@Yitzhak:
Benar sekali, memang sebaiknya diselesaikan secara dewasa. Oknum pedagang 
tersebut digelandang saja ke polisi.

Koko saya waktu itu masih muda sekali, dan memang norma di masyarakat muda 
Blitar jaman itu lebih mendukung menyelesaikan kasus secara personal. 
Mengadukan ke polisi dianggap jalan terakhir. Kalau jaman cowboy-an istilahnya, 
"loe berani, gua berani .. ya sudah mari berdua ke lapangan. Sudah itu kita 
mampir beli pleret, boncengan yach. Yang menang mbayari." Jelas, itu tidak 
bijak untuk jaman sekarang.

Namun, saya mendukung tindakan keras balik masyarakat terhadap rasialisme, 
terutama dalam konteks kejahatan di jalanan. Seperti kasus yang dialami 
mahasiswi tersebut. Seharusnya masyarakat belajar untuk menunjukkan secara 
nyata sikap bersama yang tegas, bahwa kejahatan apalagi dibumbui dengan 
rasialisme .. no way.
Idealnya digelandang saja ramai-ramai ke kantor polisi, namun bukankah 
seringkali di jalanan akan terjadi perlawanan dari pelaku kejahatan. Jadi 
bagaimana lagi?

Btw, saya kurang paham dengan kasus Pontianak. Sepertinya anda menyalahkan dari 
etnis Tionghoa melalui istilah anda "belalang bermata sipit". Mohon dijelaskan, 
biar bisa jadi pembelajaran kita semua.

Salam


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Hendra Bujang <hendra_buj...@...> wrote:
>
> Enggak ada salahnya sekali2 melakukan perlawanan terutama terhadap mereka 
> yang sudah "brutal" n mengancam jiwa. Lari atau menghindar bukan solusi 
> terbaik terutama jika mereka berkelompok, biasanya makin kalap. 
>  
> Yang penting lumpuhkan lawan secepat mungkin plus tuntas di tempat! Itu aja 
> kuncinya. Namanya juga dunia jalanan..dunia yang keras.....
> 
> 
> 
> Best Regards,
> Hendra Bujang
> Mobile I   : 0878 7828 7808 
> Mobile II  : 0856 190 9109 
> "Knowing Is Not Enough, We Must Apply"
> "Willing Is Not Enough, We Must Do" 
>  
> 
> --- On Sun, 9/5/10, Yitzhak ben Zvi <yitzhak.ben...@...> wrote:
> 
> 
> From: Yitzhak ben Zvi <yitzhak.ben...@...>
> Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Kejahatan rasial di bis kota di Jakarta
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Date: Sunday, September 5, 2010, 12:03 PM
> 
> 
>   
> 
> 
> 
> nah ini dia!
> 
> 
> Sungguh mirip dengan yang terjadi di Pontianak 2007 silam,
> Apa yang terjadi pertama adalah peristiwa serempetan biasa.
> Lalu timbul adu jotos.
> Lalu timbullah kerusuhan Rasial.
> 
> 
> Seharusnya, apa yang dilakukan oleh koko nya bro Ikkyosensei, tidak perlu 
> dilakukan
> dan tindakan tersebut merupakan "tindakan bodoh" dalam dunia yang beradab 
> dalam sebuah negara ber-asaskan hukum.
> 
> 
> Pada sebuah negara maju, mungkin kokonya bro Ikkyosensei sudah dibui sekian 
> tahun. Karena memukul orang.
> 
> 
> Jadi jangan bangga dengan menyerukan agar lain kali tindakan barbar tersebut 
> dibenarkan dan dilakukan di Indonesia. Karena beda komplek perumahan beda 
> belalang, bahkan dalam satu komplek perumahan belalangnya juga bisa berbeda, 
> apalagi belalangnya bermata sipit.
> Peristiwa Pontianak pada 2007 tersebut tidak ingin kita ulangi dimanapun.
> 
> 
> shalom aleikem,
> Yitzhak Ben Zvi
> 
> 
> 2010/9/4 ikkyosensei_ym <ikkyosen...@...>
> 
> 
>   
> 
> 
> 
> Kebetulan di tanah kelahiran saya Blitar, rasialisme (dalam pengertian 
> pelecehan ras tertentu) walaupun masih ada.. namun sudah tidak laku (tidak 
> mendapat dukungan publik).
> Jadi ingat kasus mamah & koko saya. Koko, waktu itu SMA kelas 2-an, boncengi 
> sepeda mamah ke pasar. Waktu di tikungan, nyenggol gerobak pedagang syur. 
> Koko & mamah nyungsep, barang dagangan sayuran orang tersebut berantakan di 
> jalan.
> Setelah mamah dapat obat merah dari penduduk, terus mamah menghitung harga 
> sayuran-sayuran yang "rusak" karena telah tumpah di jalan tersebut. Dibayar, 
> karena mamah kasihan khan barang dagangan tersebut buat ngasih makan keluarga 
> mereka di rumah.
> Terus basa-basi mamah tanya, ada badan pedagangnya yang sakit nggak? Padahal 
> mamah, koko, dan penduduk tahu, yang kesenggol itu gerobaknya, bukan orangnya 
> yang lagi berdiri di trotoar.
> Nggak tahu, setan apa itu kepala orang itu. Dari tenang damai, karena 
> dagangannya laku keras, tiba-tiba teriak-teriak minta ganti rugi uang kaget. 
> Ya benar, istilahnya uang kaget. Mungkin kaget, kok naruh gerobak di tikungan 
> yang bikin orang nyungsep ... malah dapat kesempatan malak kali.
> Aku setuju, dengan tindakan kokoku yang "kaget juga" dan langsung gebuk 
> tendang pedagang tersebut. Sekalian nambah uang saku buat ongkos ke rumah 
> sakitnya.
> Dan juga, setuju kepada publik yang memberi kesempatan beberapa puluh jotosan 
> baru memisah.
> 
> Saran, lain kali kalau terjadi kasus seperti itu di tempat publik ... jangan 
> ragu untuk dijotosi massal saja. Kalau di Jawa, bahkan dibakar sekalian.
> 
> Salam
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, kusalacitto gunawan <gunawan@> wrote:
> >
> > hmm.. gimana ya,
> > 
> > saya mau sedikit memberikan pengalaman berdasar atas yang saya alami dan
> > kemudian saya coba pahami.
> > 
> > Sebagai konsekuensi dari "kebudayaan" yang sudah berlaku nasional maka Cina
> > atau Tionghoa sudah dan akan selalu menjadi "bahan olokan" bersama seluruh
> > Nusantara.
> > 
> > Kalau di daerah saya, anak kecil saja sudah faham istilah rasial. Jadi dapat
> > disebut sudah membumi.
> > 
> > Pernah saya alami ketika masa kecil di kampung halaman, hanya berpapasan di
> > trotoar, sengaja disenggol bahu saya (cari ribut).Belum lagi, bila anak
> > Cina/Tionghoa kebetulan melewati kerumunan saudara etnis lain (misalnya
> > melewati depan sekolah negeri), hampir 90% kemungkinannya pasti akan dipalak
> > atau dibuli. Itu hanya anak kecil, bagaimana dewasanya?
> > 
> > Jadi menurut saya ini sudah budaya lah, tetapi apakah mereka benar-benar
> > rasis?
> > 
> > Saya rasa tidak, karena kalau mereka rasis artinya 10tahun kemudian, ketika
> > mereka dewasa, kita sudah tidak di negara ini atau bahkan dunia ini, karena
> > generasi yang rasis sudah masuk ke masyarakat. Oleh karena itu, istilah yang
> > saya pakai, mereka hanya ikut-ikutan rasis.Atau Racist by Lifestyle.
> > 
> > Kalau bagi saya, tindakan mulut bau rasis begini sih sudah biasa, tidak akan
> > menimbulkan efek psikologis apapun bagi saya. Paling hanya ngomel2 ke
> > keluarga atau teman-teman.
> > 
> > Memang pasti , walaupun tidak menimbulkan korban jiwa, tindakan demikian
> > tidak bisa ditolerir. Bila terus dibiarkan, maka "Budaya" ini akan terus
> > hidup lestari. Sudah sepantasnya, seperti tindakan yang dilakukan sodari
> > mahasiswi dalam postingan sodari Esther SH. Melaporkan ke pihak berwajib
> > akan memberikan efek jera kepada para pelaku yang secara lifestyle suka
> > memakai istilah-istilah rasis. Diharapkan si pelaku akan merubah
> > lifestylenya di lain kali setelah mendapatkan pelajaran. Tidak harus sampai
> > pelakunya dipenjara, minimal di periksa polisi dia akan paham kalau apa yg
> > biasa dilakukan dia itu selama ini ternyata salah.
> > 
> > 
> > 
> > 2010/8/5 eko hermiyanto <eko.hermiyanto@>
> > 
> > >
> > >
> > > Kejahatan ini adalah sesuatu hal yang sangat menyedihkan. Karena, saya
> > > sendiri pernah mengalaminya secara langsung, dan ini adalah beberapa
> > > kejahatan yang terjadi di bis ibu kota yang pernah saya alami baik rasial
> > > maupun bukan:
> > > 1. pada waktu saya naik bis dari depan kampus saya Atmajaya tahun 2002, 
> > > ada
> > > satu orang yang memberikan satu lembar kertas kecil yang berisi promosi 
> > > jasa
> > > pemijatan. Dan orang tersebut, juga tanpa diminta, langsung serta merta
> > > memijat kaki saya, sampai ke paha bagian atas. Saya sendiri sudah menolak,
> > > tetapi orang tersebut tetap saja memaksa melakukan nya. Kemudian, tidak
> > > berapa lama, dia selesai dan turun dari bis. Satu orang di bis tersebut
> > > bertanya kepada saya, "mas, HP-nya hilang gak?", dan ternyata setelah saya
> > > cek kantong celana, HP saya ternyata sudah raib. Tetapi untuk kasus yang
> > > satu ini, sebenarnya saya kagum dengan keahliannya, karena bagaimana pun
> > > juga, saya pada waktu itu memakai celana jeans yang cukup ketat sehingga
> > > mengharuskan saya untuk berdiri bilamana saya mau mengambil HP tersebut,
> > > tetapi orang tersebut bisa mengambilnya tanpa terasa ketika saya sedang
> > > duduk!
> > > 2. Saya bersama kekasih saya tercinta yang mana dia adalah seorang 
> > > Hokkian,
> > > naik bis dari Karet menuju Ratu Plaza. Beberapa waktu sebelumnya harga BBM
> > > naik, dan ongkos bis dinaikkan 500 perak. Kemudian, pada waktu kami berdua
> > > naik bis, harga BBM sudah turun, dan harusnya ongkos bis kota juga sudah
> > > turun. Kekasih saya membayar ongkos kami berdua dengan harga sebelum BBM
> > > naik. Sang kondektur memaksakan kurang 1000 rupiah, dan kekasih saya 
> > > berkata
> > > bahwa BBM sudah turun. Kemudian kondektur tersebut ngotot bahwa setorannya
> > > dia belum diturunin. Kekasih saya ngotot bahwa itu adalah urusannya dia 
> > > dan
> > > BBM sudah turun berarti ongkos sudah turun juga. Karena si kondektur tidak
> > > mau mengalah, akhirnya dia berkata "dasar Cina gak tahu diri". Saya 
> > > kemudian
> > > marah karena kekasih saya dihina begitu rupa langsung berkata kasar kepada
> > > kondektur tersebut(yang mana tampaknya perkataan saya tidak usah saya 
> > > tulis
> > > karena bahasanya yang teramat sangat kasar) dan hampir berkelahi dengan 
> > > dia
> > > andaikata kekasih saya tidak berusaha untuk menenangkan saya dan kemudian
> > > mengajak saya turun dari bis tersebut.
> > > 2. pemaksaan untuk memberikan uang(dan tidak mau hanya seratus atau lima
> > > ratus perak, paling tidak harus seribu) dengan terlebih dahulu memberikan
> > > pidato bahwa mereka baru keluar dari penjara, blablablabla. Saya sendiri
> > > pernah mengalaminya di daerah Roxy Grogol.
> > > 3. seperti yang dulu pernah saya alami dua kali, dari blok M menuju ke
> > > Ciledug, dan dari arah Hotel Mulia Senayan menuju ke Plaza Senayan, ada
> > > beberapa orang masuk ke dalam bis yang saya naiki(dan dalam kasus di depan
> > > Hotel Mulia, orang-orang tersebut sudah ada di dalam bis sebelum saya 
> > > naik),
> > > kemudian salah satunya mengambil tempat duduk di sebelah saya. Mereka
> > > kemudian langsung menuduh saya panjang lebar kalau saya asalnya dari mana
> > > dan juga kemudian saya dituduh telah menusuk teman mereka.
> > > Yang kasus Blok M terjadi sekitar tahun 2003, mereka meminta tas saya 
> > > untuk
> > > mereka periksa apakah ada senjata tajam yang digunakan untuk menusuk
> > > tersebut, dan karena saya teramat sangat takut pada saat itu, tas tersebut
> > > saya serahkan begitu saja, dan mereka, mengambil uang 300 ribu dari tas 
> > > itu,
> > > yang mana, saya juga tidak berani berbuat apa-apa. Setelah puas
> > > "menggeledah" tas saya, mereka langsung berkata bahwa ternyata bukan saya
> > > yang menusuk temannya, dan akhirnya mereka turun dari bis begitu saja.
> > > Kalau kasus Hotel Mulia yang terjadi tahun 2007, mereka juga menuduh saya
> > > hal yang serupa, tetapi karena saya lebih berani, saya langsung berdiri 
> > > dan
> > > menantang mereka, dan mungkin juga karena tampang saya yang pada waktu itu
> > > cukup beringas dan badan saya yang tinggi besar, akhirnya mereka surut
> > > sendiri dan diem. Padahal kalau mereka nekat mengeroyok saya, sudah pasti
> > > saya kalah dan mungkin hanya tinggal nama. Syukurnya mereka tidak
> > > melakukannya. hehehe
> > >
> > >
> > >
> > > 2010/8/4 <sawfa@>
> > >
> > >
> > >>
> > >>
> > >> http://www.indonesiamedia.com/2010/07/31/kejahatan-rasial-di-bis-kota-di-jakarta/
> > >>
> > >> Kejahatan rasial di bis kota di Jakarta
> > >> Posted on July 31 2010 by Esther Jusuf SH.
> > >>
> > >> Berikut penjelasan saya tentang peristiwa pemanggilan saya ke Polda
> > >> Metro Jaya pada hari Senin, 19 Juli 2010. Pemanggilan ini 
> > >> dilatarbelakangi
> > >> dengan beberapa peristiwa pengancaman kepada orang etnis Tionghoa di 
> > >> bis-bis
> > >> kota di daerah Jakarta Pusat oleh sekelompok pengamen. Kebanyakan korban
> > >> tidak mau melapor. Namun salah satu korban yang adalah mahasiswi S2 
> > >> Fakultas
> > >> Hukum UI memberanikan diri melaporkan peristiwa kejahatan rasial yang
> > >> dialaminya ke Polres Jakarta Pusat.
> > >>
> > >> Mahasiswi ini mengalami kejahatan rasial tepat pada hari yang amat
> > >> bersejarah bagi bangsa Indonesia: Peringatan Hari Sumpah Pemuda, 28 
> > >> Oktober
> > >> 2009. Ia naik bis kota dari daerah Harmoni menuju ke Pasar Baru. Dua 
> > >> orang
> > >> pengamen naik dan mulai memintai penumpang uang. Begitu si mahasiswi 
> > >> tidak
> > >> memberi uang kedua pengamen ini langsung mencaci maki dengan kata-kata
> > >> ancaman yang amat merendahkan dan rasis. Semua penumpang, kondektur dan
> > >> sopir bis bersikap seolah-olah tidak melihat dan tidak mendengar kejadian
> > >> itu.
> > >>
> > >> SNB mendampingi korban ini melapor ke Polres Jakarta Pusat. Sikap para
> > >> petugas Polres Jakarta Pusat amat memprihatinkan. Mereka menolak laporan
> > >> korban dengan alasan bahwa peristiwa yang dialami korban bukanlah tindak
> > >> pidana! Kami lalu menunjukkan pasal-pasal pidana dalam Undang Undang 
> > >> nomor
> > >> 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskrimnasi Ras dan Etnis. Para petugas
> > >> tampak kaget dan baru mengetahui ada undang-undang itu. Setelah mereka
> > >> berunding lama mereka memutuskan menerima laporan korban, namun mereka
> > >> menyatakan bahwa tindak pidana itu bukanlah tindak pidana rasial.
> > >>
> > >> Karena kami tidak melihat tindak lanjut laporan kami itu, maka kami
> > >> melaporkan peristiwa itu ke Komnas HAM. Komnas HAM lalu mengirim surat ke
> > >> Polres Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya. Sebagai reaksi dari surat 
> > >> Komnas
> > >> HAM itu maka Polda Metro Jaya memanggil saya untuk menindaklanjuti 
> > >> laporan
> > >> kami. Sungguh realita yang amat memprihatinkan. Polisi di Ibu Kota pun 
> > >> masih
> > >> ada yang tidak tahu keberlakuan Undang Undang tentang Penghapusan
> > >> Diskriminasi Ras dan Etnis! Jika yang Polres Jakarta Pusat saja tidak 
> > >> tahu,
> > >> apalagi yang di daerah-daerah? Bagaimana kejahatan rasial bisa 
> > >> dituntaskan
> > >> jika polisi tidak mau menerima laporan dari korban dan tidak tahu aturan
> > >> hukumnya?
> > >>
> > >> Syukur, - saya baru mendapat kabar dari korban bahwa sikap Polres Jakarta
> > >> Pusat sekarang amat berubah: amat sigap, amat ramah dan bahkan mereka
> > >> menyatakan sudah mengirimkan dua orang petugas untuk menyelidiki dan
> > >> meningkatkan pengamanan di bis-bis umum. Sebenarnya saya berharap bukan
> > >> hanya 2 petugas Polres Jakarta Pusat yang dikirimkan untuk menyelidiki 
> > >> dan
> > >> mengamankan Jakarta Pusat. Saya berharap Negara menganggap serius masalah
> > >> ancaman kriminalitas sehari-hari yang dialami oleh rakyat kebanyakan.
> > >>
> > > 
> > >
> >
>


Kirim email ke