Date sent:              Mon, 14 Aug 2000 04:12:21 -0500 (CDT)
Send reply to:          [EMAIL PROTECTED]
From:                   [EMAIL PROTECTED]
To:                     Multiple recipients of list <[EMAIL PROTECTED]>
Subject:                Saya baca...



    Dan saya belum baca me culpa gereja terhadap percaboannya dengan
    rezim fascis!

    Dan masih tetap dengan taktik lama: berlindung di belakang
    orang, sekarang ini dibelakang Abdurachman Wahid yang TIDAK
    DIKRITIKNYA pada hal anjing ini telah menunjukkan kenistaannya:
    membiarkan dibunuhnya orang Nasrani oleh laskar jihad assunah wal
    jamaah. 

    Orang ini -buat saya - tetap tukang jilatpantata penguasa,
    seperti pemimpin PGI yang dulu-dulu. 
> 
> 
>     Menarik, tapi saya belum baca tekad Gereja untuk memisahkan
>     urusan gereja darai urusan negara. 
> 
> 
> Pdt Natan Setiabudi, PhDGereja Bukan Organisasi Sosial PolitikSUARA 
> PEMBARUAN 
> DAILY
> 
> 
> Pdt Natan Setiabudi, PhD
> Gereja Bukan Organisasi Sosial Politik
> 
> Ardiles Rante
> NATAN SETIABUDI
> Melalui Sidang Raya XIII Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) 
> di 
> Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Maret lalu, Pendeta Natan Setiabudi, 
> PhD, 
> terpilih sebagai Ketua Umum PGI 2000-2005.

> Ia berobsesi mengembalikan PGI sebagai umat Kristiani dan
> institusi gerejawi yang diutus untuk mengesa, melayani, dan
> bersaksi di semua bidang kehidupan, termasuk bidang politik. Jadi,
> bukan menjadi organisasi massa atau organisasi politik yang
> bersumber pada agama. ''Siapa pun yang menjadi presiden dan wakil
> presiden saat ini, tidak akan dapat dengan mudah mengatasi
> persoalan, atau lebih baik daripada Abdurrahman Wahid dan Megawati
> Soekarnoputri. Hal itu karena warisan sejarah dengan
> persoalan-persoalan yang menumpuk sangat rumit dan berat,'' kata
> Natan kepada Pembaruan. 


    Dengan statemnt iin, orang ini membenarkan kebiadaban anjing
    Abudrachman Wahid! 

    Dengan statement ini orang ini membenarkan perlindungan
    Abdurrachma Wahid terhadap Soeharto dan tukang bunuh dan tukang
    suruh bunh lain. 

    Tidak angkat bicara dihadapan kebiaabvan Abdurarchman Wahid
    adalah kesalahan moral. 


