Refleksi: Apa salahnya dengan Jawa-Jawa? Bukankah Boedi Oetomo yang dinyakatan sebagai gerakan kebangkitan nasional pertama didirkan oleh orang Jawa di Jawa. Proklamasi 17 Agustus dicetuskan di Jawa, dan text proklamai dibacakan oleh Soekarno. Pertempuran melawan Belanda akibat pernyataan proklamasi dilakukan di Jawa. Penduduk mayoritas adalah orang Jawa. Untuk bisa mempunyai kedudukan sebagai presiden harus bisa menjadi pilihan orang Jawa di pulau Jawa. Untuk dipilih harus bisa menyakinkan dalam bahasa Jawa untuk dapat kedudukan yang dimaksudkan. Masalahnya ialah sebahagian besar orang di Jawa tidak mengerti bahasa Indonensia, contohnya seperti yang dialami YMK baru-baru ini dimana apa yang dikatakan oleh YMK harus diterjemahkan oleh Pak Wiranto. Jadi maslahnya hampir seperti bergumul dengan Tuhan, harus pakai bahasa yang dimengerti oleh Tuhan. Kalau Tuhan tidak mengerti apa ynag dipanjatkan, bisa dianggap resonasi tong kosong, konsekwensi tidak bisa dapat berkatNya. Bukan saja rakyat biasa yang kurang paham bahasa Indonesia, malah Pak Harto "diinterogasi" oleh jaksa berkaitan dengan tuduhan korupsi oleh masyrakat, beliau menolak berbicara dalam bahasa Indonesia, maunya bahasa aritokrat Jawa, yaitu kromo Inggil. Jadi barangkali bisa menjadi pedoman bagi orang bukan Jawa atau orang Jawa yang sudah lupa bahasa Jawa bila ingin mendapat kedudukan tinggi harus mulai sekarang belajar bahasa Jawa, agar komunikasi dengan masyarakat mayoitas bisa mulus dimengerti apa yang dikemukakan. Selain itu sesuai dengan preamble UUDNKRI dikatakan bahwa: " Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur.." jadi tentunya berkat rahmat Allah dilimpahkan kepada orang Jawa sesuai dengan apa yang mereka lukakan untuk terciptanya NKRI, berkat itu adalah pangkat tinggi dan tentunya juga kekayaan harta. Anggap itu kemauan Tuhan.
Selain itu ada hal yang patut diperhatikan bahwa mungkin sekali tidak semua orang Jawa bisa mendapat berkat Illahi seperti pangkat dan kedudukan tinggi, apabila mereka beragama Nasrani, sebab dalam Al Quran 5:51 dilarang bagi kaum beriman untuk mengangkat orang-orang Nasrani menjadi pemimpin. http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=8085 2009-05-18 Terobosan SBY Rosihan Anwar oegeng Sarjadi host-moderator pada talkshow televisi berkata: Susilo Bambang Yudhoyono berani melakukan terobosan dengan memilih Boediono sebagai wapres, berarti "Jawa-Jawa di pimpinan negara". Selama ini, kita berpegang pada sebuah mitos. Presiden dan Wakil Presiden RI merupakan kombinasi etnis Jawa dengan non- Jawa. Ketika Soekarno (Jawa) jadi presiden pertama, maka Mohammad Hatta (Minangkabau) menjabat wakil presiden. Soeharto (Jawa), selama pemerintahannya yang panjang 32 tahun, memilih wapres bervariasi selang-seling. Ada Sunda (Umar Wirahadikusuma), Mandailing-Batak (Adam Malik), Bugis-Gorontalo (BJ Habibie) di samping etnik Jawa (Sultan Yogya HB IX, Soedharmono, dan Try Sutrisno). Setelah Soeharto jatuh, pada masa reformasi tampak lagi kombinasi Jawa dan non-Jawa. Ilustrasinya: Megawati Soekarnoputri (Jawa) dengan Hamzah Haz (Kalimantan Barat), SBY (Jawa) dengan Jusuf Kalla (Bugis-Makassar). Tidak seluruhnya benar SBY bikin terobosan dengan memilih Boediono sebab ada antesedennya, Jawa-Jawa pernah diterapkan. SBY hanya bersikap rasional dengan memilih Boediono. Dengan hasil yang diraih oleh Partai Demokrat dalam Pemilihan Legislatif 2009, SBY bisa mengambil sikap teguh dan tegas. Dia bisa meregang ototnya seperti yang dilakukan oleh body-builder Arnold Schawarzenegger pada masa sebelum menjadi aktor film The Terminator dan sebelum jadi Gubernur Kalifornia. Sesungguhnya yang terjadi aadalah pede (percaya diri) SBY tahu-tahu meroket luar biasa, setelah quick count lembaga-lembaga survei mengenai hasil Pileg 9 April 2009. Sangat menarik menyaksikan di layar televisi acara deklarasi capres-cawapres di Bandung 15 Mei. Tempat yang ditampilkan mewah dan megah, dipenuhi manusia, warna-warni gemerlapan, dikoreografi oleh ajang humas dan tim sukses SBY Fox Indonesia. Majulah ke tengah pentas pasangan SBY-Boediono, dalam busana merah kesumba yang didesain khusus. Sangat interesan membaca bahasa tubuh SBY saat itu. Ini sosok seorang pemimpin yang terlahir baru. Ini bukan peragu. Bukan pelamban dalam mengambil putusan. Ini orang tegas yang sadar akan kekuatannya berkat dukungan suara pemilih pada Pileg 2009. Pada acara itu hadir wakil parpol-parpol yang mendukung Koalisi Besar yang dibentuk oleh Partai Demokrat. Sebuah mobil berhenti. Seorang pemimpin parpol keluar, langsung menuju ruangan upacara. Dia agak terlambat datng. Ditunggu oleh panitia penerima tamu. Politisi itu dari parpol yang tadinya kecewa karena Boediono yang dipilih. Kedengaran rumor partainya mau keluar dari Koalisi Besar. Tapi, dia diterima oleh SBY untuk "komunikasi politik". Diberi penjelasan, dia paham dan bisa menerima Boediono. Dia muncul di Bandung, disambut hangat oleh fungsionaris Demokrat bagaikan "kembalinya si anak hilang". Dia dapat cipika-cipiki. Wajahnya ceria. Diangkatnya kedua jempolnya, bikin tanda V (victory, kemenangan). Konon sejumlah kursi menteri telah terjamin bagi parpolnya. Apakah pemimpin parpol ini punya prinsip dan karakter? Jangan dipersoalkan. Ini ranah politik. Di sana diusahakan "sini senang sana senang", di sana terjadi "maju kena, mundur kena" (meminjam judul film-film baheula Raam Punjabi). Siasat Tepat Berhadapan dengan banyak parpol yang banyak maunya, dengan kelebihan kekuatan yang baru ditemukannya, SBY membikin siasat-siasat yang tepat. Dia utus Hatta Rajasa ke Jalan Teuku Umar menemui Megawati. Dia usulkan dibentuk koalisi PDI-P dan Demokrat, dia membuat gelagapan pimpinan dan jajaran partai-partai lainnya, dia buat hambar hubungan dan usaha pendekatan Prabowo dengan Mega. Akhirnya? Koalisi PDI-P dengan Partai Demokrat urung, parpol-parpol Islam yang sempat sebentar kehilangan keseimbangan kembali menjadi tenang dan kembali ke pangkuan koalisi Demokrat cs. Dia membuktikan dirinya sebagai smart politician, politisi pintar dan lihai. Dengan caranya yang khas, SBY telah memastikan keamanan politik bagi dirnya menghadapi masa mendatang. Dia berhasil memperoleh dukungan 23 parpol. Dia ingin membentuk dan menjalankan sebuah kabinet presidensial yang sungguh-sungguh. Bukan kabinet presidensial yang semu, sebagaimana dialaminya lima tahun belakangan ini. Untuk mencapai tujuan itu, dia tinggal bertarung dengan dua pasangan, yakni JK-Win dan Mega-Pro. Dia bakal menghadapi Partai Golkar, Hanura, PDI-P, dan Gerindra. Para pengamat mengatakan, Prabowo akan merupakan lawan yang tangguh bagi SBY, sedangkan Megawati, Jusuf Kalla, dan Wiranto, dinilai sebagai have-beens yang bisa diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan "masa yang lalu" (mengutip kata bersayap Taufik Kiemas). Apa pun komentar para pengamat pintar dan kata akademisi terpelajar di universitas tentang situasi dan perkembangan politik, sekarang, bagi SBY tidak masalah. Ini adalah orang yang berpikir (meminjam ungkapan SBY sendiri) I don't care (aku tidak peduli). Sebentar lagi, pertandingan seru akan dimulai. SBY sudah bikin terobosan. Sebagian besar parpol sudah berada di pihaknya. Kita tinggal menunggu aba-aba yang diucapkan oleh presenter ANTV Uni Lubis: "Ring Politik"....teng-teng-teng. Penulis adalah wartawan senior