Mari kita lihat dengan jujur: pemerintah Habibie telah mengambil langkah-langkah untuk menegakkan demokrasi di Indonesia. Kemarin diumumkan akan dipisahkannya - mulai besok - polisi dari APRI. Dwi-fungsi telah mulai dipreteli. Kebebasan berorganisasi, multipartai, walaupun belum total, telah mulai ada. Kebebasan pers - yang masih harus disempurnakan - telah kelihatan ujung hidungnya. Apakah ini tuntutan partai oposisi yang sekarang berebut korsi? PDI, kita tahu, tidak menuntut dihapuskannya dwi-fungsi. PKB juga tidak mendesak dihapuskannya dwi-fungsi: Abdurrachman Wahid hanya menyetujui - idee penguasa - penghapusan dwi-fungsi secara bertahap. Bukan hanya langkah ke arah demokrasi yang telah diambil penguasa haram jadah yang mengangkangi Indonesia sekarang ini, tapi usaha untuk menyelesaikan beberapa masaalah berat juga telah diambil, seperti masalah Timor-Timur. PDI yang diketuai oleh Megawati politika-geblek-lagi-tidak-becus-dan-kebanyakan- tidur itu menganggap bahwa Timor-Timur adalah bahagian dari Indonesia. Habibie juga sekurangnya berusaha untuk datang ke Aceh. Megawati, cabo dwi-fungsi dan cabo avonturir politik tidak merasa perlu mendengarkan apa yang dimaui orang Aceh. PKB, PBB apakah punya usul yang jelas untuk memecahkan masaalah ini? Agar jangan ada salah paham: saya tetap berpendapat bahwa rezim Habibie adalah rezim haram jadah, rezim illegitim. Tapi tidak bisa dibantah bahwa partai oposisi tidak punya alternatif yang lebih baik dari pada penguasa yang haram jadah ini. Kecuali - dalam beberapa hal - PUDI, PRD dan PAN Inilah yang menyedihkan! Inilah yang mengerikan! Jusfiq Hadjar gelar Sutan Maradjo Lelo = ====================================== To unsubscribe send a message to [EMAIL PROTECTED] with in the message body the line: unsubscribe demi-demokrasi