Betul pak,

Keseluruhan inti ISOC itu ada, adalah menjadi lembaga tempat bernaung para
professional yang ingin menyumbangkan tenaga dalam mengembangkan internet
semaksimal mungkin demi kemajuan masyarakat lokal dan dunia. Selain itu,
juga sebagai wadah menampung unek-unek user internet yang merupakan
individu. Prinsip dasar ISOC adalah individu harusnya mendapatkan hak suara
yang sama dengan institusi. Sama disini bukan berarti satu orang hak
suaranya sama dengan satu organisasi, melainkan kumpulan suara individu
seharusnya dihargai sama dengan kumpulan suara institusi.

Penyebab saya bergabung dengan ISOC di tahun 2001, adalah karena merasa
sesuai dengan prinsip ini, terutama karena saya sudah merasakan sendiri
bagaimana sulitnya menyuarakan pendapat secara individu (tidak pake
embel-embel organisasi), demonstrasi saja bisa ditahan 2 hari (tahun 98,
sekarang mah kayaknya udah ga ada yang ditangkepin).
Jadi, walaupun ISOC itu netral dan ISOCID juga seharusnya netral (jadi ga
netral karena ada yang ga ikut aturan main dan "nyemplungin" ISOCID ke
kancah pertempuran), namun netralnya secara proaktif, bukan pasif. Jadi
kalau masyarakat ingin bersuara, dan tidak ada wadahnya, maka ISOCID akan
menampung dan menyalurkan suara itu lewat nama ISOC.
Tapi dalam hal ini, tentu saja harus fair, makanya yang ingin memberi suara,
diminta memverifikasikan "kepentingannya" dengan menyebutkan domain .id yang
digunakan. Ini untuk mencegah terjadinya protes dari kalangan yang merasa
dirugikan oleh adanya suara-suara tersebut, yang akan mempertanyakan
hubungan antara pemberi suara dengan kasusnya, apabila tidak ada verifikasi
lewat domain .id yang digunakan.

Mengenai masalah siapa yang seharusnya mengelola ccTLD, maka saya mengutip
founder ISOC yakni Vint G Cerf yang mengatakan bahwa "If it's ain't broken,
don't fix it". Hal ini kembali barusan diulang dalam konteks menghadapi WSIS
Tunis, yakni agar pemerintah USA dan pemerintah lain jangan berusaha
mengambil alih total ICANN lewat tangan U.N. , lantas membentuk lembaga baru
 di bawah I.T.U. Adalah jauh lebih baik untuk memperbaiki apa yang sudah ada
saat ini daripada berusaha menggantinya dengan yang baru dan mengambil
resiko semuanya jadi berantakan.

Jadi, pandangan ISOCID terhadap ccTLD itu sama, jangan bikin yayasan baru.
Kalau APJII merasa kurang pemasukan, bikin saja syarat bahwa semua anggota
APJII yang ingin jadi registrar harus menyetorkan sekian persen pemasukannya
ke APJII, jangan sampai memaksa memindah tangankan sesuatu yang jalan dengan
baik hanya karena melihat kepentingan bisnisnya.

Tapi kembali saya tegaskan, posisi ISOCID adalah netral proaktif, dalam arti
kata ikut apa kemauan masyarakat. Apabila masyarakat tidak menyuarakan
keberatan dalam pengambil alihan ccTLD, maka ISOCID juga tidak akan
menentang, asalkan kalau nama ISOCID dilibatkan, maka prinsip transparansi
dan freedom of speech mutlak harus dipatuhi. Apabila masyarakat menyuarakan
keberatan, maka ISOCID akan memperjuangkan pendapat rakyat, bukan hanya ke
pemerintah Indonesia, namun juga ke IANA dan ICANN. Toh, tidak mungkin APJII
bikin root sendiri yang tidak diterima replikasinya ke DNS server lain.


So, terserah ke rekan-rekan. Kalau mau ISOCID bergerak secara official,
silahkan kirim email ke saya, jangan lupa identitas jelas (nama lengkap,
nama domain .id yang dimiliki). Semakin banyak semakin baik, karena ini
masalah legitimasi.

salam,

Irwan Effendi

----- Original Message -----
From: "Wahyu Kelik" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Sunday, August 14, 2005 1:17 AM
Subject: [ccTLD-ID] Usulan untuk domain .ID (?)


> Salam sejahtera,
>
> Lah ini ada lagi ISOC-ID...hehehe...wah, benar-benar saya dibuat puyeng
> tukang internet di Indonesia. Pak Irwan Effendi, apa benar-benar ISOC-ID
> akan memperjuangkan nasib 'saya' selaku pengguna internet Indonesia?
>
> Kalau boleh punya usul:
> 1. Peran pemerintah dalam penanganan konflik yang ada sekarang ini harus
> bersifat coordination dan sinergi saja. Tanpa harus melampaui kewenangan
> lembaga pengelola domain dan pengelola IP. Artinya, masalah utamanya
> bukan pada apa yang sudah dikerjakan, namun pada apa yang sudah
> dikoordinasikan dan disinergikan satu sama lain.
>
> 2. Sesuai dengan kesepakatan internasional yang tertulis dan tertuang
> dalam RFC yang sudah ditetapkan, pemegang domain .ID adalah orang atau
> lembaga yang mendapat amanat langsung dari IANA. Sehingga peran lembaga
> apapun di luar IANA akan dimuskilkan dan harus mendapat penolakan. Namun
> demikian, walau bagaimanapun internet bukanlah dunia tanpa aturan.
> Aturan apa yang dipunyai di internet? Aturan internasional, terutama
> menyangkut masalah teknis. Masalah non-teknis harus diratifikasikan
> dengan semangat demi kepentingan bersama oleh pihak-pihak terkait dan
> tentunya dengan persetujuan pemerintah yang sedang berkuasa.
>
> 3. Adanya laporan transparan tentang apa yang terjadi dalam masing-
> masing organisasi terkait dengan internet, misal di dalam pengelolaan
> domain dan dalam pengelolaan IP. Rencana, masalah dan aturan yang ada
> harus benar-benar tercantum dalam masing-masing homepage pengelola.
>
> 4. Audit tidak hanya keuangan namun juga sistem organisasi yang ada.
> Minimal harus memenuhi standar ISO dan memenuhi standar audit keuangan
> yang ada. Pengelolaan domain dan IP bukan lagi asal mau dan asal bisa,
> namun harus mempunyai standar yang tetap. Ditambah mempunyai
> fleksibilitas yang mampu untuk menampung pendapat, usulan atau masukan
> apapun dari komunitas internet.
>
> 5. Regenerasi dengan tetap memperhatikan peraturan dan sistem yang telah
> ada, tanpa perlu menciptakan konflik baru yang memberikan beban baru
> bagi para pengguna internet di Indonesia.
>
> Rasanya itu dulu. Saya ndak perlu mencantumkan domain .ID kan? Toh ndak
> dibutuhkan keanggotaan dalam ISOC-ID, dan bisa berimplikasi pada ndak
> diperlunkannya proses untuk verifikasi data. Untuk apa proses verifikasi
> diperlukan? ;-)
>
> Mohon maaf kalau saya kurang bertata susila yang baik dan benar.
>
> Wassalam,
> -k
>
>

Kirim email ke