Refleksi : Kebenaran thesis tentang campur tangan negara ini  bisa dilihat di 
Indonesia dimana para petinggi pemerintah antara lain SBY sebagai menteri 
Polkam dan Silalahi sebagai komandan Brawijaja tutut mensponsor pengiriman 
laskar Jihad  yang menyebabkan puluhan ribu rakyat Sulawesi Tengah dan Maluku 
melayang jiwa. Hingga kini tidak ada pernyataan maaf dari mereka yang 
mensponsor kejadian berdarah ts.

http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/intervensi-negara-terhadap-agama-tak-ciptakan-perdamaian/

Sabtu, 12 Desember 2009 11:58 
Intervensi Negara terhadap Agama Tak Ciptakan Perdamaian


Jakarta - Negara tidak bo­leh mengintervensi kebe­ba­san warganya menjalan­kan 
agama atau keyakinan. 

     
In­tervensi tidak boleh dila­kukan meskipun keyakinan yang dijalankan itu 
bukanlah agama resmi yang diizinkan negara. Negara harus netral dalam menyikapi 
konflik horizontal antaragama. 


Campur tangan negara tidak akan menciptakan da­mai. Hal itu ditegaskan 
pe­neliti Norwegian Center for Hu­man Rights, Tore Lin­dholm, pada diskusi buku 
Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh?, Jumat (11/12). "Tidak 
masalah ada 'polisi-polisi agama' seperti MUI (Majelis Ulama Indo­nesia) yang 
keberatan dengan sekte-sekte agama atau aliran kepercayaan. Hal itu baru akan 
jadi masalah kalau negara dimintai intervensi untuk melarang suatu aliran 
kepercayaan," tegasnya di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia 
(YLBHI).


Dia menyesalkan, negara kerap mengalah dengan permintaan intervensi oleh 
lembaga-lembaga keagamaan. "Biarkan ada perdebatan, tapi negara tidak bisa 
memutuskan mana yang benar dan mana yang salah. Menganut suatu agama adalah hak 
asasi setiap orang, meskipun aga­ma yang dianut itu bukan aga­ma resmi negara," 
tu­turnya. Tore mengungkapkan, ke­tika negara ikut campur da­lam konflik 
horizontal ber­nuansa agama, itu berarti negara mengusik kebebasan beragama 
yang telah diatur dalam Undang-Undang Da­sar (UUD).

Motif Politik


Keberadaan "polisi-polisi agama", lanjutnya, jangan sampai melanggar HAM 
seseorang untuk menganut atau tidak menganut suatu agama dan keyakinan. Dia 
melanjutkan, kebebasan beragama seseorang dilindungi hukum internasional. 
Direktur Intenasional Cen­ter for Islam dan Plu­ralism (ICIP) Syafii Anwar 
menyatakan, adanya pelanggaran kebebasan beragama disebabkan ketidaktegasan 
penegak hukum. Dia berujar, negara sering tidak dapat mengambil keputusan tegas 
soal hak beragama seseorang. 


"Komitmen kita pada UUD 1945 dan Pancasila. Itulah yang harus jadi pegangan 
pemerintah, jangan sampai negara bingung atas sikap yang harus dambilnya kalau 
ada kelompok agama yang keberatan dengan keberadaan kelompok agama lain," 
jelasnya.


Soal penerapan hukum syariah di suatu daerah, Syafii mengatakan hal itu 
ditetapkan pemerintah daerah atas pertimbangan politik. Bukan kepatuhan 
terhadap suatu agama. "Berdasarkan penelitian yang saya lakukan, gubernur dan 
bupati yang ingin menetapkan syariah di daerahnya itu karena alasan politik 
supaya mendapat dukungan. Beberapa dari mereka bahkan tidak me­ngerti maksud 
syariah itu," jelasnya. Dia menegaskan, konstitusi tidak dapat didasarkan pada 
syariah, mengingat Indonesia bukanlah negara agama. (deytri aritonang) 

Reply via email to