> Wawancara di bawah ini dirangkum dari
> beberapa kali kesempatan pertemuan, ditambah dengan wawancara
> tertulis. Berikut petikannya. Bagaimana perasaan Anda ketika diberi
> kepercayaan sebagai ketua umum PGI? Perasaan saya bercampur antara
> berat, tak berdaya, tertantang, bergairah, pasrah berharap.
> Pertama, rasa berat karena beratnya tanggung jawab yang terkandung
> dalam jabatan itu. Teristimewa memikulnya dalam situasi bangsa
> yang sedang mengalami cobaan berat, dan memikulnya dengan kondisi
> PGI yang perlu penyegaran dan pembongkaran besar dengan resistensi
> dan inertia kultural yang rumit dan mengarat, sehingga menampilkan
> rasa tak berdaya. Kedua, rasa tertantang karena situasi dan
> kondisi tersebut sekaligus mengandung tantangan besar.
> Membiarkannya berarti menghindari panggilan dan tanggung jawab.
> Ketiga, rasa bergairah, karena menurut pemahaman dan keyakinan
> saya, kepercayaan yang diberikan itu datang dari pelbagai
> pemercaya, dengan isi dan harapan yang beraneka pula. Jadi rame.
> Sebagian gereja anggota memberikan suaranya memilih saya dengan
> isi kepercayaan dan harapan-harapannya yang tidak persis sama.
> Gereja-gereja yang memberikan suaranya untuk calon lain, secara
> tak langsung juga mempunyai harapan kepada ketua terpilih.
> Keempat, rasa pasrah dan berharap, karena keyakinan bahwa di dalam
> semua hal di atas itu Tuhan turut bekerja, dan bahwa kebersamaan
> dan kerja sama dengan seluruh Aktivis Oikoumenis Gerejawi (AOG)
> dan umat Kristiani mengandung janji penyertaan Tuhan yang membuat
> mungkin hal yang mustahil. Apa visi dan misi Anda ke depan? Visi
> saya adalah versi saya tentang visi GKYE (Gereja Kristen Yang
> Esa), keputusan Sidang Raya XIII PGI di Palangkaraya, Maret 2000
> lalu. Visi itu berasal dari visi bersama bapak-bapak dan ibu-ibu
> gereja pendiri DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia) pada 25 Mei
> 1950, yang terumus dalam satu- satunya tujuan PGI, pembentukan GKYE
> di Indonesia dengan rumusan ''membentuk GKYE di Indonesia'', yang
> kemudian rumusannya disempurnakan menjadi ''mewujudkan GKYE di
> Indonesia'' di Ambon, 1984. Pemahamannya, mengembalikan PGI sebagai
> umat Kristiani dan institusi gerejawi yang diutus untuk mengesa,
> melayani dan bersaksi di semua bidang kehidupan, termasuk bidang
> politik. Jadi bukan menjadi organisasi massa atau politik yang
> bersumber pada agama. ''Politisasi'' PGI selama ini menurut
> pandangan saya telah membawa PGI pada suatu stagnasi, dilihat dari
> tujuannya, yakni keesaan gerejawi untuk menjadi berkat sepenuh
> potensinya bagi bangsa, negara dan masyarakat Indonesia. Dari
> tujuan ini terkandung pengertian bahwa gereja hanya gereja kalau
> mengesa dan bahwa gereja bukan perusahaan atau organisasi sosial
> politik. Persoalan intern dan persoalan ekstern yang paling
> mendesak? Intern, konsolidasi dan ''rekonsiliasi''. Untuk ekstern,
> kredibilitas PGI khususnya, dan umat Kristen pada umumnya.
> Bagaimana pendapat Anda tentang ''kembali ke agama'' sebagai salah
> satu penopang untuk tetap bertahan dalam iman dalam menghadapi
> arus globalisasi? Dalam rangka menghadapi arus globalisasi,
> ungkapan ''kembali ke agama'' kabur artinya. Kalau itu berarti
> melarikan diri dari globalisasi, bersembunyi, berlindung di balik
> agama, maka itu suatu upaya yang sia-sia dan bunuh diri, sama
> dengan membiarkan diri terbawa hanyut oleh arus tersebut. Di
> antara kedua ekstrem itu, sikap yang benar adalah menafsir kembali
> agama dalam interaksinya dengan konteks globalisasi untuk
> menemukan peran agama, sehingga globalisasi dapat dijadikan berkat
> bagi manusia dan kemanusiaan, dan tidak menjadi malapetaka.
> Misalnya, dua kekuatan yang ditampilkan oleh globalisasi ialah
> kecepatan dan konektivitas. Kecepatan perubahan begitu akseleratif
> dan penyesuaian diri gereja, terutama dalam ketradisionalan di
> semua aras dan bidang, seperti pola pikir, pola tindak, pola
> berorganisasi, membuat banyak gereja ketinggalan dalam segala hal,
> terutama PGI dan yang disebut mainline churches. Gereja- gereja itu
> sangat tertinggal dan teredusir menjadi organisasi yang rutin, dan
> terseret dalam urusan yang terlampau berbau politis belaka.
> Politisasi PGI yang sudah berjalan lama makin tidak diimbangi
> dengan kesadaran sebagai gereja yang utuh. Kaum muda yang paling
> menjadi korban, karena mereka berada dalam tahap usia atau
> kehidupan yang paling dinamis, sehingga paling terkena dampak
> globalisasi, sementara gereja terlampau lamban menyerap perubahan
> dan menyesuaikan diri, baik secara struktural maupun kultural.
> Akibatnya kaum muda tidak mendapat tempat dan bimbingan yang
> memadai dan relevan dari gereja. Degree of connectivity, derajat
> konektivitas, di samping kecepatan, adalah suatu ciri pokok paling
> penting dari globalisasi. Globalisasi juga memperlebar jurang kaya
> miskin, dan kalau dibiarkan juga memperbesar ketidakadilan. Namun
> peran gereja ''tercuri'' oleh LSM- LSM (lembaga swadaya masyarakat)
> karena kelambanan dan keterpecahan di atas. Dibandingkan cara
> kerja, sumber daya manusia, fasilitas LSM, gereja pada umumnya
> adalah amatiran. Gereja cuma menang dalam luasnya cakupan garapan,
> tapi itu hanya memperkuat kelemahan gereja, karena makin luas
> cakupan pelayanannya makin tidak efektif dan tidak terasa
> kinerjanya. Keesaan dengan derajat konektivitas yang canggih
> meliputi semua, cepat, tepat, dan posisi sebagai bagian dari civil
> society, adalah kondisi bagi gereja untuk dapat berperan secara
> signifikan bagi mengatasi persoalan kemiskinan dan ketidakadilan
> dalam arus globalisasi dan dengan memanfaatkan globalisasi itu.
> Bagaimana peranan PGI agar lebih diperhitungkan dalam percaturan
> pembangunan politik di Indonesia dan bagaimana agar perjuangannya
> berhasil? Dengan jalan menjadi GKYE yang indispensable secara
> sosial dalam kemanusiaan, yakni mengatasi kekerasan, penegakan
> keadilan dan hak asasi manusia dan dalam demokratisasi, yakni
> menjadi civil society, jurnalisme profesional gerejawi, pusat
> kajian strategis, pusat bina kader ekumene, AOG seluruh Indonesia,
> dengan derajat konektivitas yang tinggi; diferensiasi fungsi dari
> jabatan gerejawi/PGI dan jabatan kenegaraan/partai agar dapat
> diintegrasikan secara benar demi kehadiran tubuh Kristus secara
> institusional dan keumatan yang sinergis. Apa tantangan-tantangan
> PGI sebagai wadah yang mengkoordinasi gereja- gereja lokal yang
> cenderung primordial, berkaitan dengan persatuan dan kesatuan?
> Pertama, mewujudkan GKYE di Indonesia. Konsisten dengan pendirian
> DGI 1950, dengan satu-satunya tujuan, yaitu pewujudan GKYE di
> Indonesia, bahwa gereja hanya gereja kalau esa dan mengesa. Kedua,
> mengeliminasi pemberhalaan dasar gereja. Dinamika eksternal gereja
> dijadikan dinamika internal gereja; dengan tradisi, teologi,
> struktur, kultur, dan sebagainya dijadikan pengganti dasar yang
> satu-satunya yang benar dan mampu, yakni Tuhan Yesus Kristus.
> Pendapat Anda tentang penyaluran aspirasi umat Kristen dalam
> politik? Tidak mendirikan negara Kristen, seandainya secara politik
> hal itu dimungkinkan sekalipun. Saat ini, percaya pada kebijakan
> rakyat, tersalur dalam Pemilu 1999 dan para wakilnya, yang dalam
> Sidang Umum MPR 1999 memilih Gus Dur dan Megawati sebagai presiden
> dan wakil presiden. Sampai dengan Juli 2000, tetap yakin belum ada
> dan belum perlu diada- adakan pengganti, dengan dasar pemikiran
> bahwa siapa pun yang menjadi presiden dan wapres tidak akan dapat
> dengan mudah mengatasi persoalan, atau lebih baik daripada Gus Dur
> dan Mega, karena warisan sejarah dengan persoalan- persoalannya
> yang menumpuk dan sangat rumit dan berat. Kecenderungan
> mengarahkan kritik secara tidak proporsional terlalu hanya pada
> mereka berdua, mencerminkan adanya agenda politik tersembunyi atau
> ketidakmatangan dan ketidakproporsionalan sikap. Itu tercermin
> juga dalam hasil Forum Rembuk Nasional yang diselenggarakan di
> Denpasar itu, sejauh dilaporkan media massa. Tak ada yang baru
> kecuali memerintahkan pemerintah supaya memerintah. Nada menggurui
> itu terdengar juga di seminar yang diselenggarakan Iluni-UI
> (Ikatan Alumni Universitas Indonesia) akhir Juni 2000, ketika dari
> floor mahasiswa menagih tanggung jawab Gus Dur mengenai enam butir
> agenda reformasi yang dirumuskan mahasiswa. Cara dan nada
> penyampaiannya, oleh Gus Dur dinilai sebagai ''merasa seolah-olah
> yang paling tahu''. Mengkritik Gus Dur harus. Itu kewajiban warga
> negara yang bertanggung jawab dan fungsi civil society demi
> demokratisasi dan demokrasi. Dengan kritik yang proporsional, 



