Refleksi: Dikurangi jatah makan ini, bukan karena kenaikan harga kebutuhan 
pokok, tetapi disesuaikan dengan  politik diet pemerintah agar kaum ibu selalu 
langsing dan atraktif, demikian keterangan sekretaris negara urusan Apa Itu 
yang menghendaki namanya dirahasiakan :-)).

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0802/09/nus01.html

Akibat Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok
Ibu Rumah Tangga di Banten Kurangi Jatah Makan   

Oleh
Iman Nur Rosyadi



Serang-Sebagian besar ibu rumah tangga di Banten mengaku mengurangi jatah makan 
bagi keluarganya akibat kenaikan harga kebutuhan pokok yang dinilai sulit 
dijangkau oleh kondisi keuangannya. Pengurangan itu antara lain dalam sehari 
makan hanya dua kali dan lauk-pauknya dibatasi setiap anggota keluarga. 


"Sarapan berupa nasi dan lauk-pauk terpaksa kami hilangkan. Kami ganti dengan 
mi instan yang harganya Rp 1.200 per bungkus," kata Surtini, ibu rumah tangga 
di Cipare, Kota Serang, Jumat (8/2).  Konsumsi telur ayam yang biasanya satu 
orang mendapatkan jatah 1 telur, kini 1 telur untuk 2-3 anggota keluarga. 
Keluarga Surtini terdiri dari suaminya dan empat anaknya. Tindakan Surtini yang 
bersuamikan seorang pekerja pabrik di Cikande, Kabupaten Serang ini dilakukan 
dalam waktu empat bulan terakhir, setelah harga kebutuhan pokok, terutama beras 
terus mengalami kenaikan. 


"Bayangkan, beras IR 64 yang dulu bisa dibeli dengan harga Rp 3.500 per kg 
terus naik. Kemarin, saya membeli Rp 7.600 per kg. Waduh, bagaimana saya 
mengatur gaji suami saya," katanya. 
Upah suaminya sebagai pekerja pabrik diterima sekitar Rp 1,5 juta per bulan. 
Untuk keperluan dapur dan ongkos anak sekolah, paling tidak Surtini harus 
membelanjakan uang Rp 50.000-60.000, berarti pengeluaran sebulan mencapai Rp 
1,5-1,8 juta "Pantas keluarga saya kelabakan ketika harus bayar listrik, beli 
buku sekolah, bayar uang her registrasi sekolah dan sebagainya. Uang tabungan 
sudah habis dan sekarang tak bisa menabung lagi," tambahnya.


Hal yang sama dialami Ny Muharam yang tinggal di Perumahan Citra Gading, Kota 
Serang. Dia kebingungan ketika membeli bawang merah Rp 2.000 hanya mendapatkan 
2-3 buah. Hal serupa ketika membeli bawang putih. Harga cabai merah sudah 
mencapai Rp 23.000 per kg, minyak goreng curah Rp 12.000 per kg. "Gaji suami 
saya cuma Rp 850.000 per bulan. Maklum, buruh pabrik Pak," katanya. 


Sejumlah pedagang di Pasar Rawu, Kota Serang mengemukakan, pembelian harga 
kebutuhan pokok memang sudah naik. "Enggak tahu kenapa Pak, bisa jadi di 
daerah-daerah lain mengalami banjir sehingga bawang, cabai, dan lain-lain sulit 
didapatkan, jadi harganya naik," kata Embad, pedagang sayuran di Pasar Rawu.

Pengemis
Bersamaan dengan melambungnya harga kebutuhan pokok, pengemis di Kota Serang 
semakin merajalela. Pengemis yang semula hanya mangkal di sekitar perempatan 
atau lampu lalu lintas kini mendatangi rumah ke rumah, terutama lingkungan 
perumahan yang dibangun dengan fasilitas KPR. Setiap satu rumah bisa didatangi 
3-4 kali pengemis yang berlainan. 


"Kule sing Cilowong Pak. Kule ne terpaksa jeh. Engku wargi kule ore mangan. 
Sampun nape-nape kule babariman, napik wargi kelaparan (Saya dari Cilowong Pak. 
Saya terpaksa mengemis karena keluarga saya sering tidak makan. Tidak apa-apa, 
saya mengemis asal keluarga jangan kelaparan," kata Ipah yang ditemui saat 
mengemis di Kompleks KPN Serang. 


Ipah dan dua wanita yang diperkirakan berumur 35-an tahun mengaku sebelumnya 
berkerja sebagai pembuat kasur dari bahan kapuk. Namun order pembuatan kasur 
itu semakin sepi. "Mau jadi buruh tani, sawah-sawah kan sudah tidak ada di 
sini," katanya seraya menyebutkan suaminya berkerja serabutan mulai dari tukang 
becak, buruh bangunan, dan lain-lainnya. 


Menurut pengamatan, jumlah pengemis di setiap perempatan jalan atau lampu merah 
pun semakin banyak. Pengemis tidak hanya wanita dan lelaki dewasa, tetapi 
anak-anak. 
Misalnya, di perempatan Pisang Emas, setidaknya ditemukan 6-8 pasang pengemis. 
Mereka berbaur dengan pengamen jalanan yang menggunakan alat musik seperti 
gitar, okulele, botol air mineral, atau sekadar kecrekan, yakni tutup botol 
seng yang dipaku menjadi satu

Kirim email ke