http://www.radartimika.com/index.php?mod=article&cat=Opini&article=16670
Kamis, 05/03/2009 | 12:39 (GMT+9) Potensi Golput di Timika Oleh: Fredrik Wakum Jika secara informal kita mengajukan dua pertanyaan ini secara acak pada 10 teman atau kenalan kita. Apakah sudah tercatat sebagai anggota pemilih ? atau Apakah sudah diberi sosialisasi mengenai Pemilu yang sebentar lagi akan berlangsung ? Maka kita akan memperoleh jawaban yang sangat mencengangkan. Sembilan dari sepuluh orang akan menjawab 'tidak tahu' untuk pertanyaan pertama dan jawaban bagi pertanyaan kedua adalah 'belum'. Walaupun pertanyaan dan jawaban diatas bukan suatu polling yang dilakukan oleh suatu lembaga riset resmi di Timika, tapi kedua jawaban tersebut cukup memberikan gambaran kepada kita - terutama para penyelenggara pemilu - untuk memprediksikan apa yang akan terjadi pada tanggal 'pencontengan' mendatang. Artinya, masyarakat Timika saat ini berada dalam suasana 'ketidak - tahuan' dan 'buta pemilu' , apakah ia terdaftar sebagai peserta pemilu atau tidak dan juga bagaimana cara pemberian suara nanti. Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa proses pendataan Daftar Pemilih Sementara (DPS) hingga daftar pemilih tetap (DPT) di Timika yang dilakukan oleh KPU "lama" sangat "amburadul" Sementara KPU "Baru" yang baru bertugas kurang dari 2 bulan sebelum Pemilu, sangat disangsikan untuk memberikan sosialisasi kepada sebagian masyarakat Timika mengenai tatacara pencoblosan dalam pemilu mendatang Sehingga tidak berkelebihan dikatakan bahwa 'kolaborasi' ketidaktahuan & buta-pemlilu - apakah terdaftar sebagai pemilih dan bagaimana mencoblos pada pemilu mendatang - akan menjadi salah satu faktor pemicu angka Golput yang tinggi di Timika pada pemilu mendatang. Apalagi dari berbagai informasi yang diperoleh dari surat kabar maupun internet yang mengutip berbagai lembaga survey nasional yang terpercaya, seperti LSI ( Lembaga Survey Indonesia) dan LRI ( lembaga Riset Indonesia) memprediksikan bahwa angka Golput Nasional pada pemilu 2009 mendatang diperkirakan sebesar adalah 40% dari jumlah pemilih, suatu jumlah yang cukup signifikan, jika dibandingkan dengan angka golput pada tahun sebelumnya yang hanya 20%. Para penyelenggara Pemilu di Timika dapat saja akan berargumen bahwa pada penyelenggaraan Pemilukada yang baru lalu animo masyarakat Timika sangat tinggi, sehingga pada pemilu mendatangpun akan demikian. Namun mesti disadari bahwa pada pemilukada yang baru lalu kondisinya berbeda. Masyarakat mempunyai animo yang tinggi karena mempunyai keterikatan emosional dengan para kandidat Bupati / Wakil Bupati yang bertarung pada waktu itu, sehingga menjadi memicu masyarakat Mimika untuk berbondong - bondong ke TPS agar dapat memenangkan 'jagoannya' sebagai Bupati dan Wakil Bupati.Tapi dalam pemilu mendatang konteksnya berbeda, masyarakat tidak mengetahui siapa yang akan dipilih, karena begitu banyak Caleg 'instan' yang tidak dikenal. Kalaupun caleg tersebut dikenal, maka masyarakat sudah mengetahui sepak terjang caleg tersebut sebelumnya, sehingga membuat masyarakat enggan menggunakan haknya, karena ibarat 'membeli kucing dalam karung'. Maka untuk suatu alasan yang sangat sederhana masyarakat tidak akan datang ke TPS, karena masyarakat beranggapan bahwa : memberikan suara untuk memilih Anggota DPR pun tidak ada perubahan. Pengangguran menjadi penyakit yang abadi, Kesehatan hanya slogan, Pendidikan semakin mahal dan tak terkendali, sementara Kemiskinan terus menurun ke anak cucu dan masih seabrek persoalan politik lainnya yang tak kunjung terselesaikan. Maka mau tidak mau hari pencoblosan tanggal 9 April mendatang yang masih tinggal 40 hari lagi, menjadi suatu PR (pekerjaan Rumah) bagi KPU yang harus diselesaikan sebagai suatu tanggung jawab sesuai tugas yang diemban Salah Lantas, apakah masyarakat yang akan salah jika menjadi GOLPUT ? Tidak, masyarakat tidak dapat disalahkan jika akhirnya - 'terpaksa' - menjadi Golput. Mereka menjadi golput karena 'sikon' yang menyebabkannya dalam situasi demikian. Artinya, masyarakat menjadi Golput bukan atas keinginan sendiri, tapi sebagai korban dari sebuah sistim pemilu yang amburadul, tidak menentu dan selalu berubah arah sehingga membingungkan dan mengorbankan masyarakat. Juga kebingunan masyarakat Timika juga dapat dipahami, karena sampai saat ini belum ada kejelasan dari KPU Mimika, apakah hanya centang nama sekali atau dua kali pada surat suara. Umumnya warga mengetahui informasi tentang tata cara pencontrengan / pencoblosan pada pemilu mendatang secara tidak lengkap dari iklan di media massa. Banyak warga di Timika belum mengetahui secara pasti dan detail bagaimana tata cara penggunaan surat suara karena belum ada sosialisasi resmi dari KPU Mimika Implikasi dari ketidak tahuan inipun dapat berimbas pada banyaknya suara tidak sah pada pemilu mendatang, atau akan menimbulkan 'perdebatan-perdebatan' di TPS mengenai suara yang 'sah' menurut saksi maupun petugas TPS yang berpegang pada pengertiannya sendiri - sendiri. Minimalisir Untuk meminimalisir angka golput di Timika, perlu ada beberapa hal yang dilakukan. antara lain : Pertama dengan ketersediaan waktu dan sudah semakin dekatnya hari 'H', maka sosialisasi pemilu harus dimaksimalkan untuk memperoleh tingkat partisipasi yang maksimal dari pemilih, sehingga masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya dengan tepat dan benar. Di samping KPU dan jajarannya di daerah, maka masyarakat umum melalui LSM maupun Kampus serta media perlu terlibat secara masif dalam melakukan sosialisasi pemilu. Kedua, KPU juga sudah perlu mengkampanyekan keterlibatan masyarakat dalam pemilu mendatang melalui poster-poster menyolok di daerah - daerah yang dianggap strategis di Timika, sehingga dapat mengetahui, jangan sampai Poster KPU kecil dari Poster para caleg yang nota bone berkocek pas-pasan. Ketiga, Partisipasi Partai Politik melalui peran aktif para caleg perlu juga dimaksimalkan oleh KPU dalam melakukan sosialisasi pemilu, karena dengan model/sistem pemilu sekarang para caleglah yang banyak turun ke bawah untuk melakukan sosialisasi yang tepat dan benar kepada masyarakat, sekaligus mendekatkan diri memperkenalkan vsi - misi bagi konstituen yang akan memilihnya Sehingga jika semua telah dilakukan oleh KPU dan apatisme pemilih masih bermunculan dalam benak rakyat, karena kesengajaan tidak berkiprah dalam pemilu, berarti kesalahan tidak semata karena KPU. Akan tetapi, itu bentuk hukuman terhadap elite politik yang lama mengabaikan suara dan kepercayaan rakyat. Kini saatnya seluruh elite politik di Kota Mimika harus bergerak menyelamatkan pemilu yang merupakan agenda penting bangsa ini. Tidak hanya menjadi beban KPU, sebab seluruh elite politik mempunyai andil menciptakan apatisme kronis di lapisan masyarakat. Semoga Pemilu 2009 berjalan sesuai dengan rencana dan sukses mendapatkan wakil rakyat terbaik untuk menyelamatkan Masyarakat dan Tanah Amungsa dari keterpurukan. Selamat menyongsong Pemilu 2009. Penulis adalah Koordinator Kompartemen Pendidikan & Politik LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) Kabupaten Mimika