    Kritik proposional. 

    Ini kan = dengan kritik jangan terlalu pedes? 

    Dan siapa yang menentukan pedes tidaknya kritik itu? 

    Jadi kalmat ini =j angan kritik Abdurrachman Wahid. 


> akan
> dapat dibangun sinergi dari seluruh kekuatan bangsa dan negara
> untuk menanggulangi persoalan dengan prioritas-prioritas yang
> strategis. Tanpa itu akan habis tenaga bangsa Indonesia hanya
> untuk ngomong saja secara tak proporsional, sementara kekuatan-
> kekuatan jahat merajalela dan mematikan orang-orang di Maluku,
> Maluku Utara, dan lain-lain, dan membiarkan (atau menyulut,
> memanfaatkan) konflik- konflik berdarah di tengah masyarakat,



    Hari  ini, anjing congekpun tahu bahwa semua ini JUGA terjadi
    karena kesalaan Abdurachman wahid  yang TIDAK menyuuh tangkap
    anggota laskar assunah wal jamamh ketika masih di Bogor,
    kesalahan Abdurrachman Wahid yang masih mau mendengarkan argumen
    serdadu? 


> misalnya di Tegal dan di Jakarta. Apakah rencana jangka pendek dan
> jangka panjang PGI? Dalam konteks Indonesia sekarang dan lima tahun
> ke depan, menyangkut puluhan juta umat Kristiani, yang sehari-hari
> berkomunitas dalam 40-50-an ribu jemaat di seluruh Indonesia, hal
> itu dapat diterjemahkan dalam kerinduan- kerinduan. Pertama,
> kerinduan bahwa mereka ter-networked, atau mulai ter- networked,
> dalam suatu kesatuan tubuh yang memiliki derajat konektivitas yang
> tinggi, seperti tubuh manusia ciptaan Tuhan yang canggih tiada
> banding, yang tertulis dalam I Korintus 12. Sehingga, menjadi
> kekuatan moral dan sosial yang memadai, untuk bersama-sama umat
> beragama lain dan kelompok sosial lain, benar-benar dapat secara
> signifikan ikut mengatasi kekerasan dalam segala bentuknya,
> dampaknya, dan sumbernya, demi penegakan dan pembudayaan HAM bagi
> semua. Kedua, menjadi bagian dari masyarakat warga atau masyarakat
> sipil Indonesia (civil society), yang dapat mengurus diri dan
> menyelesaikan persoalan secara damai dan beradab, memberi diri
> kepada bangsa dan bersuara nabi, demi proses demokratisasi,
> penegakan hukum dan keadilan serta pemakmuran masyarakat, bangsa,
> dan negara Indonesia. GKYE di Indonesia ini meliputi semua gereja,
> organisasi ekumenis, lembaga-lembaga, setiap orang yang mengaku
> nama Kristus tidak ada yang dieksklusifkan, dengan keyakinan bahwa
> dasarnya, yakni Tuhan Yesus Kristus, satu-satunya dasar yang mampu
> menampung segala macam perbedaan dan menjadikan masing-masing
> elemen kemajemukan dalam satu tubuh yang hidup. Derajat
> konektivitas yang merangkai para aktivis ekumene gerejawi,
> sentra-sentra institusional, dan umat Kristiani dalam suatu
> keesaan yang majemuk, yang berdaya guna bagi penanggulangan dan
> pencegahan kekerasan, serta menopang proses demokratisasi bangsa
> dan negara seperti itu, dipelihara dan selalu dikoreksi melalui
