Mengadakan Pengajian di Malam Tahun Baru Masehi

Wed, 26 Dec 2012 07:01 
- 907
Assalamu'alaikum ustadz
Pada pergantian tahun masehi kemarin banyak acara dengan format 
pengajian, tabligh akbar dan dzikir akbar. Yang saya tahu perayaan tahun baru 
masehi itu berasal dari orang -orang kristen, lalu bila kita ikut 
merayakannya bukankah kita termasuk menyerupai suatu kaum.
Nah, tapi sekarang orang Islam banyak yamg merayakan tahun baru 
dengan mengadakan amalan Islami, apakah itu masih termasuk menyerupai 
suatu kaum, dan bagaimana hukumnya?
Wassalam

Jawaban :
Assalamu 'aaikum warahmatullahi wabarakatuh, 

Pertanyaan Anda ini memang seringkali menjadi sumber perbedaan pendapat
 di kalangan umat Islam sendiri. Pasalnya bersumber dari kata 'perayaan'
 itu sendiri. Apa sih sebenarnyayang dimaksud dengan 'merayakan hari 
besar'? Apa batasannya dan apa kriterianya?
Para ulama dengan berbagai latar belakang kehidupan, tentunya punya 
niat baik, yaitu sebisa mungkin berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa, 
agar umat tidak terperosok ke jurang kemungkaran.
Salah satu bentuk polemik tentang masalah perayaan itu adalah 
ditetapkannya hari libur atau tanggal merah di hari-hari raya agama 
lain. Yang jadi perdebatan, apakah bila kita meliburkan kegiatan sekolah atau 
kantor pada tanggal 25 Desember itu, kita sudah dianggap ikut 
merayakannya?
Sebagian berpendapat bahwa kalau cuma libur tidak bisa dikatakan sebagai ikut 
merayakan, lha wong pemerintah memang meliburkan, ya kita ikut libur saja. Tapi 
niat di dalam hati sama sekali tidak untuk merayakannya.
Namun yang lain menolak, kalau pada tanggal 25 Desember itu umat 
Islam pakai acara ikut-ikutan libur, suka tidak suka, sama saja mereka 
termasuk ikut merayakan hari raya agama lain. Maka sebagian madrasah dan 
pesantren memutuskan bahwa pada tanggal itu tidak libur. Pelajaran 
tetap berlangsung seperti biasa.
Sekarang begitu juga, ketika pada tanggal 1 Januari ditetapkan oleh 
Pemerintah sebagai hari libur nasional, muncul juga perbedaan pendapat. 
Bolehkah umat Islam ikut libur di tahun baru? Apakah kalau ikut libur 
berarti termasuk ikut merayakan hari besar agama lain?
Lalu muncul lagi alternatif, dari pada libur diisi dengan 
acarahura-hura, mengapa tidak diisi saja dengan kegiatan keagamaan yang 
bermanfaat, seperti melakukan pengajian, dzikir atau bahkan qiyamullail. Anggap 
saja memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Dan hasilnya sudah bisa diduga dengan pasti, yaitu akan ada kalangan 
yang menolak mentah-mentah kebolehannya. Mereka mengatakan bahwa 
pengajian, dzikir atau qiyamullail di malam tahun baru adalah bid'ah 
yang diada-adakan, tidak ada contoh dari sunnah Rasulullah SAW.
Bahkan ada yang lebih ektrem sampai mengatakan kalau malam tahun baru kita 
mengadakan pengajian, dzikir, atau qiyamullail, bukan sekedar 
bid'ah tetapi sudah sesat dan masuk neraka. Wah...
Jadi semua itu nanti akan kembali kepada paradigma kita dalam memandang, apakah 
kita akan menjadi orang yang sangat mutasyaddid, mutadhayyiq, ketat dan terlalu 
waspada? Ataukah kita akan menjadi mutasahil, muwassi', longgar dan tidak 
terlalu meributkan?
Kedua aliran ini akan terus ada sepanjang zaman, sebagaimana dahulu di masa 
shahabat kita juga mengenal dua karakter ini. Yang mutasyaddid diwakili oleh 
Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu dan beberapa shahabat lain, sedang yang muwassa' 
diwakili oleh Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu dan lainnya.
Adakah Jalan Tengah?
Insya Allah ada jalan tengah yang sekiranya bisa kita pertimbangkan. 
Misalnya, kalau dasarnya memang tidak ada budaya atau kebiasaan untuk 
bertahun baru dengan kegiatan semacam pengajian dan sejenisnya, 
sebaiknya memang tidak usah digagas sejak dari semula. Biar tidak 
menjadi bid'ah baru.
Akan tetapi kalau kita berada pada masyarakat yang sudah harga mati 
untuk merayakan tahun baru, suka tidak suka tetap harus ada kegiatan, 
mungkin akan lain lagi ceritanya. Tugas kita saat itu mungkin boleh saja 
sedikit berdiplomasi. Misalnya, tidak ada salahnya kalau kita 
mengusulkan agar acaranya dibuat yang positif seperti pengajian atau 
apapun yang bernilai positif, bukan sekedar pesta atau hura-hura.
Dari pada kegiatannya dangdutan, begadang semalam suntuk atau konser 
musik, kan lebih baik kalau digelar saja dalam bentuk pengajian. 
Anggaplah sebagai proses menuju kepada pemahaman Islam yang lebih baik 
nantinya, tetapi dengan cara perlahan-lahan.
Kalau kita tidak bisa menghilangkan budaya yang sudah terlanjur 
mengakar dengan sekali tebang, maka setidaknya arahnya yang dibenarkan 
secara perlahan-lahan. Kira-kira ide dasarnya demikian.
Tetapi yang kami sebut sebagai jalan tengah ini bukan berarti harga 
mati. Ini cuma sebuah pandangan, yang mungkin benar dan mungkin juga 
tidak. Namanya saja sekedar pendapat. Tetap saja menyisakan ruang untuk 
berbeda pendapat. Dan mungkin suatu ketika kami koreksi ulang.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'aaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
Ahmad Sarwat, Lc

Rumah Fiqih Indonesia

http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1199766720&=mengadakan-pengajian-di-malam-tahun-baru-masehi.htm

 
Wassalamu'alaikum
Jagalah Hati Selalu
Wisnu

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke