhnya Soekarno 
(1967?) dan di atasnya sekarang dibangun pusat perbelanjaan megah (lupa 
namanya)? Gedung itulah yang fotonya dimuat dalam Merilees, Scott, Batavia in 
Nineteenth Century Photographs, yang oleh si penulis DISANGKAKAN gedung bekas 
kediaman sepupunya Majoor Khouw Kim An (yang pernah ditempati perkumpulan 
sosial Sin Ming Hui alias Candra Naya), padahal BUKAN?

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Steve Haryono <hay...@...> wrote:

Ko David,

Bukannya kalau di gelijkgesteld juga berarti dia warganegara Belanda?
Saya ingat di buku Prof. Blusee mengenai Anny Tan, diceritakan kalau 
gelijkgesteld berarti juga kena wajib militer. Dan kongklusi saya, kalau wajib 
militer, berarti warga negara Belanda ya?

Khouw Oen Giok ini masih anak dari Khouw Tjeng Kee, adiknya Khouw Tjeng Tjoan 
yang papanya Khouw Kim An. Jadi statusnya masih saudara sepupu.

Salam,
Steve

--------------------------------------------------------------------------------
From: David <dkh...@...
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Wed, August 4, 2010 10:15:25 AM
Subject: [budaya_tionghua] Re: Kuburan Ber-basement.

KHOUW Oen Giok adalah cara penulisan nama TIONGHOA yang UMUM, sementara Oen 
Giok KHOUW (O.G. KHOUW) mengikuti tatacara penulisan nama BELANDA. Cara ini 
dipakai untuk menunjukkan yang bersangkutan sudah GELIJKGESTELD (dipersamakan 
haknya dengan Belanda, namun kebangsaannya tetap) setelah mengajukan permohonan 
dengan membayar f. 1,50 alias Tun Pnua (Seperak Setengah). Maka orang-orang 
semacam ini sering diolok-olok dengan sebutan BELANDA TUN PNUA ('BELANDA 
SEPERAK SETENGAH'), karena tingkah lakunya seringkali lebih Belanda daripada 
Belanda!

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dipo" <dipod...@...> wrote:

Mungkin juga pak Steve. Teman saya ada yang mengatakan Khouw Oen Giok, ada yang 
bilang Oen Giok Khouw. Mungkin juga yang satu cara penulisan tradisionil, 
satunya pakai cara barat. Saya sendiri kurang jelas tentang sosok ini.

Salam

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Steve Haryono <hays35@> wrote:

Itu namanya apa bukan Khouw Oen Giok? Masih kerabat jauh Majoor Khouw Kim An.

Salam,
Steve

________________________________
From: Dipo <dipodipo@
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Tue, August 3, 2010 1:17:32 PM
Subject: [budaya_tionghua] Re: Kuburan Ber-basement.


Dari deskripsi Ophoeng, sepertinya ini semacam mausoleum ya? Saya cari fotonya 
dibagian photo tidak ketemu Phoeng. Apa mungkin mirip milik Oen Giok Khouw di 
Petamburan itu, disitu juga ada basementnya?

Salam 

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, eko hermiyanto <eko.hermiyanto@> wrote:

Waduh, ternyata saya sendiri yang notabene menghabiskan 18 tahun hidup pertama 
saya di daerah Solo tidak tahu menahu mengenai kuburan ini.

Saya tadi menelpon orang tua saya, tetapi, baik ibu maupun ayah saya juga sama 
sekali tidak tahu mengenai kuburan ini. Entah dengan kakek saya karena saya 
belum berkesempatan untuk menelepon beliau.


Kirim email ke