http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=40617&ik=3


      Anjal Jadi Budak Seks   
     
      Rabu 7 November 2007, Jam: 10:49:00   
     
      JAKARTA (Pos Kota) - Ribuan anak jalanan (anjal) kini menggelandang di 
berbagai pelosok Ibukota Jakarta. Mereka 'gentayangan' menantang kerasnya 
kehidupan terpisah dari lingkungan keluarganya. Perilaku menyimpang pun 
mewarnai kehidupan mereka. 

      Pemda DKI seolah tidak berdaya membina mereka. Terbukti dari jumlah 
sekitar 8.006 orang, hanya 600 orang yang bisa dibina dan disekolahkan. 
Sisanya, jadilah anak jalanan hidup di 'rimba belantara' gedung-gedung 
bertingkat menggelandang tak tentu arah, hidup di kolong jembatan, stasiun KA 
dan permukiman kumuh. 

      Tindakan asusila, seperti mabuk, ngesek bebas maupun ngebom atau nyabu 
merupakan kegiatan sehari-sehari yang sudah biasa mereka lakukan. Selain itu, 
tidak jarang anjal yang kerap mencuri dan mencopet, sehingga menimbulkan dilema 
sosial. 

      Usia mereka sangat belia antara 8 tahun hingga 15 tahun. Tragisnya tidak 
sedikit di antara mereka anak perempuan yang menginjak remaja atau ABG, 
bergabung. Hampir sebagian besar dari anak itu mengaku tidak mendapat perhatian 
dari orangtua sehingga mereka kabur dari rumah lalu bergabung jadi anjal. Namun 
ada juga yang memang tidak punya sanak-keluarga atau siapa-siapa lagi. 

      "Kami menjalani kehidupan seperti ini sudah lama," kata Ansori, salah 
satu anjal. "Habis tidak ada yang memperhatikan kami sih." 

      Anjal yang berusia 16 tahun ini, saat ditemui di Stasiun Angke itu tampak 
wajahnya pucat karena pengaruh minuman. 

      Pergaulan anjal hampir sebagian besar sangat bebas alias liar. Mereka 
menyatu dengan pengasong, waria, WTS, penodong maupun pencopet membuat 
keberanian mereka semakin tinggi. 

      Kiki, anjal lainnya, mengaku sering melakukan seks bebas dengan anjal 
lainnya. "Tergantung lagi penginnya saja," ucap cewek berusia 18 tahun 
tersebut. Bahkan tidak jarang anjal yang berusia belia menjadi korban sodomi 
para preman yang menjadi 'pelindung' mereka, bahkan menjadi pelampiasan atau 
budak seks. 

      Mereka memang tidak wajib memberikan uang setoran kepada preman pelindung 
mereka. Namun jika minta dibelikan rokok atau makanan, mereka umumnya patungan. 
Solidaritas di antara anak jalanan ini pun luar biasa. Istilahnya, rokok 
sebatang pun dibagi sama-sama. 

      Dalam kesehariannya, para anjal ini mencari nafkah menjadi pengamen dan 
ngemis di perempatan jalan, biskota, dan KRL. Mencuri spion muatan truk dan 
menodong pun mereka jalani, jika kepet untuk mendapatkan uang mengisi perut. 
"Kalau sudah ada uang kami biasanya berpesta sama-sama," papar Lia, anjal yang 
mangkal di Stasiun Juanda. Para anak jalanan ini biasanya tinggal 
berpindah-pindah. Kadang di stasiun KA kadang di kolong jembatan atau flay 
over, menghindari razia aparat. 

      TEMPAT MANGKAL 
      Penelusuran di lapangan tempat mangkal favorit anjal di perempatan jalan, 
kawasan terminal, stasiun maupun kolong jembatan. Misalnya, di perempatan Karet 
Bivak Tanah Abang, Slipi, Pancoran, Coca-Cola Cempaka Putih, Cawang, Stasiun 
Kota, Angke, Juanda, Senen, Manggarai maupun kawasan Terminal Blok M. 

      Data di Dinas Bina Mental dan Kesejahteraan Sosial (Bental Kesos) DKI, 
pada 2006 lalu data anjal mencapai 7.797 orang yang tersebar di lima wilayah 
kotamadya. Tahun 2007, jumlah anjal meningkat menjadi 8.006 orang, mereka 
menyebar di 53 titik di Ibukota. 

      Menurut Farah Darojati, Kasubdis Kesejahteraan Remaja, Keluarga, Anak, 
Remaja dan Lansia Dinas Bintal dan Kesos DKI, mengungkapkan untuk menampung 
anjal yang semakin menjamur pihaknya telah melakukan pembinaan. Pembinaan 
melalui panti sosial dan non panti (rumah singgah) yang tersebar di lima 
wilayah kota. 

      "Rumah singgah dikelola oleh yayasan yang memiliki legitimasi hukum dan 
dibawah binaan kami," kata Farah. 

      Selain melakukan pembinaan terhadap anak-anak jalanan, lanjut Farah, 
pihaknya juga memberikan ketrampilan kewirausahaan. Seperti ketrampilan montir, 
teknisi handphone, foto copy, sablon maupun menjahit sesui dengan kebutuhan. 

      "Kami harapkan setelah mereka mendapatkan ketrampilan bisa bekerja sesui 
dengan keahliannya. Dan yayasan rumah singgah juga telah punya kemitraan dengan 
pihak lain untuk menyalurkan bakat mereka," sambungnya. 

      Pengurus DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) ini, menekankan sesuai 
dengan UUD 1945 dan UU No 23 tahun 2002, tentang Perlindungan anak jelas-jelas, 
semua persolan anak adalah tanggung jawab pemerintah. "Mengapa tidak ditekankan 
saja soal donatur bagi masyarakat yang mampu dan sudah berlebihan. Atau 
hidupkan kembali soal gerakan orangtua asuh, " katanya. 

      Hal yang sama juga dikatakan Petrus Balapatyona,SH,.MH, yang menilai 
sebenarnya dana untuk anak terlntar ada. " Cuma ini semua tergantung dari elit[ 
politik yang tidak mau menanggulangi masalah itu, " ucapnya. 

      "Kalau perlu gugat saja secara class action, agar pemerintah mau 
mengucurkan dana. 

      DI RUMAH SINGGAH 
      Keberadaan rumah singgah untuk menampung anak jalanan (anjal) dirasakan 
sangat efektif untuk memberikan ketrampilan. Sebab selain diberikan pendidikan, 
anjal juga mendapatkan binaan mental. 

      Seperti hal di Rumah Singgah Dian Mitra di Kawasan Gang Tongkang 
Kec.Senen Jakpus maupun Rumah Singgah Sekam di Jalan D.I Panjaitan Gang Remaja 
IV Cipinang Besar Jaktim. Kedua rumah singgah tersebut dalam mendidik anjal, 
selain pendidikan formal juga ketrampilan. 

      "Pendidikan lebih kami utamakan untuk membebaskan anak jalanan dari buta 
huruf," jelas Feny salah satu staff pendidik Rumah Singgah Dian Mitra. 

      Jika pendidikan formal telah mereka peroleh, lanjut Feny, mereka akan 
diberikan kegiatan lain dengan ketrampilan. Agar waktu luang mereka dapat diisi 
dengan kegiatan yang lebih bermanfaat. 

      Ia juga mengatakan kegiatan yang dilakukan ini sangat membantu anak 
pemulung dan warga miskin di sekitar rumah singgah, sehingga tidak turun ke 
jalan. 

      "Mereka datang sendiri ke sini sebab lokasi rumah singgah kami memang 
berada di tengah-tengah pemukiman padat penduduk dan pinggir rel kereta api 
Pasar Senen yang merupakan basis anak jalanan," ucapnya, sambil membeberkan 
saat ini anjal yang dibina sebanyak 80 orang. 


      PENDEKATAN SOSIAL 
      Sementara itu, di Rumah Singgah Sekam untuk mendidik anak jalanan 
pengelola yayasan sering jemput bola ke titik-titik mangkal mereka. Karena itu, 
diperlukan pendekatan sosial yang lebih mendalam agar mereka tertarik untuk 
bergabung. 

      "Jarang mereka datang ke sini dengan kesadaran sendiri, kami harus 
jangkau mereka dengan pendekatan khusus," ungkap Gugum Gumelar, Pimpinan Rumah 
Singgah Sekam. 

      Kegiatan yang diutamakan, lanjut Gugum, lebih fokuskan membangun mental 
dari perilaku jalan dan perilaku di rumah singgah. "Mereka yang biasanya 
berpakian kumal dan dekil setelah masuk rumah singgah menjadi bersih, itu sudah 
merupakan perubahan diri," paparnya 

      Dengan dibantu enam rekannya yang sebelumnya juga bekas anjal, Gugum 
mendidik 244 orang yang 130 di antaranya berasal dari jalanan dan sisanya 
anak-anak yang berpotensi menjadi anjal. 

     

Reply via email to