=================================================  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia."  
================================================= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
Kampanye Damai - Berbudaya 
Senin, 16 Maret 2009 | 05:21 WIB 
Oleh : TA Legowo 
Kampanye massal Pemilu 2009 dimulai hari ini dan berlangsung selama 21 hari. 
Kekhawatiran banyak kalangan setiap kali menghadapi kampanye massal adalah 
kerusuhan massa di berbagai tempat. Akankah kampanye massal Pemilu 2009 
berlangsung damai? 
Dalam pengalaman kampanye pemilu di Indonesia selama ini, pengenalan atas 
profil peserta pemilu (partai politik/parpol, caleg, maupun capres-cawapres) 
beserta platform dan penjabarannya dalam program kebijakan yang nyata jarang 
terjadi. Cara-cara berupa ”jalan pintas” untuk menarik massa pendukung lebih 
menjadi pilihan para peserta pemilu. 
Jalan pintas dengan pawai massal atau rapat akbar yang menghadirkan hiburan dan 
artis menjadi kelaziman selama ini. Cara seperti ini jelas kurang memberi makna 
terhadap dukungan pemilih kepada peserta pemilu karena menempatkan massa 
pemilih (publik) sekadar sebagai pemberi suara untuk memenangkan peserta 
pemilu, bukan sebagai sumber legitimasi yang berdaulat dan harus dihormati para 
peserta pemilu. 
Kampanye pemilu massal dan berjangka pendek (short term) telah mentradisikan 
suatu pemahaman, interaksi politik antara peserta pemilu dan masyarakat hanya 
(boleh) berlangsung pada masa kampanye yang pendek itu. Saat masa kampanye usai 
dan pemilu menghasilkan pemenang, masyarakat ditinggalkan dan tidak menjadi 
penting lagi. Urusan pun segera berubah menjadi kegiatan berbagi kekuasaan di 
antara elite politik. 
Potensi rusuh 
Kampanye sering hanya dilihat sebagai persaingan pemasangan atribut peserta 
pemilu; pengerahan massa (pawai dan rapat akbar); bagi-bagi uang, kaus, dan 
bahan pokok; serta konser lawak, musik pop, dan dangdut. Kampanye menjadi 
transaksi taktis-komersial antara peserta pemilu dan massa untuk kepentingan 
sesaat kedua pihak. Peserta pemilu ingin show of force; massa ingin mengambil 
manfaat guna memenuhi kebutuhan ekonominya. 
Dari sini muncul potensi rusuh selama kampanye. Pertama, banyak orang akan 
berebut rezeki finansial sebagai massa pendukung kampanye. Namun, jika ada 
sedikit orang yang telah pasang badan dan mengorbankan waktu untuk kampanye 
salah satu peserta pemilu tetapi tidak mendapat imbalan rezeki finansial, rusuh 
di tempat kampanye amat mungkin terjadi. Apalagi kini masyarakat sedang 
merasakan kejamnya kehidupan akibat krisis finansial global. 
Kedua, transaksi taktis-komersial seperti itu dapat menumbuhkan fanatisme 
kerumunan sesaat. Ketersinggungan sedikit dari massa pendukung peserta pemilu 
atau senggolan di antara massa pendukung peserta pemilu dapat berakhir pada 
perkelahian dan kerusuhan. 
Ketiga, di balik fanatisme kerumunan sesaat itu tersembunyi perilaku politik 
fanatik (kelompok) dari para pendukung utama peserta pemilu. Kuntowijoyo (2002) 
melihat perilaku fanatisme kelompok ini sebagai jeratan kultur ”mitologisasi” 
dalam masyarakat. Fanatisme kelompok semacam ini bagai ”bara dalam sekam”, yang 
dengan sedikit pemantik akan berubah menjadi api. 
Damai dan berbudaya 
Tampaknya, mengurangi potensi dan mencegah kerusuhan selama masa kampanye harus 
menjadi bagian tanggung jawab peserta pemilu. Langkah penting utama yang harus 
dipastikan adalah mendudukkan massa pemilih (masyarakat) sebagai sumber 
legitimasi politik yang harus dihormati hak-hak politiknya. 
Dalam arti itu, para peserta pemilu harus berani menghentikan kebiasaan 
membagi-bagikan hadiah atau buah tangan (sembako, uang, kaus, dan lainnya) 
kepada massa pendukung. Demikian pula aneka hiburan akbar yang mendatangkan 
penghibur harus pula dihentikan. 
Membagikan hadiah dan menghibur masyarakat pada saat penting untuk pemberian 
legitimasi politik kepada peserta pemilu sama sekali bukan langkah yang 
bertanggung jawab. Alasannya, ini telah mengalihkan perhatian masyarakat dari 
isu utama pemilu. Karena itu, penghiburan semacam itu bukan tindakan 
menghormati hak-hak politik masyarakat. 
Tradisi Baru 
Dengan berani menghapus kedua kebiasaan dalam kampanye massal seperti itu, 
peserta pemilu mempunyai peluang untuk membuat tradisi baru dalam perilaku 
kampanye pemilu. Selain membuat biaya kampanye lebih murah, peserta pemilu juga 
secara langsung maupun tidak langsung membiasakan pendukung dan anggota 
masyarakat menghadiri acara kampanye secara sukarela; mendengarkan pidato 
kampanye yang memberikan wawasan, harapan, dan mencerahkan. 
Dengan cara itu, kampanye Pemilu 2009 merupakan momentum bagi peserta pemilu 
untuk: pertama, membuktikan bahwa mereka tidak menipu diri dengan show of force 
yang sebenarnya tidak nyata. Kedua, di tengah makin lunturnya keyakinan atas 
manfaat reformasi yang telah berlangsung selama dasawarsa bagi demokrasi di 
Nusantara ini, menyatakan bahwa mereka memberi kontribusi penting bagi 
kemajuan, kedewasaan, dan kemandirian politik masyarakat. 
Inisiatif peserta pemilu dengan mengambil langkah-langkah itu akan menjadi 
realisasi komitmen mereka untuk pemilu serta kampanye damai dan berbudaya. [ TA 
Legowo Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) ] 
--------- 
Di saat seperti ini marilah kita sempatkan berjalan-jalan ke tempat-tempat yang 
lebar, lapang dan luas, membuka wawasan, mata, hati dan pikiran lebar-lebar, 
pelesiran, sambil menikmati jamuan para pemimpin partai, caleg maupun capres 
yang sedang berlomba-lomba berbaik hati kepada Rakyat Indonesia tercinta. 
Mereka semua sedang kenceng-kencengnya berjualan, promosi, untuk menarik 
simpati masyarakat, rakyat semua. Bahkan mereka juga berusaha memberi diskon 
besar-besaran, supaya pada hari 'H' nanti, dagangan suaranya dapat laku keras, 
ludes, dipilih dan diborong oleh masyarakat, rakyat Indonesia dengan 
mencontrengnya ramai-ramai. 
Masyarakat pun jangan bosan-bosan dengan sabar, membuka hati dan pikiran untuk 
mendengar apa, bagaimana, seperti apa, para peserta konstenstan menyampaikan 
program-program serta impian-impiannya untuk membangun Indonesia saat ini dan 
di masa depan, dalam berbagai wahana dialog, debat, seminar dan diskusi antar 
caleg. Karena merekalah yang akan menjadi legislator dan wakil rakyat untuk 
masa 5 (lima) tahun ke depan. 
Mari kita sukseskan tahap penting perkembangan demokrasi ini, dan selamat 
memasuki dinamika keramaian massa, bursa, bazaar caleg dalam pesta demokrasi 
rakyat Indonesia yang sedang berlangsung saat ini melalui kampanye pemilu; yang 
tertib, lancar, aman dan damai! 
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko                                                                   
                                 
  
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm 



 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke