Refleksi : Para pejabat tentunya tahu aturan dan kewewnagan mereka, tetapi supaya aturan itu berlaku jadi dilanggar, kalau pelanggaran diketahui dan tertangkap basah artinya aturan itu benar berlaku. Hal ini bisa dilihat pada masalah korupsi, umumnya bagi mereka istilah tidak boleh tidak dikenal dan oleh karena itu selalu ada pelanggaran.
Ini adalah masalah penyakit yang mendarah daging pada pejabat penguasa NKRI. Obatnya apa masih belum diketahui, karena sedang dicari oleh tim penyelidik doktor SuBuYa. http://www.sapos.co.id/index.php/berita/detail/Rubrik/15/3350 Rabu, 14 Juli 2010 Pejabat Perlu Tahu Kewenangan dan Aturan Sehingga Tak Terjebak Masalah Hukum SAMARINDA. Kasus hukum yang menjerat pejabat di lingkungan pemerintahan, seperti Pemprov Kaltim, Pemkot Samarinda serta Pemkab Kukar membuat semua kalangan prihatin. Menurut pengamat sosial dan hukum Prof Sarosa Hamongpranoto, masalah hukum yang kini menjerat pejabat pemerintah sangat mengganggu sistem pemerintahan, harus segera disikapi. Jangan sampai, karena pejabatnya terjerat masalah hukum, sistem roda pemerintahan yang sudah berjalan dengan baik terhambat. "Ini memang membuat preseden buruk bagi pemerintahan, sangat membuat imeg yang tak baik bagi pemerintahan," kata Sarosa kemarin. Apalagi menurutnya, masalah yang menjerat pejabat itu kebanyakan kasus lama atau dari jabatan yang sudah dilepaskannya, misalnya Asisten IV Setprov Kaltim yang diproses di Polda Kaltim karena kasus dugaan korupsi dana penunjang operasional anggota DPRD Kukar tahun 2005, saat menjabat Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kukar tahun 2005 lalu, dengan kerugian ditaksir mencapai Rp2,9 miliar. Sementara Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Kaltim Ahmad Delmy yang ditahan Kejaksaan Tinggi (Kejati) kaltim karena diduga menyalahgunakan jabatan, sehingga negara dirugikan Rp9 miliar. Ahmad Delmy merekomendasikan dan mengesahkan penerbitan IPK 45 ribu hektare. Ini tidak sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Kaltim Nomor 21/2004 tentang IPK. Karena, Dishut kabupaten/kota tidak berwenang mensahkan IPK, yang berwenang adalah Kadishut Provinsi. Begitu juga Awang Faroek Ishak yang kini menjabat Gubernur Kaltim yang dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana hasil penjualan saham PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC). Awang ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Print-82/F. 2/Fd. 1/7/2010 tanggal 6 Juli 2010. Menurut Sarosa, semua kasus yang menerpa pejabat di Kaltim tak lepas dari masalah kebijakan dan kewenangan. Ini yang menurutnya harus diwaspadai oleh semua pejabat di Kaltim, sehingga masalah seperti ini tak terulang. Seorang pejabat menurutnya harus mampu menjabarkan kewenangannya sebagai seorang pejabat apa saja, sehingga jelas dan paham. Agar, kebijakan yang diambilnya melebihi kewenangan yang diberikan atau jabatan yang dipegangnya. Misalnya saja, bila izin yang diberikan harus dari pusat, maka daerah seharusnya tak boleh mengeluarkannya. "Kan seperti yang sering terjadi, terkadang kebijakannya harus dari pusat, dikeluarkan oleh daerah. Itu yang saya rasa perlu dipahami oleh semua pejabat, sehingga tidak sampai salah melangkah," tandasnya lagi. Menurutnya, ada 2 hal yang harusnya dipahami oleh semua pejabat, yakni kewenangan dan aturan yang berlaku. Bila semua itu dapat dipahami dengan baik, maka masalah hukum yang biasanya akan menjerat pejabat yang bersangkutan, dipastikan akan dapat dihindari dengan baik. (ias)