> prinsip dan praktek akuntabilitas gerejawi. Di dalam gereja yang
> esa kita mempraktekkan transparansi dan saling bertanggung jawab
> sebagai sumbangsih dan dukungan bagi praktek akuntabilits publik
> dari seluruh pejabat dan institusi publik, sebagai kunci mekanisme
> penyelesaian persoalan secara beradab dan di dalam kasih. Di dalam
> kaitan visi itu, misi dipahami sebagai istilah second order,
> artinya misi adalah fungsi dari visi, yaitu hakikat atau esensi
> dari setiap dan semua kegiatan untuk mewujudkan visi. Dalam
> pengertian itu, misi adalah semua upaya dan kegiatan yang
> memfasilitasi terjadinya perjumpaan antara orang (atau masyarakat
> atau lembaga atau dunia) yang dilayani dengan Tuhan. Dasarnya
> adalah keyakinan bahwa kekerasan hanya dapat diatasi dampak dan
> pencegahannya kalau terjadi perjumpaan antara korban atau pelaku
> dengan Tuhan. Tentu rumusan hakiki misi itu perlu diterjemahkan
> dalam konteks masing-masing. Kalau keempat agenda visi itu
> terwujud, berarti, pertama, teratasinya kekerasan secara
> signifikan sehingga HAM dihormati dan semua manusia diperlakukan
> sebagai manusia, kedua, keikutsertaan gereja sebagai bagian dari
> civil society Indonesia yang tercipta demi bangsa dan negara yang
> demokratis dan sejahtera, ketiga, terciptanya derajat konektivitas
> antara puluhan juta umat Kristiani yang berkomunitas dalam 40-50an
> ribu jemaat di seluruh Indonesia dalam network of networks, yang
> sangat majemuk dan kaya dan efektif berdaya guna, dan keempat,
> berlakunya akuntabilitas di antara semua komponen umat Kristiani
> dalam suatu bentuk GKYE yang memadai. Dengan demikian setiap
> penyimpangan terkoreksi pada saatnya, tercapai, semua itu adalah
> buah hasil dari terjadinya perjumpaan antara manusia dan Tuhan
> dalam seluruh konteks dan aras kehidupan individu, kelompok,
> keluarga, masyarakat, dan institusi gerejawi dan sosial. Misinya
> adalah membuahkan hasil tersebut, dan itu pada hakikatnya adalah
> bagaimana kita memperjumpakan semua yang terlibat dalam keempat
> agenda itu berjumpa dengan Tuhan dalam konteksnya masing-masing. 



    Buat saya semua ini akantetap omong kosong, selama PGI belum
    melakukan mea culpa, sebelum orang ini belum menangis dihadapan
    mayat orang Islam yang juga bergelimpangan. 

    Semua ini, buat saya hanya sekedar omongan baling-baling yang
    sedang menurutkan arah angin! 


u
> - PEWAWANCARA: CYPRIANUS AOER 
> 
> 
> Last modified: 8/13/00 
> 
> Jusfiq Hadjar gelar Sutan Maradjo Lelo
> =====================================



Jusfiq Hadjar gelar Sutan Maradjo Lelo
=====================================

* Ijtihad untuk mencerdaskan ajaran Islam yang sekarang ini penuh ketololan, 
kedunguan, kegoblokan dan kebodohan

* Ijtihad untuk memanusiawikan ajaran Islam yang sekarang ini biadab, keji dan nista


Kirim email ke