http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=5700

2009-03-10 
Kekerasan Meningkat Perempuan Mengalami Diskriminasi Soal Upah


ANTARA/Widodo S Jusuf



Sejumlah perempuan dari Koalisi LSM untuk Gerakan Pemenangan Caleg Perempuan 
berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (8/3). Aksi dalam rangka 
memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh setiap tanggal 8 Maret itu 
digelar untuk menyerukan kepada masyarakat agar tidak ragu-ragu memilih caleg 
perempuan pada Pemilu 9 April mendatang. 

[BANDUNG] Paguyuban Pekerja Muda Peduli - Young Christian Worker Indonesia 
(PPMP-YCW Indonesia) menilai perempuan merupakan kaum yang paling miskin dari 
segi upah buruh. Pemilik usaha menganggap perempuan lemah dan pendapatannya 
hanya sebagai pelengkap kebutuhan keluarga, sehingga perempuan mendapatkan upah 
yang lebih kecil dibanding perempuan.

Hal tersebut tercetus dalam Penutupan Sidang Nasional PPMP-YCW Indonesia di 
Hotel Bumi Kitri, Cikutra, Bandung, Senin (9/3). Ketua divisi kampanye PPMP, 
Rahmat Sudikin dalam pertemuan kali ini mengatakan, terdapat dua macam upah, 
yakni upah lajang dan upah berkeluarga. 

"Hal tersebut hanya berlaku bagi laki-laki saja. Upah perempuan dipukul rata 
dan lebih kecil jumlahnya. Padahal, mayoritas buruh pabrik di Indonesia adalah 
perempuan," katanya seperti dilansir Antara.


Meningkat 200 Persen

Sementara itu, angka kekerasan terhadap perempuan dalam tahun 2008 meningkat 
lebih dari 200 persen dari tahun sebelumnya. Kasus kekerasan yang dialami 
perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah tangga.

Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional (Komnas) Perempuan 
mencatat jumlah peningkatan hingga 213 persen, yakni sejumlah 54.425 kasus 
dibanding tahun sebelumnya. Menurut Wakil Ketua Komnas Perempuan, Ninik Rahayu 
peningkatan jumlah ini disebabkan semakin baiknya kerja sama antara sejumlah 
lembaga, yaitu Departemen Agama dalam mengungkap kasus kekerasan terhadap 
perempuan.

"Tapi ini bukan angka riil ya, karena kasus kekerasan terhadap perempuan ini 
kan bagai fenomena gunung es. Yang terjadi di masyarakat tentunya bisa lebih 
banyak," ujar Ninik pada keterangan pers di Jakarta, pekan lalu.

Dia menambahkan, harapan untuk mendapat kemudahan akses mendapatkan data dan 
keterangan dari pengadilan negeri dan pengadilan agama, sebab banyak kendala 
yang akan dihadapi jika hanya mengandalkan laporan masyarakat saja. Menurutnya 
kasus kekerasan terhadap perempuan bukanlah kasus yang mudah terungkap, sebab 
hukum acara di Indonesia mewajibkan setiap kekerasan seksual ada bukti dan 
saksi yang sementara hal tersebut, tidak mudah untuk didapatkan korban.

"Tentunya penyertaan bukti dan saksi bukanlah hal yang mudah, karena pastinya 
hal itu (kekerasan seksual) dilakukan di ruangan tertutup, di bawah tekanan, 
dan dapat menimbulkan aib jika diungkapkan," katanya.

Selain itu, dia menegaskan dari total kasus kekerasan terhadap perempuan 90 
persen berupa kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Mayoritas korban 
kekerasan ekonomi dalam rumah tangga adalah istri, yaitu sejumlah 6.800 orang 
dari 46.882 kasus kekerasan terhadap istri, dan mayoritas korban kekerasan 
seksual adalah perempuan di bawah umur yakni sebanyak 469 orang dari 1.870 
kasus komunitas. 

Kirim email ke